Chapter 11

2.4K 139 0
                                    

Aku menyisir rambutku sekali lagi. Di luar sana kembaranku sudah mulai membunyikan klaksonnya beberapa kali. Aku mengambil tas lalu berlari ke luar rumah. Aku masuk ke dalam mobil dan disambut dengan gerutuan Stefan. Aku hanya mendengarkan saja, tak berani melawan. Akhirnya mulut Stefan berhenti menggerutu setelah setengah perjalanan.

Sesampainya di kampus, aku merapikan kembali pakaianku. Stefan juga membantuku. Ia menyisir rambut dan merapikan kemejaku yang mulai kusut.

"Kau sudah rapi Adrian. Lihatlah, kau tampan hari ini"

"Itu sebuah pujian atau ledekan?"

"Tentu saja itu pujia. Jika aku meledekmu jelek, itu sama saja dengan meledek diriku sendiri. Kau dan aku itu kembar. Kita memiliki wajah yang sama"

"Memang sama, hanya nasib yang berbeda"

"Jangan seperti itu, aku tak suka."

Stefan mencium kedua pipi dan keningku.

"Jangan menciumku di tempat umum seperti ini. Nanti banyak orang yang melihatnya"

"Biarkan saja, kau kan kembaranku. Ciuman itu sebagai jimat kesuksesan untuk tes mu hari ini. Semangat!"

"Terima kasih"

****

Testnya sudah kulalui, cukup berat bagiku karena persiapan yang kurang matang mungkin. Tiba-tiba saja aku merasa pesimis dengan hasilnya nanti. Seharusnya aku bekerja lebih keras kemarin. Bukannya pergi bersama Evan dan bersantai. Membicarakan masalah Evan, hari ini aku belum bertemu dengannya. Ia juga tidak menghubungiku semalam sampai saat ini. Aku berjalan ke luar ruangan sambil menjinjing tasku. Seseorang meneriakkan namaku ketika aku melewati pintu.

Darren berlari ke arahku sambil melambaikan tangannya. Aku membalas lambaian tangannya, ia berhenti tepat di hadapanku. Dengan senyumnya yang mengembang ia meraih tanganku.

"Hai? Bagaimana harimu?"

"Menyenangkan, hanya saja aku mendapatkan test yang cukup sulit hari ini"

"Oh ya? Kau baru selesai dengan test mu. Baiklah, kalau begitu bagaimana jika sekarang kita makan?"

"Eemm.. Tadinya aku akan pergi ke perpustakaan untuk mengambil beberapa buku sebagai bahan belajarku Darren"

"Ayolah, aku yang akan mentraktirmu. Setelah makan akan ku antar kau ke perpustakaan bagaimana," ia memperlihatkan ekspresi semangatnya.

Matanya berbinar cerah sekali. Begitupun dengan senyumannya. Dengan manis ia merajuk kembali.

"Ayolah.., kau mau kan? "

Aku mengangguk, Darren segera menyusul anggukanku dengan wajah gembira. Ia melompat-lompat seperti anak kecil lalu menggandeng tanganku menjauh dari ruang kelas.

Author P.O.V

Mereka duduk berdua saling berhadapan. Pesanan belum tersaji di meja yang mereka pilih. Kantin cukup sesak dipenuhi mahasiswa mengingat ini memang waktunya jam makan siang. Adrian duduk kikuk sambil memainkan ponselnya. Ia kembali mengingat kejadian tadi malam. Melihat tubuh kecil Darren tanpa sehelai benangpun sedang berpelukan dengan kakanya.

Mengingat hal itu wajahnya jadi memanas. Sekelebat ia membayangkan bagaimana jika posisinya seperti itu dengan Evan. Apa yang akan dia rasakan jika hal itu terjadi. Lamunannya tersadar ketika Darren menyentuh tangannya. Ia berkata bahawa pesanan sudah datang dan benar saja. Dua mangkuk ramen yang asapnya masih mengepul kini tersaji. Darren masih dengan ekspresi antusiasnya mengambil sumpit dan segera memakannya. Adrian menaruh kembali ponselnya kedalam tas.

Winter SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang