11. Kehilangan

3.8K 216 9
                                    

"Percayalah tidak ada yang lebih menyakitkan selain kehilangan orang yang kita sayang."

~Jingga dan Senja~

"Mama saya kenapa, dok?"

"Saya sudah berusaha sesuai kemampuan saya. Namun, Tuhan berkata lain, Mama kamu tidak bisa diselamatkan," jelas dokter dengan penuh penyesalan karena gagal menyelamatkan pasiennya.

Tubuh Bianca meluncur bebas di lantai rumah sakit. Hancur sudah harapannya sekarang pada akhirnya hal yang selama ini ia takutkan terjadi juga. Pada akhirnya ia harus kehilangan sosok malaikat yang selalu ada untuknya bagaimanapun kondisi Bianca. Sosok malaikat yang selalu mau mendengarkan keluh kesahnya.

Jingga menundukkan tubuhnya untuk memberikan seluruh kekuatannya kepada Bianca. Ia tahu betul apa yang saat ini tengah dirasakan Bianca.

Jingga menarik tubuh Bianca ke dalam pelukannya membiarkan Bianca mengeluarkan seluruh tangisannya. Bahkan, ia tidak peduli jika pada akhirnya baju yang ia kenakan harus basah karena air mata Bianca.

"Gue udah nggak punya siapa-siapa lagi, Ga. Gue udah kehilangan seseorang yang paling berharga, gue udah kehilangan Mama gue, Ga," tutur Bianca tak kuasa menahan tangisnya.

"Iya, gue tau, kok, gimana rasanya kehilangan orang yang kita sayang apalagi kehilangan seorang Ibu. Tapi, lo jangan pernah menyerah, ya, hidup lo masih panjang, kejar cita-cita lo. Gue yakin Tante Sisil akan senang kalau melihat lo sukses dan jangan pernah bilang kalo lo udah nggak punya siapa-siapa lagi, lo masih punya gue, lo masih punya sahabat, dan masih ada Mama gue, lo bisa anggap dia sebagai Mama lo sendiri."

"Makasih, Ga, lo emang satu-satunya sahabat gue yang paling peduli."

~Jingga dan Senja~

Hujan terus mengguyur kota Jakarta, membuat gundukan tanah menjadi basah namun Bianca masih tetap setia menemani mamanya yang sudah di kuburkan satu jam yang lalu.

"Ca, pulang, yuk. Besok kita ke sini lagi Mama gue pasti udah nungguin di rumah,  katanya lo mau minum cokelat panas," ujar Jingga berusaha mengajak Bianca pulang. Namun, sepertinya hal itu hanya akan sia-sia saja karena Bianca tidak menggubris perkataan Jingga.

"Mau sampai kapan lo di sini, Ca? Hujannya udah makin deres, lo harus bisa mengikhlaskan orang yang udah pergi, Ca!"

"Lo nggak tahu, Ga, gimana rasanya kehilangan orang tua!"

"Gue tahu karena gue juga pernah merasakannya, tapi ya udah lah mau diapain lagi lo harus bisa mengikhlaskannya, Ca!"

"Lo nggak tahu, Ga! Karena seenggaknya lo masih punya seorang Ibu! Sedangkan gue? Gue udah nggak punya siapa-siapa lagi, Ga, gue udah kehilangan kedua orang tua gue!"

"Iya gue tahu, tapi sekarang kita pulang dulu ya kalo lo hujan-hujanan gini terus nanti lo bisa sakit. Gue yakin Tante Sisil bakalan sedih kalo liat lo kayak gini terus, Ca. Jadi, kita pulang, ya?" Jingga mencoba melembutkan suaranya agar Bianca mau mengikuti perintahnya.

Bianca menggelengkan kepalanya. "Lo duluan aja."

"Ca."

Bianca tetap terdiam sebelum akhirnya menyetujui ajakan Jingga.

"Ya ampun, Bianca! Badan kamu basah banget ganti baju dulu, ya, pake baju Tante biar kamu nggak masuk angin," ucap Lisa saat Bianca baru saja menginjakkan kakinya di rumah Jingga.

Jingga dan Senja [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang