15. Sebuah kejujuran

3.4K 325 39
                                    

"Memilikimu adalah sebuah ketidak mungkinan, tetapi melupakaanmu adalah sebuah kemustahilan."

~Jingga dan Senja~

"Kak?" panggil seseorang saat Jingga sedang bercanda bersama beberapa teman sekelasnya.

Jingga menoleh dan mendapati Farenca sedang berdiri dengan wajah yang terlihat gugup. Entah apa yang menyebabkannya seperti itu.

"Kenapa?"

Seringaian dari teman-temannya pun mulai terlihat. Ia yakin sebentar lagi mereka akan meledek Jingga habis-habisan.

"Cewek baru lagi, Ga?" tanya Gafar—sahabat Jingga yang juga menjabat sebagai ketua kelas.

Jingga tidak membalas pertanyaan Gafar dan memilih untuk menatap Farenca yang kini tengah menunduk.

"Mau apa?" tanya Jingga sekali lagi.

"Nanti sore sekitar pukul empat Kakak ada acara nggak?"

"Nggak."

"Aku mau bicara sesuatu sama Kakak, bisa?"

"Sekarang aja."

"Nggak bisa, Kak, aku maunya nanti sore di taman yang dekat dengan toko buku Permata, bisa nggak?"

"Ya udah."

Farenca tersenyum tipis, "Aku kembali ke kelas dulu, ya, Kak, makasih buat waktunya," katanya lalu berjalan meninggalkan Jingga dan teman-temannya yang sudah bersiap meledeknya, namun sebelum hal itu terjadi Jingga terlebih dahulu mencegahnya.

"Nggak usah bahas yang tadi, gue nggak ada hubungan apa-apa sama dia."

"Lo nemu cewek cakep dari mana, sih, Ga? Bagi-bagi apa sama gue," kata Gafar lagi karena dia termasuk salah satu playboy di sekolahnya.

"Cewek itu bukan barang ataupun makanan yang bisa dibagi-bagi sesuka hati lo, lagian kalo lo suka ya udah deketin aja, tapi jangan disakiti."

"Gue suka gaya lo, Ga," ucap Kenzie sambil bertepuk tangan, membuat posisi Gafar semakin terpojokkan.

~Jingga dan Senja~

Hari ini, tepatnya pukul empat sore Jingga menepati janjinya kepada Farenca untuk menemuinya di sebuah taman yang terletak tak jauh dari toko buku yang sudah sangat ia kenal.

Saat tiba Jingga langsung mencari keberadaan Farenca dan ternyata tidak sulit untuk menemukan Farenca karena ia sudah terlihat sedang menunggunya sambil sesekali tersenyum memperhatikan beberapa anak kecil yang sedang berlarian ke sana-kemari bersama teman-temannya yang lain.

"Udah lama?" tanya Jingga lalu tak lama duduk di samping Farenca tanpa bertanya terlebih dahulu. Toh, tidak ada lagi orang yang sedang ditunggunya.

Farenca menggeleng, " Baru sekitar satu jam yang lalu, Kak."

Satu jam yang lalu? Itu waktu yang cukup lama untuk menunggu seseorang, tapi mengapa ia mengatakan bahwa ia baru saja menunggunya?

"Aku emang suka ke taman cuma buay menyaksikan anak-anak kecil bermain, karena buat aku itu sudah cukup membahagiakan, aku pengin kembali lagi kayak mereka, biar aku nggak perlu merasakan beratnya kehidupan yang aku jalani sekarang. Jadi, kalau cuma satu jam, itu nggak masalah buat aku. Lagian 'kan emang aku yang terlalu bersemangat jadi aku datang satu jam dari yang aku janjikan tadi pagi di sekolah," katanya seolah menjawab pertanyaan yang ada di kepala Jingga.

Kali ini Jingga tidak lagi menatap Farenca dan mengalihkan pandangannya ke arah anak-anak kecil, sama seperti yang dilakukan oleh Farenca, seolah anak-anak itu begitu menarik bagi mereka sehingga tak ada satupun yang bersuara.

Jingga dan Senja [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang