mh
Kini kami sedang berada di dalam mobilku yang terparkir.
"Mau apa, Minhyun?" tanya Nayoung dengan suaranya yang pelan.
"Maaf, Nayoung, maaf. Aku benar-benar minta maaf," ucapku sambil menatap kedua matanya.
"Kamu minta maaf karena mau putusin aku ya?" tebak Nayoung yang langsung aku bantah.
"Demi apapun, Nayoung! Aku nggak akan pindah ke lain hati, apalagi itu Chaeyeon!" ucapku.
Nayoung tersenyum manis, yang untuk pertama kalinya terasa meremas hatiku. Sakit.
"Iya ... aku coba percaya," balas Nayoung yang seakan menamparku.
"Nay..."
"Aku nggak marah kalau kamu jujur sama aku, Minhyun. Aku nggak akan marah kalau kamu masih kasih kepercayaan kamu buat aku. Aku nggak akan marah kalau kamu bilang kamu lebih pilih Chaeyeon dibanding aku, aku nggak marah, Hyun," ucap Nayoung masih dengan senyum manisnya. "Kamu bohong kayak gini aja nggak terbesit di pikiran aku buat marahin kamu. Nggak ada perasaan ingin benci kamu. Kamu jalan sama Chaeyeon tanpa aku tahu pun aku nggak marah. Aku cuman ... kecewa."
Hatiku rasanya jatuh dari tempatnya. Bagaimana bisa aku mengkhianati gadis sebaik Nayoung? Pergi kemana otakmu selama ini, Minhyun? Apa benar perkataan Jisung bahwa otakku sudah pindah ke dengkul?
"Nayoung ... maaf."
Nayoung diam, membuatku tidak yakin apa ia mau memaafkanku untuk yang kesekian kalinya.
Bodoh. Bukannya aku yang meminta Nayoung marah agar aku tahu aku salah? Namun aku tidak ingin kemarahannya ini berujung akhir dari segalanya. Aku tidak mau.
"Minhyun," panggil Nayoung.
Aku masih setia menunduk, tidak berani menatap wajah malaikatnya itu.
"Lihat aku, Minhyun," panggil Nayoung lagi.
Aku mengangkat kepalaku, dan untuk kesekian kalinya aku jatuh ke dalam pesona mata indahnya.
"Aku sayang kamu," ucap Nayoung. "Sayang banget sama kamu sampai yang aku mau dari kamu adalah kamu bahagia, entah sama aku, Chaeyeon, atau orang lain. Mungkin kamu nggak percaya tentang cinta tidak harus memiliki, namun aku percaya, Minhyun. Kalau kebahagiaanmu bukan aku, tidak mungkin aku menyiksamu lebih lama lagi, kan?"
Aku menggeleng, menyanggah semua ucapannya.
Tangan Nayoung terangkat untuk menghapus bulir airmata yang membuat anak sungai di pipiku.
"Mungkin banyak orang akan berpikir aku bodoh kalau aku tetap mempertahankan hubungan ini. Namun akan lebih bodoh lagi jika aku menyesalinya di kemudian hari, bukan? Aku mau masih ada kita di antara kamu dan aku. Aku mau mempertahankan hubungan kita jika kamu pun begitu," sambungnya. "Sekarang semua aku pasrahkan ke kamu, Minhyun. Kamu yang memilih untuk mempertahankan atau menghancurkannya. Aku rela jika kamu janji akan selalu bahagia bersama siapapun yang kamu pilih nanti."
"Nayoung ... aku mau kamu."
Nayoung tersenyum, "terima kasih. Tapi aku mohon, pikirkan dalam keadaan jernih, Minhyun. Siapa yang muncul pertama kali di pikiran kamu, siapa yang sebenarnya kamu sayangi sebagai wanita, siapa yang menjadi prioritas kamu. Aku percaya, dialah yang sebetulnya kamu inginkan."
never — 17 — end
Bertahan atau hancur nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
[2.0] never ✔
Fanfic"Tangisanmu adalah kelemahanku. Namun aku tahu, kebahagiaanmu bukanlah bersamaku" "Aku tahu kamu benci jika aku menyukaimu. Namun, hatiku memilihmu, lalu kamu bisa apa?" "Aku tidak akan menggantikan posisimu di hatiku, sekalipun itu kamu yang memint...