Suasana canggung terasa sekali di rumah berlantai dua itu, tidak ada gelak tawa, tidak ada suara teriakan berebut stick PS, bahkan meja makan tidak lagi menjadi tempat mereka berbagi cerita, mereka makan dalam diam, bahkan rasanya bagi mereka makanan yang masuk ke dalam mulut mereka rasanya hambar karena suasana yang kelewat canggung.
Terhitung sudah hampir seminggu sejak pertengkaran besar antara Mada dan Narend, keduanya tidak ada yang mau mengalah, Mada yang terlihat seperti biasa seolah tidak terjadi apa – apa , dan Narend yang seolah menghindari bertatap muka dengan kakaknya, bahkan melakukan aksi mogok bicara. Seminggu ini, Narend lebih sering berada diluar rumah, bahkan hanya menyentuh makanannya sedikit sekali, teman – temannya bisa melihat lingkaran hitam di bawah mata Narend membuat mereka semua khawatir namun tidak mengatakan apapun.
Dan Mada, bukannya tidak tahu tentang kondisi itu, bukan Mada tidak perduli, dia juga khawatir, tapi dia ingin Narend belajar menjadi kuat, meskipun Mada harus meredam rasa bersalahnya sendiri.
"Rend, sarapan dulu." Panggil Fazka saat melihat Narend melintas dengan pakaian rapi.
Narend melirik mereka sekilas, tepatnya pada Mada yang sedang mengunyah roti tawarnya tanpa terlihat akan memanggilnya untuk ikut bergabung.
"Narend berangkat." Pamit Narend begitu saja.
"Narend kemana pagi – pagi gini ?" Tanya Sendy, entah pada siapa di meja makan itu.
"Ke studio, kemana lagi." Orion menjawab sembari tangannya mengambil selai cokelat.
Memang, tidak ada tempat lain yang dituju Narend selain rumah itu, rumahnya, dan studio. Meski Narend punya banyak kenalan, tapi dia jarang keluar bersama mereka.
Semua menoleh pada Mada saat pemuda itu mengambil tasnya beserta kunci mobilnya.
"Gue berangkat."
Dan Mada pergi begitu saja, seolah tidak memperdulikan tatapan teman – temannya padanya.
***
Narend melempar tasnya sembarangan, menyenderkan tubuhnya pada kaca besar yang biasa digunakan untuk latihan. Apakah sekarang dia menjadi pengecut ? mungkin iya, Narend bahkan tidak ingin melihat wajah sang kakak, dia menolak dengan keras keputusan Mada untuk pergi. Apa Narend menjadi egois ? mungkin, Narend hanya takut, apa dia akan terbiasa tanpa kakaknya ? selama 23 tahun hidupnya, Narend sudah bersama Mada, tidak sekalipun mereka berpisah lama, Mada yang selalu ada disampingnya, Mada yang selalu menjaganya meski sekarang mereka sudah sama – sama dewasa, Mada yang selalu mengerti bahwa dia, masih sangat membutuhkan kehadiran sang kakak.
Dan sekarang, Mada berniat untuk pindah, bukan pindah bersama mereka, bukan pula pindah bersama keluarganya, tapi pindah sendirian, ke negeri orang, dan tanpa memberitahunya, seolah dia itu tidak penting untuk mengetahui rencana masa depan sang kakak.
Narend membuka matanya saat mendengar suara pintu terbuka, disusul langkah kaki mendekat. Orion datang, seperti biasa dengan senyum cerahnya.
"Pagi banget datangnya." Komentar Orion sambil menaruh tasnya, memang seharusnya jadwal mereka itu mulai jam 1 siang.
"Lo sendiri, ngapain datang jam segini ?" Narend bertanya.
Orion mengambil posisi duduk bersila di depan Narend, "Nemenin lo. Baik kan gue." Cengir Orion yang dibalas dengan lengosan kepala oleh Narend.
" Lo masih marah karena Mada nggak ngasih tahu lo soal rencana dia ke Belanda ?"
Narend tidak menjawab, bisakah mereka mengerti bahwa Narend ingin tidak mengingat hal itu ?
"Ini nggak adil buat Mada kalau lo terus kayak gini." Lagi Orion bicara.
"Terus apa kabar sama gue ? dia tiba – tiba bilang bakal pindah ke luar, tanpa sepengetahuan gue, dan lo, dan yang lainya udah lebih dulu tahu dibanding gue. Ini juga nggak adil buat gue!" Bentak Narend.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Path : Sibling ✔
Fanfiction[ Lokal Fiction Series ] OUR PATH SERIES #1 Mada itu Timur Narend itu Barat Keduanya sangat berbeda, tapi mereka diikat dengan satu tali persaudaraan. ©2017 by LadyInMoonlight