13. Tentang Sahabat

3.4K 169 10
                                    

Mungkin suatu saat nanti semua orang akan pergi meninggalkan mu tapi ingatlah kalau kalian masih mempunyai seorang sahabat yang selalu ada untuk kalian apa pun keadaannya
Jangan pernah sia-siakan sahabat selagi mereka masih ada nanti kalau mereka udah pergi baru nyesel-Jingga

~Jingga dan Senja~

Jingga memarkirkan motornya di depan sebuah cafe ternama yang ada di kota Jakarta.

"Lo ngapain bawa gue ke sini?"

"Mau nyuruh lo nyalon."

Bianca terbahak atas jawabannya Jingga. "Oke sip jadi sekarang cafe udah pindah haluan jadi tempat orang buat nyalon."

"Kan dari dulu ogebnya nggak pernah ilang, udah buruan masuk nggak usah banyak komentar!"

Bianca mengikuti perkataan Jingga namun tak urung ia terus tertawa menurutnya Jingga itu sangat lucu jika ia sedang merasa kesal atau marah.

Jingga menoleh ke arah Bianca yang masih saja menertawainya padahal menurutnya tidak ada yang lucu dari dirinya.

"Nggak usah ketawa-ketawa gitu, lo serem kalo ketawa."

Bianca menghentikan tawanya saat mendengar perkataan Jingga dan tanpa aba-aba tangannya melayang begitu saja ke lengan Jingga membuatnya harus meringis kesakitan.

"Lo mau pesen minuman apa?" tanya Jingga saat keduanya telah memilih tempat duduk di bagian paling ujung cafe itu agar bisa melihat pemandangan ke arah jalanan Ibu Kota yang entah sejak kapan menjadi basah karena ulah langit yang mengeluarkan air matanya.

"Vannila latte aja deh."

Jingga mengangguk atas jawaban dari Bianca dan kemudian memanggil pelayan caffe itu untuk memesan minuman.

"Vannila latte nya satu sama air mineral yang dingin aja ada Mbak?" tanya Jingga saat pelayan itu tiba di tempat duduknya.

"Ada Mas ditunggu aja ya," ucap pelayan itu dengan ramah dan dibalas anggukan oleh Jingga.

"Kok lo cuma pesen air mineral doang Ga?"

"Nggak papa gue cuma nggak suka minum kopi aja."

"Halah dulu lo kan paling suka kalo udah menyangkut masalah kopi bahkan lo sering banget ngedus-ngendusin kopi karena kata lo aromanya itu bisa nenangin pikiran lo."

"Kalo masalah aromanya sampai sekarang juga gue masih suka tapi kalo kopi nya nggak lagi, soalnya kopi itu pahit kayak kisah cinta gue yang pahit kecuali kalo minumnya sama orang yang gue cinta mungkin rasanya jadi lebih manis."

Tak lama setelah itu pelayan cafe datang dengan membawa pesanannya.

"Vannila latte nya satu dan air mineralnya satu, jadi semua pesanannya sudah lengkap ya mas," ucap pelayan cafe itu sambil mencoret daftar pesanan yang ada di bukunya.

"Iya Mbak makasih ya," kata Jingga yang dibalas anggukan ramah oleh pelayan cafe.

Setelah pelayan itu kembali ke tempat kerjanya Bianca kembali bersuara, melanjutkan perkataan yang tadi sempat ingin ia ucapkan namun harus tertahan di dalam mulutnya karena pelayan cafe yang datang mengantarkan pesanannya.

"Curhat aja terus sampe mampus!"

Setelah mengatakan itu Bianca memilih untuk diam dan meminum minuman yang sudah menjadi favoritenya sejak kecil sambil menatap ke arah jalanan yang masih diguyur hujan yang cukup deras, hening tidak ada satu pun yang membuka suara sebelum akhirnya Jingga memutuskan untuk membuka suaranya terlebih dahulu, mungkin ia tidak menyukai suasana canggung seperti ini.

"Ca."

"Hmm," gumam Bianca tanpa melirik sedikit pun ke arah Jingga.

"Tadi gue denger lo berantem ya sama sahabat-sahabat lo?"

Bianca tidak menggubris sedikit pun pertanyaan yang dilontarkan Jingga terutama ini menyangkut kedua sahabatnya, Bianca sangat malas jika harus mengingat-ingat kejadian tadi lagi.

"Jangan berantem-berantem gitu dong Ca biar bagaimana pun juga mereka tetep sahabat lo walaupun mungkin terkadang sifatnya suka bikin kita ngerasa jengkel tapi kalo yang namanya sahabat yang akan tetap menjadi sahabat."

Dan perkataan Jingga kali ini berhasil membuat Bianca menoleh ke arahnya untuk menghela napasnya sebelum mengatakan semua yang sudah ingin ia katakan.

"Tadi lo bilang biar bagaimana pun juga mereka tetep sahabat gue?" Jingga mengangguk setuju atas pertanyaan Bianca.

"Terus kalo mereka nggak ada saat gue membutuhkan mereka, saat gue nggak tau harus kayak gimana lagi karena waktu itu Mama, satu-satunya keluarga yang gue punya saat itu kabur dari rumah sakit, saat Mama gue kritis di rumah sakit dan saat Mama gue menutup mata untuk yang terakhir kalinya. Apakah itu masih layak untuk dikatakan sebagai seorang sahabat?" tanya Bianca dengan air mata yang kembali menetes membasahi pipinya setiap kali ia mengingat kejadian itu.

"Mungkin mereka nggak tau."

"Gue udah mengabari mereka Ga tapi nggak ada satu pun dari mereka yang membalas pesan-pesan dari gue bahkan saat gue telpon pun mereka nggak mengangkatnya."

"Kenapa lo nggak tanya dulu sama mereka alasan kenapa mereka nggak membalas pesan dan mengangkat telpon dari lo? Siapa tau aja kan pas kejadian itu mereka lagi ada urusan keluarga yang mungkin nggak bisa ditinggalin juga."

"Nggak ngapain banget paling-paling juga mereka ke bar berduaan sama cowok-cowok di sana."

"Jangan negative thinking dulu belum tentu kan apa yang lo pikirkan itu bener."

Bianca tidak menjawab perkataan Jingga dan memilih untuk mengalihkan pandangannya kembali ke arah jendela.

"Coba lo selesaikan masalah lo baik-baik emangnya lo mau kehilangan sahabat lo gitu aja? Nyari sahabat itu nggak mudah loh Ca lo menganggap mereka itu buruk belum tentu kan kalo nanti lo punya sahabat lagi sifatnya itu lebih baik dari mereka? Jadi selesaikan masalah lo baik-baik selagi itu masih bisa dan jangan sia-siakan sahabat lo selagi mereka masih ada, jangan nanti lo menyesal pas di akhir ketika sahabat lo pergi meninggalkan lo untuk selamanya pada akhirnya lo akan kehilangan orang-orang terdekat lo untuk yang kesekian kalinya. Lo nggak mau kan semuanya itu terulang kembali?"

Bianca menggelengkan kepalanya tanda bahwa ia tidak menginginkan semuanya kejadian buruk itu terulang kembali.

"Makanya besok lo ngomong baik-baik sama mereka kalau bisa lo ungkapin semuanya ke mereka biar mereka juga bisa mengerti apa yang lo rasain kalau pun lo marah terus kayak gini dan mulai menjauhi mereka, mereka juga nggak akan pernah mengerti perasaan lo gitu aja."

Bianca menganggukan kepalanya, menyetujui semua kalimat yang dikatakan Jingga. "Makasih ya Ga."

Jingga mengangguk sebagai balasannya. "Hujannya udah reda kita pulang sekarang ya," ucap Jingga yang dibalas anggukan oleh Bianca.

Bianca merasa sedikit lebih tenang karena mendengar semua perkataan Jingga, ia sangat bersyukur karena walaupun ia sudah kehilangan kedua orangtuanya ia masih mempunyai sesosok sahabat seperti Jingga yang selalu ada kapan pun ia membutuhkan seseorang yang dapat ia jadikan sebagai tempat bersandar kala ia merasa sedih.

Dan satu hal lagi yang dapat ia pahami bahwa kehadiran seorang sahabat adalah hal terpenting di dalam hidupnya, sekarang ia sudah menyadari bahwa ia sangatlah membutuhkan seorang sahabat, sahabat yang selalu mendukungnya, sahabat yang selalu ada di saat ia membutuhkan dan ia sudah tidak peduli jika nanti ia tidak mempunyai banyak teman lagi asalkan ia tetap mempunyai sahabat yang selalu ada di sampingnya.

~Jingga dan Senja~

Duh jd miss sama my bestfriend nih wkwk. Semoga mereka baca cerita aku yang ini biar tau kalo aku lagi kangen mereka hehe:v
And sorry banget ya buat beberapa part ini aku fokusin ke Bianca dulu tapi tenang aja the next capt pasti aku kembali lagi ke Bella karena aku tidak bisa jauh-jauh dari Bella apalagi dari Jingga hehe

I feel enough i hope you like it thanks for reading

Na

Jingga dan Senja [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang