CHAPTER 25

2.2K 137 28
                                    

11 November

Asap mengepul di atas cangkir berisikan cokelat hangat buatan Adrian. Satu tegukan terdengar ketika Adrian meminumnya. Di luar sana, angin sedang berhembus kencang dan terasa begitu dingin. Musim panas sudah berlalu, dan kini musim gugur telah menggantikannya. Adrian telah melewati beberapa kejadian di musim panas yang membuat kenangan baru dalam memorinya. Tetapi, seluruh kejadian itu belum sepenuhnya selesai. Ada satu masalah yang sampai saat ini masih mengganjal dalam diri Adrian.

Setelah kejadian perkelahian antara Stefan dengan Evan, sikap Stefan kembali menjadi dingin. Ia tak pernah menyapa, bahkan menatap Adrian pun hanya beberapa kali saja. Hal ini membuat Adrian merasa sakit. Ia kembali kehilangan sosok Stefan yang penuh dengan kasih sayang. Meskipun mereka tinggal dalam atap rumah yang sama, namun Adrian merasa tinggal sendirian. Stefan selalu berada di dalam kamarnya. Ia keluar dari kamarnya hanya untuk makan dan mandi. Itupun kadang-kadang ia membawa makanannya ke dalam kamar. Seperti hari ini, Stefan belum keluar dari kamarnya.

Adrian kembali meneguk cokelat hangatnya, kali ini ia meneguknya sampai habis. Setelah ia menyimpan cangkir bekas cokelat hangat tadi, ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar kakaknya.

"Sudah ku buatkan sarapan, sebaiknya kau segera makan" ucapnya dengan nada sedikit dikencangkan agar terdengar oleh Stefan.

Tak berapa lama Stefan membuka pintunya dan berhadapan dengan Adrian. Wangi parfume khas milik Stefan tercium, tiba-tiba hati Adrian terasa perih ketika menciumnya. Ia rindu dengan dekapan kakaknya. Tanpa senyum, Stefan melenggang pergi menuju meja makan. Ia duduk di sana dan mulai mengambil kentang tumbuk dan beberapa sayuran yang sudah direbus oleh Adrian sebelumnya.

*****

     Kejadian tadi pagi kembali membuat Adrian tidak bisa konsentrasi. Selama jam pelajaran dimulai, ia tak terlepas dari lamunannya. Pikirannya terus melayang pada sosok kakaknya. Hari ini, untuk yang entah keberapa kalinya ia pergi ke kampus sendirian. Kakaknya pergi tanpa pamit setelah sarapan. Lagi-lagi Adrian harus pergi dengan bus kota.

"Adrian, apa kau mendengarkanku?"

Sontak Adrian terkejut mendengar teguran itu. Ia lalu meninggalkan lamunannya dan kembali mencoba untuk fokus.

Setelah kelas selesai, Evan mengajak Adrian untuk makan siang. Seperti biasa, mereka berdua memilih caffee di depan kampus. Duduk di meja favorit mereka. Meja dekat jendela kaca agar bisa melihat kesibukan orang-orang di jalanan dengan jelas.

Evan menyadari bahwa kekasihnya hari ini terlihat murung. Dengan lembut ia memegang lengan kekasihnya itu.

"Stefan masih bersikap dingin padamu?"

Adrian mengangguk.

"Apa aku harus berbicara dengannya? Agar ia tak bersikap dingin lagi denganmu?"

"Tak usah Evan, aku takut ia akan semakin benci padaku jika kau yang berbicara. Mungkin aku harus mencoba membicarakan ini secara pribadi dengannya."

"Aku heran, kenapa dia bersikap seperti itu setelah melihat kejadian musim panas lalu. Apa jangan-jangan Stefan menyukaimu?"

Untuk beberapa saat, Adrian tertegun mendengar kalimat pernyataan dari kekasihnya. Selama ini tak pernah terbayangkan hal itu akan terjadi.

"Kau mengada-ngada Evan. Mana mungkin Stefan mencintai adiknya sendiri. Jangan berbicara bodoh seperti itu" Ucapnya.

Selang beberapa menit, pesanan mereka datang. Adrian bertepuk tangan gembira seperti anak kecil ketika hidangan kesukaannya tersaji di meja. Evan tersenyum, gemas melihat tingkah kekasihnya.

Winter SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang