Sudah menjadi tradisi bagi mereka bertujuh,setiap kali akhir bulan salah satu dari mereka akan memberikan uang lebih untuk membeli bahan - bahan makanan untuk mereka mengadakan makan malam bersama dengan lauk pauk lebih mewah dari biasanya.
Dan bulan ini, adalah giliran Fazka, Fazka meletakan makanan terakhir di meja makan, menatap puas pada hasil makanannya, mie goreng,kentang balado,telur balado, sop ayam, dan sambal andalannya sudah tersedia di meja makan.
"Makanannya udah siap nih! ayo makan!" teriak Fazka dari arah dapur sambil melepaskan apron biru mudanya.
"Wahhhhh...." Yang pertama masuk ke dapur adalah Sendy.
"Bantuin bawa ke ruang makan." Fazka menyuruh Sendy selagi tangannya mengangkat panci berisi sop ayam.
Sendy mengambil alih piring berisi mie goreng dan kentang balado, "Julian! bawain makanan satu lagi nih." Teriakan Sendy membuat Julian yang sedang berkutat dengan kamera dan laptopnya itu bangkit dengan enggan dari sofa.
Satu persatu, kursi di ruang makan itu terisi oleh para pemuda yang kelaparan, dan melihat makanan di depan mata mereka membuat mata mereka berbinar sambil meneguk liur.
Orion, sudah akan mengambil nasi saat tangannya dipukul oleh sendok oleh Fazka. "Mau ngapain ?" tanya Fazka dengan nada galak.
"Ambil nasi lah." Orion menatap Fazka aneh karena pertanyaannya itu, kemudian kembali mengambil centong nasi.
Lagi, tangannya dipukul oleh Fazka, "Mau ngapain ?' Fazka mengulang pertanyaannya.
"Gue kan udah jawab tadi, gue mau ambil nasi! Am-bil na-si." Bahkan Orion sampai mengeja kata - katanya.
"Lo lupa kesepakatan kita ?" Kali ini Dante yang duduk di depan Orion bertanya.
"Kita belum boleh makan sebelum semuanya ada di meja makan." Julian memberikan jawaban.
"Tapi kita semua udah di-"
"Narend belum ada." Potong Mada sambil memberi tatapan tidak senang pada Orion karena melupakan adiknya.
Orion menutup mulutnya, "Maaf."
"Narendra! Ayo turun! makan!" Teriakan Mada membuat Sendy yang duduk di sebelahnya menutup telinganya yang dengengung.
Lama, mereka mendengar pintu kamar atas terbuka, tapi bukan Narend yang turun ke bawah melainkan suara teriakannya. "Narend enggak laper bang." Narend membalas teriakan sang kakak.
Mereka berenam saling pandang, kemudian mengerutkan kening. Kompak, mereka semua meninggalkan meja makan dan berlari ke atas, Mada membuka pintu kamar Narend, mendapati sang adik yang sedang merebahkan diri di kasur sambil membaca komik dengan earphone menempel di telingannya.
"Narend." Mada melepaskan sebelah earphone dari telinga kanan Narend.
Narend melihat teman - temannya berdiri di dalam kamarnya dengan pandangan cemas.
"Kenapa kalian ke sini ? bukannya pada mau makan malam ?" tanya Narend bingung.
Mada duduk di tepian tempat tidur Narend, "Kamu kenapa nggak mau ikut makan ? kamu sakit ?" Mada mengecek suhu tubuh Narend, tapi suhu tubuhnya normal, meski wajah Narend sedikit pucat.
"Enggak bang, Narend enggak apa - apa." Narend menatap kakaknya yang terlihat khawatir.
Tangan Mada menangkup di wajah Narend, menatap adiknya lekat. "Tapi wajah kamu pucet rend, kamu beneran enggak apa - apa ?"
Teman - temannya yang lain juga menatap Narend khawatir, karena Narend menolak makan malam adalah salah satu kejadian langka, dan pasti mengundang curiga mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Path : Sibling ✔
Fanfiction[ Lokal Fiction Series ] OUR PATH SERIES #1 Mada itu Timur Narend itu Barat Keduanya sangat berbeda, tapi mereka diikat dengan satu tali persaudaraan. ©2017 by LadyInMoonlight