Bathophobia - 17

1.6K 138 2
                                    

"Karena aku nggak mau fobia jadi ngerusak jiwamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Karena aku nggak mau fobia jadi ngerusak jiwamu."

Perkataan Kelana tadi siang terus terngiang. Bukan karena maksud kepeduliannya yang membuatku terus memikirkan hal itu, melainkan karena aku merasakan sesuatu yang lain saat dia mengucapkannya. Seolah dia tidak ingin kejadian yang sama terulang.

Waktu aku tanyakan apa maksudnya, Kelana hanya bilang bahwa dia tidak bermaksud apa-apa. Lalu mengalihkan pembicaraan sehingga aku lupa dan tidak mengungkit soal itu lagi. Ya gimana mau ngungkit kalau seharian tadi aku dibuat ketawa terus?

Sembari menggosok rambutku yang basah dengan handuk, aku memutar ulang kejadian tadi. Aku menatap pantulan sendiri di cermin, lalu pantulan diriku berubah menjadi kegiatanku dan Kelana hari ini, seperti film romansa yang ditayangkan. Perlahan, senyum terbit di bibirku. Perasaan senang itu kembali hadir, terlepas dari Kelana yang memaksaku menyentuh air pantai.

Setelah rambutku sedikit kering, aku keluar dari kamar mandi. Malam ini, Kelana membiarkan lampu kamar menyala. Aku senang atas perubahan sikapnya yang tampak sudah menerima kehadiranku--yang omong-omong melanggar batas teritorinya. Jadi, sekarang aku bisa kembali tidur di ranjangku. Yey!

Langkahku terhenti saat berjalan mendekati ranjang untuk mengistirahatkan diri. Wajah Kelana yang sedang tidur membuat kakiku mengerem dadakan. (Bahkan, kakiku saja naksir pada ketampanan wajah Kelana.) Seperkian menit aku merasa diliputi cahaya terang dengan bintang-bintang dan nyanyian malam penuh romantisme. Padahal aku hanya memandang laki-laki yang biasa aku pandang ketika dia berenang. Dulu, aku merasa tidak begini. Jadi, kenapa?

Oh, tidak!

Terlalu banyak jadi dan hipotesis di sini. Aku tidak bisa membiarkan ucapan Tasya benar adanya. Tidak bisa.

Menggeleng-gelengkan kepala keras-keras, aku berusaha menepis cahaya dan bintang-bintang itu. Yang terjadi malah kepalaku dipenuhi pelangi. Mood melukisku mendadak muncul. Lalu, wajah Kelana terbayang.

Buru-buru aku mengambil kanvas dan alat lukisku yang tersimpan di lemari meja belajar. Meletakkan kanvas di easel, kemudian menuangkan cat ke dalam palet.

Aku mensejajarkan diri dengan posisi Kelana yang sedang tidur. Mengamati garis wajahnya, naik turun dadanya, serta selimut yang menyampir di tubuhnya. Lalu, tanganku bergerak dengan lancar. Melukiskan apa yang mataku pandang, apa yang ragaku rasa, apa yang otakku pikir, dan apa yang terjadi dalam debaran jantungku. Berdetak terus seolah memberikan nyawa dalam setiap guratan yang kuhasilkan.

Aku melukis sambil berpikir, masa sih aku naksir begitu saja dengan Kelana hanya karena kejadian kemarin? Kok cepet banget gitu. Maksudnya gini, orang kan biasanya kalau naksir sama orang lain butuh proses, tapi aku cepet banget bahkan nggak ada prosesnya. Atau ada tapi aku nggak sadar?

Mungkin ini cuman sekedar baper biasa. Maklum anak bangsa, dialusin dikit udah bilang naksir aja hehe.

Tapi enggak boleh naksir. Nanti Tasya jadi kesenengan kalau tau dugaanya benar. Lagian ini Kelana gitu lho, atlet songong dan sadis.

BathophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang