Bathophobia - 11

1.6K 147 2
                                    

Warning:
Bab 11 dan 12 mengandung flashback. Penggunaan POVnya juga beda. Dan memuat banyak narasi. Kalo di awal bab ada bulan dan tahun itu berarti bab flashback. Tolong jangan muntah pas baca bab ini /nyengir/

April, 2012

"Mama, serius?" Abim mendekatkan badannya ke Alena, Si Ibu yang mengenakan terusan selutut bewarna merah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mama, serius?" Abim mendekatkan badannya ke Alena, Si Ibu yang mengenakan terusan selutut bewarna merah.

Alena mengangguk. "Iya. Gimana menurut kamu?"

Abim menghela napas. Tampak berpikir. "Kalau mama bahagia, Abim setuju," jawabnya. Meski jauh di dasar hatinya kebimbangan masih meliputi. Tapi, asal mamanya bahagia, Abim akan melakukan apa pun.

Alena tersenyum haru.

"Kalau dia bisa menjaga Mama dan bikin Mama bahagia, Abim nggak masalah, Ma, kalau mama menikah lagi." Abim memegang tangan Alena lembut. "Maaf, selama ini Abim kurang perhatian ke Mama. Dan mungkin dengan begitu Mama nggak ngerasa sendirian lagi. Apalagi Abim sama Asa sibuk sekolah kan."

Alena membalas mengenggam tangan anak sulungnya. Setetes air mata jatuh mengaliri pipi kanan Alena.

Prang.

Alena dan Abim reflek melihat ke arah suara benda pecah. Mereka yang duduk di teras belakang rumah melongokkan kepala ke pintu yang membatasi mereka dengan Jingga. Gadis yang rambutnya dikuncir dua itu berdiri kaku. Matanya menatap tidak percaya ke kedua orang di depannya. Bulir-bulir kecil air sudah membasahi pipi tembem gadis itu. Di kedua kakinya berserakan pecahan piring.

Jingga berbalik, berlari ke arah kamar tanpa memerdulikan kakinya yang menginjak pecahan piring. Gadis itu menangis tersedu-sedu.

Dia mengambil ransel besar. Memasukkan asal pakaiannya ke dalam ransel. Masih dengan menangis, dia mengumpat atas sesuatu yang sangat membuatnya marah. Dia tidak mau mamanya menikah lagi. Dia tidak ingin punya ayah baru. Pikiran Jingga yang masih selayaknya anak umur 12 tahun, membayangkan jika ayah tiri pasti jahat. Meski tidak, dia tetap tidak suka. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi papanya. Tidak akan pernah ada.

Alena dan Abim masuk ke dalam kamar Jingga. Melihat gadis itu mengepaki barangnya terburu-buru.

"Asa, kamu ngapain?" Alena bertanya panik.

"Asa mau pergi. Asa nggak mau punya papa baru," jawab Asa masih menangis.

"Asa, dengerin mama ya sayang ya?" Alena mendekat, berusaha membuat anak bungsunya menatap dirinya.

"Nggak. Kalau mama nikah lagi, Asa keluar dari rumah," ancam gadis itu.

"Asa." Abim berusaha berbicara. "Jangan gitu, dengerin mama dulu."

"Dengerin kalo mama mau nikah lagi? Kalo Asa bakal punya papa baru? Kalo mama bakal bahagia dengan keluarga barunya?!" Jingga menjerit saking terluka hatinya.

BathophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang