36. Kehilangan

3.2K 175 19
                                    

"Hidup itu seperti kopi ; bisa manis dan pahit dalam waktu bersamaan."

~Jingga dan Senja~

Bella memutuskan untuk tidak langsung pulang, ia berkunjung ke salah satu kedai kopi di daerah Jakarta, yang kebetulan tak sengaja terlintasi oleh Bella saat ia tengah berjalan tak tentu arah tadi.

Bella memasuki kedai tersebut, aroma kopi langsung menyeruak ke dalam indera penciuman Bella, baginya aroma kopi itu sangat menenangkan, sama halnya seperti aroma sebuah buku dan juga aroma hujan dan tiga hal itu lah yang paling Bella sukai, sebenarnya ada satu hal lagi yang Bella sukai yaitu, saat-saat bersama Jingga.

Bella berjalan memasuki kedai tersebut dan memilih duduk di ujung kedai agar ia bisa terhindar dari keramaian, agar ia bisa membaca surat Jingga dengan tenang dan kalau pun nanti ia menangis, tidak akan ada yang mengetahuinya.

"Mau kopi rasa apa Mbak?" tanya seorang barista dengan penampilan layaknya seorang preman, karena rambutnya ia biarkan tumbuh panjang dan ia ikat seperti kebanyakan perempuan. Tubuhnya juga terlihat sedikit besar hanya saja ia tidak memakai tato.

Bella melihat-lihat daftar menu di dalam buku tersebut. "Macchiato 1 deh Mas."

"Sebentar ya Mbak, saya akan membuatkan kopi dengan rasa paling enak untuk Mbak yang kelihatannya sedang bersedih," katanya sambil tersenyum ramah.

Tak lama barista itu kembali dengan membawa secangkir kopi yang katanya akan ia racik se-enak mungkin.

"Makasih Mas." Bella tersenyum. "Eh iya Mas di sini ada sebuah kalimat yang mengatakan "Selama masih ada kopi orang-orang dapat menemukan kebahagiaannya di sini." lalu kalau setelah saya pergi dari sini, saya masih belum bisa menemukan kebahagiaan saya bagaimana?"

"Pertanyaan yang menarik. Bolehkah saya duduk di sini?" tanya barista itu yang langsung dibalas anggukan oleh Bella.

"Begini Mbak, sejauh ini sih para pengunjung yang telah datang ke sini selalu saja menemukan kebahagiaannya, mereka bilang dengan mereka menikmati secangkir kopi yang mereka pesan di sini, mereka akan merasa lebih tenang, mereka yang sebelumnya merasa sedih bisa kembali bahagia hanya karena cita rasa dan aroma yang dihasilkan oleh kopi tersebut. Mereka yang mendapatkan kebahagiaannya adalah mereka yang mencoba menikmati setiap tegukan kopi mereka."

"Lalu bagaimana kalau kebahagiaan saya sudah hilang sebelum saya datang ke sini?"

"Tidak ada kebahagiaan yang hilang, semua bisa kita ciptakan dengan berbagai cara. Saya tau dunia ini memang kejam, terkadang dunia sering kali bertindak tidak adil terhadap kita, namun dari setiap kejadian yang kita alami pasti selalu ada pelajaran yang dapat kita ambil."

Bella tersenyum, tangannya terus saja membolak-balikkan amplop yang tadi diberikan Bianca.

"Maaf Mbak. Kalau boleh tau, itu amplop isinya apa ya?"

"Surat," jawab Bella sekenanya, matanya masih menatap lurus amplop tersebut.

"Surat dari seseorang yang sangat berarti ya Mbak?"

Bella mengangguk.

"Dibuka saja kalau begitu, takutnya isi suratnya penting."

"Tapi saya takut."

"Takut kenapa? Mungkin saja isinya tak jauh beda dengan surat cinta, banyak gombalannya, remaja zaman sekarang kan begitu." Barista itu terkekeh pelan.

"Mungkin kalau posisinya masih seperti dulu, saya akan senang-senang saja membaca surat seperti itu. Namun untuk sekarang ini saya takut. Saya takut jika saya membaca surat ini, saya akan menangis lalu saya akan membuat dia kecewa."

Jingga dan Senja [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang