"Semua ini belum berakhir."
~Jingga dan Senja~
"Pulang sana! Udah malem, besok sekolah."
"Nggak mau sekolah, mau di sini aja. Nemenin Jingga."
"Sekolah Senja, jangan jadi anak bandel deh. Bolos-bolos gitu."
"Sekali aja."
"Nggak ada! Pokoknya Senja nggak boleh bolos-bolosan apa pun alasannya!"
"Nggak mau ih! Mau di sini aja pokoknya! Nggak boleh ngatur-ngatur! Jingga bukan polisi lalu lintas yang suka ngatur-ngatur orang!"
"Senja sayang, pulang ya udah malem, besok kan Senja harus sekolah," ucap Jingga lembut.
"Nggak mempan." Bella menjulurkan lidahnya ke arah Jingga seolah tengah meledek Jingga.
"Pulang nggak!"
"Nggak mau!"
Bella menoleh ke arah Lisa. "Tante, Jingga-nya nyebelin."
"Jingga bener, kamu harus pulang. Lagian kan ada Tante yang jagain Jingga, ada Bianca juga, ada Dokter sama Suster juga."
"Tuh Bianca boleh nungguin Jingga masa Bella nggak boleh!" Bella mengerucutkan bibirnya.
"Nanti Kakak kamu nyariin."
"Kak David mah gampang, aku bisa izin sama dia. Boleh ya Tante?" Bella memasang raut wajah memohon kepada Lisa yang akhirnya dibalas anggukan olehnya.
"Yeayy! Makasih, Tante baik deh nggak kayak yang itu."
"Nyindir aja terus nyindir."
~Jingga dan Senja~
Bella merasa asing dengan ruang tempatnya berada, seingatnya, selamam ia tidur di sofa rumah sakit, namun yang sekarang ia lihat hanyalah sebuah ruangan dengan dinding serba putih. Tidak terlihat seperti rumah sakit.
Bella terus berjalan menyusuri ruangan yang sangat luas namun ruangan itu sangat kosong dan hampa, tak ada benda apa pun di dalamnya bahkan atap pun tak ada. Bella tidak tau di mana ia berada sekarang.
Perlahan muncul sebuah cahaya terang dari arah depan, cahaya yang menyilaukan mata. Setelahnya, yang ia lihat adalah Jingga. Sosok itu tersenyum hangat kepada Bella, sebenarnya ia merasa takut berada di ruangan seperti ini namun jika sudah ada Jingga semua ketakutan itu menghilang.
Jingga berjalan ke arahnya tanpa melepaskan senyumannya. Tetapi ada yang aneh dengan Jingga. Kali ini ia tidak lagi memakai pakaian rumah sakit, ia hanya mengenakan pakaian serba putih, dan kepalanya pun ditumbuhi rambut yang amat tebal bahkan wajahnya pun terlihat berseri, tidak telihat pucat sama sekali. Sama seperti dulu, sebelum ia sakit. Mungkin saja Jingga telah sembuh dari penyakitnya. Jika memang benar Bella merasa sangat bahagia.
"Jingga, ini di mana?" tanya Bella, untuk menghilangkan kebingungannya.
Jingga tidak menjawab ia hanya tersenyum lalu tangannya mengusap puncak kepala Bella. Begitu lembut sampai-sampai Bella merasa ingin tidur saja.
"Ga, pulang yuk! Di sini nggak enak, nggak ada apa-apa."
"Iya kita pulang, tapi kita nggak bisa pulang bareng."
"Loh kenapa?"
"Karena kita tujuan kita berbeda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga dan Senja [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] SUDAH TERBIT, PART LENGKAP! Langit senja yang kerap kali menampilkan warna jingga yang indah kala itu terlihat begitu polos. Tak ada lagi jingga yang menghiasi langit senja tersebut namun itu bukan akhir dari perjalanan kita...