Dante menatap kurang lebih tujuh siswa laki - laki yang sekarang menunduk di tengah - tengah lapangan. Panasnya matahari siang itu semakin membuat panas aura diantara Dante dan murid - muridnya.
"Siapa ketuanya?" Dante bersuara.
Tidak ada yang menjawab.
"Bapak tanya siapa ketuanya ?!" Kali ini suara Dante meninggi.
Kompak semua menunjuk pada anak dibarisan paling kiri.
"Aldan Wijaya." Dante mengeja nama yang terbordir di seragam sekolah yang terlihat kusut itu.
"Jadi kamu bosnya?" tanya Dante, siswa bernama Aldan itu terus menunduk.
"Jawab!"
Aldan mengangguk.
"Mau jadi jagoan kamu? Udah merasa hebat? Kamu punya 9 nyawa kayak kucing sampai - sampai ngajakin temen - temen kamu tawuran?!" Omel Dante.
Alasan kenapa ketujuh muridnya ada di sana adalah, Dante menerima laporan bahwa mereka kemarin terlibat tawuran dengan sekolah lain. Dan sebagai guru BP Dante wajib menindak tegas masalah itu.
Melihat mereka mengingatkan Dante pada dirinya saat masih sekolah dulu, tawuran, berkelahi,babak belur, sudah menjadi teman Dante sehari - hari.
"Apa kalian enggak mikirin, gimana kalau seandainya kalian kenapa - kenapa? Gimana sama keluarga kalian? Apa kalian enggak berpikir sampai ke situ?" Dante kembali melihat satu persatu anak muridnya. "Kalian masih muda, masa depan kalian masih panjang, jangan menghancurkan masa depan kalian dengan kelakuan kalian yang sok jagoan ini!" Dante melanjutkan.
Prok! Prok! Prok!
Semua mata menoleh, tak terkecuali Dante.
Keningnya berkerut saat melihat Narend berjalan mendekat sambil bertepuk tangan.
"Waw.... Kata - kata lo barusan tadi luar biasa." Narend langsung merangkul Dante yang nampak terkejut.
"Lo-"
"Ah, perkenalkan saya Narendra, sahabat guru BP kalian ini." Narend memperkenalkan dirinya pada ke tujuh pemuda yang menatapnya penasaran.
"Jadi, kalian di sini, dihukum karena habis tawuran ya?" tanya Narend.
Mereka mengangguk pelan.
Narend melipat tangannya ke perut, "hmm... Mau mendengar cerita saya?"
Lama, kemudian mereka mengangguk lagi.
"Saya kenal dengan seseorang yang hobi membuat ulah seperti kalian, dulu kami satu sekolah, tapi dia satu tahun di atas saya, saya enggak bisa sebut bahwa kami dulu berteman baik, bahkan bisa dibilang kami itu bermusuhan, kerjanya berantem terus. Tapi kami berdua sama - sama punya kesamaan, sama - sama sering masuk ruang BP, sama - sama sering dihukum, mulai dari bersihin wc, ngepel koridor, hormat di depan tiang bendera, sampai di skors. Saya yakin, kalian juga sering mendapat hukuman seperti itu kan?" tanya Narend.
Ke tujuh pemuda itu tersenyum sebagai jawaban.
"Kalau dilihat dari senyum kalian pasti tebakan saya benar."
"Boleh saya melanjutkan ceritanya?"
"Boleh!" kompak mereka menjawab.
"saya dan orang itu, bisa dibilang murid yang paling nakal dan suka membuat ulah di sekolah, sampai pada suatu hari, orang itu melakukan suatu kesalahan yang membuat saya sangat membenci dia pada saat itu." Narend melirik Dante yang wajahnya sudah terlihat gelisah, Dante tahu betul siapa yang sedang diceritakan Narend, tentu saja kisah mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Path : Sibling ✔
Fanfiction[ Lokal Fiction Series ] OUR PATH SERIES #1 Mada itu Timur Narend itu Barat Keduanya sangat berbeda, tapi mereka diikat dengan satu tali persaudaraan. ©2017 by LadyInMoonlight