Narendra itu, anak yang kuat, enggak gampang sakit, enggak gampang ngeluh, kecuali ngeluh laper, tapi enggak pernah ngeluh kecapean seakan energinya selalu tersedia 24 jam.
Dalam setahun, grafik Narend sakit itu bisa dihitung dengan jari, itupun hanya sakit biasa seperti masuk angin, atau flu, tidak pernah parah.
Siang itu, Narend bangun dengan kepala pusing dan seluruh badannya terasa sakit. Memang, sudah beberapa hari ini dia terlalu memforsir tenaganya di studio karena sebentar lagi akan ada perlombaan yang akan dia ikuti, tapi Narend mengacuhkan kondisi badannya yang tidak sehat, karena hari itu dia juga harus mengajar lagi, menggantikan Orion yang tidak bisa mengajar karena ada keperluan di luar kota.
Narend mengambil handuk yang tersampir di bangku dan berjalan pelan keluar, ke kamar mandi
***
"Rend, lo kenapa ?" tanya Sendy yang saat itu sedang menuang jus di dapur, dilihatnya Narend memasuki dapur dengan wajah sedikit pucat.
"Enggak apa - apa, bang Fazka masak enggak tadi ?" tanya Narend.
"Enggak deh kayaknya, dia buru - buru berangkat sih tadi." Jawab Sendy. "Lo yakin enggak apa - apa ?" tanya Sendy khawatir.
Narend mengangguk, "Yaudah, gue jalan dulu ya. Mau ke studio." Narend bergerak mengambil kunci motor yang ada di atas nakas, kemudian berjalan keluar tanpa sepatah kata.
"Hati - hati rend!" Teriak Sendy, tapi Narend sudah tidak terlihat di sana.
***
Narend, semakin merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya, barusan saja, dia hampir terjatuh saat mengajari anak muridnya gerakan baru.
"Kakak enggak apa - apa ?" tanya salah satu dari mereka saat melihat Narend memijit pelipisnya.
Narend tersenyum kecil kemudian menggeleng.
"Kalau kakak sakit mendingan pulang aja, kita latihanya di ganti hari lain aja."
Narend menghela nafas, kemudian mengangguk. Dia sepertinya butuh istirahat.
Nyatanya, istirahat itu hanya ada dalam pikirannya saja, saat dia sampai rumah sore itu, Narend melihat kakaknya sedang memegang vacum cleaner dan membersihkan karpet di ruang televisi.
"Ngapain bang ?" tanya Narend.
"Lagi bersih - bersih, rumah kotor banget kayaknya." Jawab Mada sambil terus membersihkan karpet.
Tiba - tiba saja, ponsel Mada berdering, Mada cepat - cepat mengangkat telepon itu.
"Halo pak."
"..."
"Revisi lagi pak ?"
"..."
"Baik pak, akan segera saya buat revisinya sekarang."
pip!
"Kenapa bang ?" tanya Narend yang melihat wajah kesal kakaknya.
"Biasa, revisi kerjaan tapi ini belum selesai." Mada menghela nafas, dia tidak suka mengerjakan sesuatu setengah - setengah.
"Sini Narend aja yang lanjutin." Narend mengambil alih vacum cleaner itu.
"Kamu yakin bisa pakainya ?" Tanya Mada sanksi, dia tidak pernah melihat Narend melakukan itu sebelumnya.
Narend mengangguk pelan.
"Yaudah, terus habis itu kamu cuci piringnya sekalian ya. Tolong ya rend." Mada menepuk bahu Narend sekilas sebelum berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Path : Sibling ✔
Fanfiction[ Lokal Fiction Series ] OUR PATH SERIES #1 Mada itu Timur Narend itu Barat Keduanya sangat berbeda, tapi mereka diikat dengan satu tali persaudaraan. ©2017 by LadyInMoonlight