"Entah mengapa selalu ada kebahagiaan tersendiri yang aku rasakan saat melihatmu tersenyum namun yang membuatku sakit adalah alasan yang membuat kamu tersenyum adalah dia bukan aku."
~Jingga dan Senja~
Tepat pukul enam pagi Bella sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin sambil sesekali bersenandung kecil karena hari yang terbilang masih pagi membuat Bella tidak ingin marah-marah seperti kemarin lagi. Tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang menepuk pundaknya dengan sedikit kencang hingga membuatnya terperanjat.
“Eh kucing mati kecebur got!” latah Bella yang hanya ditanggapi kekehan dari orang yang mengejutkannya.
“Inalillahi, Kak David. Ngagetin aja, deh! Kalo jantung gue copot gimana? Emang lo mau tanggung jawab?”
Lagi dan lagi David terkekeh, “Lagian lama banget, ngapain aja sih lo?”
“Ngaca, Kak.”
“Nggak usah ngaca, kasian nanti kacanya pecah.”
Bella mencebikkan bibirnya. “Kurang ajar!”
“Ada pacar lo tuh di bawah.”
Bella tampak berpikir dengan ucapan David, karena setahunya ia tidak memiliki pacar, teman laki-laki yang dekat pun tidak ada karena kebanyakan dari mereka sudah pergi.
“Siapa, Kak?”
“Dih mana gue tahu, lah! Pacar juga pacar lo bukan pacar gue!” jawab David ketus, mungkin sifat ini lah yang diturunkan David kepada Bella.
“Ya udah sana samperin.”
“Iya.”
David berjalan ke arah pintu namun ia kembali membalikkan badannya saat melihat Bella yang masih saja terdiam di kamarnya.
“Buruan!”
“Iya, Kak David!”
Bella keluar dari kamarnya untuk menemui cowok yang tadi disebut sebagai pacarnya. Ia berharap bahwa sosok itu bukan lah sosok manusia aneh bin gila yang kemarin baru saja ia temui di sekolah. Namun, harapannya sirna begitu saja saat ia melihat sosok makhluk astral yang tengah tersenyum lebar ke arahnya. Tentu saja sosok itu adalah Jingga.
“Hai, Senja.”
Bukannya membalas sapaan tersebut Bella malah berkata ketus, “Ngapain lo ke sini?! Pake acara ngaku-ngaku pacar gue segala lagi!”
“Ya mungkin sekarang belum, nggak ada yang tahu 'kan apa yang akan terjadi selanjutnya? Bisa aja nanti, besok atau lusa kita pacaran. Iya, nggak?”
“Nggak.”
“Iya kali.”
“Nggak pernah dan nggak akan pernah.”
“Tapi kalau gue maunya iya, gimana?”
“Nggak.”
“Tapi gue maunya iya.”
“Tapi gue maunya nggak.” Bodoh, kenapa juga Bella masih saja menanggapi perkataan Jingga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga dan Senja [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] SUDAH TERBIT, PART LENGKAP! Langit senja yang kerap kali menampilkan warna jingga yang indah kala itu terlihat begitu polos. Tak ada lagi jingga yang menghiasi langit senja tersebut namun itu bukan akhir dari perjalanan kita...