Chapter 28

1.9K 108 11
                                    


Ketiga pria itu sedang duduk dalam satu meja. Menikmati hidangan buatan Adrian pagi ini. Pada awalnya Evan menolak sarapan bersama. Namun Adrian memaksanya hingga pada akhirnya ia menyerah dan kini tengah duduk berhadapan dengan Adrian.

Selama makan, Evan terus memberikan perhatian lebih pada kekasihnya. Mulai dari menyuapi sampai memegang lengan Adrian. Tak pernah ia lepaskan satu menitpun. Evan juga merasa senang karena Adrian ternyata benar-benar masih mencintainya. Adrian menjamu Evan dengan telaten. Seperti layaknya sepasang suami istri.

"Ehhmm.." Stefan terbatuk di sela-sela makannya.

"Kau baik-baik saja? Aku sudah bilang, pelan-pelan jika sedang makan. Ini minumlah"

Adrian menyodorkan sebuah gelas, namun dihalangi oleh Evan.

"Biar aku saja"

Evan memberikan gelas itu pada Stefan. Dengan geram Stefan menatap tajam kekasih adiknya itu.

Sejak kedatangan Evan pagi ini, Stefan merasa kesal. Stefan merasa terganggu dengan kedatangannya. Jika saja Evan tidak datang pagi ini, ia pasti sudah membuat sebuah memori yang indah bersama adiknya. Namun sial, Evan datang dengan sikap yang begitu menyebalkan.

Stefan merasa sikap Evan terlalu berlebihan dan dibuat-buat. Evan seperti sengaja mempertunjukkan keromantisannya kepada Adrian di hadapan Stefan. Entah benar atau tidak, tetapi itulah yang ia rasakan.

"Aku akan ke kamar dulu. Harus bersiap-siap pergi ke kampus. Adrian kau akan ikut pergi denganku atau dengan Evan?"

Adrian diam, ia sedang berpikir.

"Adrian akan pergi bersamaku. Betulkan sayang?" Evan menyela sebelum Adrian menjawab.

Adrian menatap Stefan cukup lama. Wajahnya mengisyaratkan permintaan izin. Puppy eyes time.

"Baiklah kalau begitu, kau pergi bersama Evan saja. Aku akan bersiap-siap dulu. Hati-hati ya."

Sebuah kecupan Stefan berikan di puncak kepala Adrian, ia mengabaikan kehadiran Evan disana.

******

Cakrawala siang ini serupa lautan. Sejauh mata memandang, warna biru terhampar luas di atas sana. Kedua bola mata itu dengan tajam menatapnya. Seolah-olah ia tak mau melepaskan langit dari pandangannya. Senyuman manis tersungging di bibirnya. Ia kembali merunduk dan menggoreskan kalimat demi kalimat yang ia rangkai seindah mungkin.

Secarik kertas kini sudah terisi dengan sebuah puisi yang ia rangkai sejak tadi. Hatinya sedang berbunga-bunga. Ada rasa yang meledak-ledak di dalamnya. Bayangan tentang Adrian terus berputar. Betapa indahnya dirimu. Ujarnya dalam hati.

Setelah menuliskan satu buah puisi, ia melipat kertasnya lalu menyimpannya dalam saku jaket yang ia kenakan. Stefan menarik nafas, menikmati suasanan musim gugur yang sejuk.

"Stefan!" sebuah suara memanggilnya.

Dari kejauhan ia melihat ketiga temannya. Nicholas, Peter, dan James. Sudah lama ia tak bersama mereka, baru hari ini ia bertatap muka dengan mereka lagi.

"Aku merindukanmu" ucap Nicholas sambil memberikan pelukan hangat pada sahabatnya.

"Begitupun denganku"

"Bagaimana kabarmu?" tanya Peter

"Baik"

"Adrian bagaimana? Aku merindukan adikmu yang manis itu" kali ini Jemes yang bertanya.

"Dia baik-baik saja, sama sepertiku. Jangan terlalu merindukan adikku, nanti kau bisa-bisa suka padanya" Stefan tertawa kali ini.

"Jadi, kalian sudah siap pergi menjenguk Darren?"

Winter SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang