§♡§
"... jangan sakit," ucap Jiyong sembari memaksa Lisa memegang payungnya "aku pergi," lanjut Jiyong sebelum ia pergi berlari menjauh dari tempat itu, berharap kamera kesayangannya tetap kering didalam tasnya. Lisa melihat punggung pria itu dan entah kenapa ucapan pria itu membuat dadanya sesak.
"Kenapa terasa seperti perpisahan?" gumamnya sembari meremas gagang payungnya. Lisa menghela nafasnya, dan mulai berjalan ke halte dan menunggu bus kerumahnya. Perasaannya tidak nyaman, seperti ada sesuatu yang mengganjal didadanya. Rasanya aneh ketika ia duduk di bus terakhir, tanpa Jiyong disebelahnya, rasanya sepi tanpa ocehan Jiyong tentang banyak hal.
"Kenapa aku terus memikirkannya?! Haish!" keluh Lisa dalam hatinya, memaki dirinya sendiri agar berhenti mengingat Jiyong.
Sementara di sebuah cafe, Jiyong tengah duduk bersama seorang gadis yang cukup cantik. Gadis yang sempat memakai jasanya saat ia masih menjadi fotografer freelance.
"Maaf aku sedikit basah," ucap Jiyong sembari melepas jacketnya
"Ne oppa, tidak masalah... oppa sudah memutuskannya kan?"
"Memutuskan apa?"
"Seungri oppa belum memberitaumu?"
"Dia tidak mengatakan apapun, ada apa?"
"Aku baru saja lulus kuliah dan akan mengelola sebuah butik, aku butuh seorang fotografer untuk mengiklankan pakaianku, dan aku ingin oppa yang melakukannya,"
"Aku?"
"Ne..."
"Tapi aku bukan fotografer profesional, aku belum punya banyak pengalaman-"
"Tapi aku suka karya karyamu oppa... kau mau kan oppa??"
"Aku bekerja disebuah perusahaan sekarang-"
"Berapa gajimu? Aku akan membayarmu 2 kali lipat- ah anniyo, 5 kali lipat, hm? Mau ya?"
"Tapi Rosie aku-"
"Kumohon... bagaimana kalau oppa memikirkannya dulu? Hm? Aku akan mengirimkanmu kontraknya dan kau bisa menghubungiku setelah memilih untuk setuju,"
Tentu saja Jiyong bimbang, gaji 5 kali lipat sangat menggiurkan dan yang perlu Jiyong lakukan hanya mengambil gambar para model cantik. Tapi Jiyong tidak ingin meninggalkan Lisa—maksudnya, Jiyong menikmati pekerjaannya sekarang karena ia bisa melihat Lisa setiap hari, Jiyong tidak ingin kehilangan kesempatan untuk melihat Lisa setiap hari.
"Oppa, kalau kau menerima pekerjaan ini, kau bisa punya banyak uang untuk membahagiakan Lisa," ucap Rose tiba-tiba membuat Jiyong langsung menatapnya tidak percaya. "Aku tau Lisa marah karenaku, karena ciuman kita dimobil waktu itu, aku tau Lisa melihat itu dan marah, aku juga merasa bersalah padanya-"
"Apa yang sebenarnya kau inginkan?"
"Aku menyukaimu, tapi aku merasa sangat bersalah pada Lisa, setelah dia terluka karena melihat kita berciuman di mobil, Lisa tidak pernah lagi berkencan, kurasa Lisa trauma dan aku merasa sangat bersalah karena itu,"
"Aku tidak akan menerima pekerjaan ini Rose-"
"Kenapa? Oppa takut Lisa akan semakin menjauhimu? Kalau oppa bekerja padaku, aku bisa membuatmu jadi fotografer profesional dan mungkin saja saat oppa sudah jadi fotografer profesional Lisa akan menerimamu,"
Lagi-lagi Jiyong terdiam, memikirkan perkataan Rose dan menebak-nebak apa rencana Rose sebenarnya. Sementara Rose terus menatapnya, berharap Jiyong tidak akan menolak rencananya, Rose ingin membantu Jiyong memperjuangankan Lisa dan menggantikan posisi Lisa ketika pria itu mulai putus asa.
"Aku akan menghubungi Lisa dan menanyakan pendapatnya-" ucap Rose
"Jangan!" sela Jiyong, kenapa Lisa harus membuatkannya keputusan disaat seperti ini?
"Dimana aku harus bekerja?" tanya Jiyong dan Rose memberikan kartu namanya pada pria itu, Jiyong membaca alamat di kartu nama itu dan matanya seketika membulat
"Sejauh ini?! Anniyo, aku tidak mau, butuh 4 jam dengan mobil untuk ketempat ini dari rumahku-"
"Aku akan menyediakanmu tempat tinggal dan kendaraan untukmu disana, kau tidak perlu khawatir, kau bisa kesini setiap akhir pekan, Lisa akan merindukanmu kalau oppa bekerja jauh darinya, dia akan merindukanmu dan memperlakukanmu dengan lebih baik ketika kalian bertemu,"
Kata-kata Rose cukup masuk akal untuk Jiyong, namun itu pilihan yang berat baginya, Jiyong kembali ragu untuk mengambil pekerjaan itu.
"Beri aku waktu beberapa hari untuk berfikir," pinta Jiyong
"Ku beri oppa waktu 3 hari, hm?"
"Baiklah,"
Dan setelah malam itu, Jiyong sama sekali tidak bisa tidur, apple blossomnya telah berubah menjadi sebuah pilihan, tetap disana dan dekat dengan Lisa atau pergi bekerja jauh dari Lisa tapi bisa mendapatkan gaji dan karir lebih besar. Jiyong tidak bisa memilih antara Lisa dan pekerjaannya—walaupun semua pertimbangannya tetap berhubungan dengan Lisa.
"Terima saja tawaran Rose," ucap Seungri, 24 jam setelah Jiyong bertemu dengan Rose "kau bisa bekerja untuk Rose dan mendapatkan banyak uang, mana mungkin Lisa akan menolakmu ketika kau sudah punya banyak uang?"
"Lisa bukan gadis matrealistis seperti itu," balas Jiyong sembari menyesap vodkanya
"Tapi dia tetap manusia biasa, dia tidak bisa menolak kalau kau memberinya mobil,"
"Kau tidak mengenalnya, dia tidak semudah itu,"
"Ah kau bilang Lisa ingin pergi ke italia dan menulis buku disana kan? Kau bisa membawanya kesana kalau kau menerima pekerjaan itu dan mendapatkan banyak uang,"
Kali ini Jiyong terdiam, kata kata Seungri benar dan kembali mengingatkannya pada mimpinya yang hampir ia lupakan. Tanpa ia sadari, Jiyong membuka dompetnya dan melihat salah satu kartu atmnya disana, tabungan yang sengaja dibuatnya 2 tahun lalu untuk pergi ke italia—dengan Lisa.
Setelah malam yang penuh dengan terkaan, Jiyong kembali bekerja seperti biasanya, dan Lisa masih membangun tembok diantara mereka. Ia menghela nafasnya, menyadari kalau ada tembok yang jauh lebih kuat dibanding tembok raksasa di China, tembok yang tidak bisa dihancurkannya—pikiran Lisa.
"Ayo kita pergi makan siang," ajak Bobby pada empat rekan kerjanya, Jisoo dan Seunghyun menerima ajakan itu seperti biasanya sementara Lisa menolaknya dan Jiyong hanya diam, menaruh kepalanya diatas meja.
"Kau tidak ingin makan Lisa?" tanya Seunghyun
"Anniyo, aku masih kenyang, kalian makan saja," ucap Lisa sembari memainkan jemarinya diatas keyboardnya. Inspirasi selalu datang setiap kali hatinya terluka, dan Seunghyun tau itu, jadi dia membiarkan Lisa dengan laptopnya. Semua orang dalam ruangan besar itu keluar untuk makan siang, kecuali Lisa dan Jiyong.
"Kau mau aku pergi dari sini?" ucap Jiyong tanpa mengangkat kepalanya, berharap Lisa mengatakan tidak namun Lisa hanya menggumam mengiyakannya.
"Kau benar benar serius? Tidak masalah kalau aku pergi?" tanya Jiyong lagi, memastikan.
"Pergilah kalau oppa memang mau pergi, jangan menggangguku," balas Lisa dengan nada datarnya, tentu saja Lisa mengatakan hal itu karena ia pikir Jiyong hanya akan pergi makan siang.
"Kau tidak keberatan?"
"Tidak, pergilah,"
"Sungguh?"
"Pergilah! Berhenti menggangguku!" omel Lisa "apa urusannya denganku kalau kau mau pergi?! Aku bukan kekasihmu jadi jangan menggangguku dengan hal-hal tidak berguna seperti itu!"
"Baiklah," ucap Jiyong tanpa bergerak sedikit pun. Ia tidak ingin pergi tapi ia juga merasa harus pergi. Tapi mendengar Lisa membuatnya yakin untuk menerima tawaran Rose.
§♡§