1. AyT

393 11 9
                                    

Ratu malam kini menguasai langit. Hembusan angin kian menusuk dikulit. Kutadahkan kepalaku, menatap ribuan bintang yang saling berkedip. Sudah berapa lama aku disini. Lelah, mungkin ini yang aku rasakan sekarang. Aku benar-benar ingin pulang.

Kualihkan atensiku pada jam yang melekat ditangan kiriku. Bila kuhitung lagi, aku sudah menunggu selama 3 jam 18 menit disini. Puluhan pesan sudah aku kirim padanya, belasan panggilan sudah aku lakukan, tapi tak ada satupun balasan yang aku dapat.

Bisa saja aku putuskan untuk pulang. Tapi aku takut dia datang kesini saat aku memutuskan untuk pulang. Alhasil aku menunggunya disini. Bodoh memang. Tapi mau bagaimana lagi. Janji tetaplah janji.

'Seharusnya aku langsung pulang saja tadi' Sesalku dalam hati.

Lelah menunggu akupun mulai beranjak dari tempat ini. Kuputuskan untuk pulang. Lagipula jam ditanganku sudah menunjukan angka 08.48. Sudah cukup malam.

Angkutan kota sudah jarang yang beroperasi saat ini. Akupun memesan jasa ojek online. Mempertimbangkan jalanan malam cukup rawan dan keinginan untuk cepat sampai dirumah jadilah hanya ojek online solusi yang kumiliki saat ini.

***

"Assalamu'alaikum" Salamku setelah membuka pintu rumah.

"Wa'alaikumsalam, lah Nad ko baru pulang?" Bunda langsung menghampiriku. Terlihat sangat jelas raut khawatirnya.

"Iya Bunda, maafin aku. Aku udah sms Bunda kan tadi mau mampir ke toko buku dulu"

Yah aku memang tidak berbohong. Aku mampir ke toko buku. Lalu menunggu seseorang yang bahkan tak kunjung datang ataupn mengabariku.

"Aku ke kamar dulu yah Bunda, capek banget hari ini" lanjutku.

"kamu gak makan dulu sayang?" Bunda memang selalu perhatian seperti ini.

"Aku pass aja Bun, lagian udah malem. Ntar aku gemuk gimana coba"

"Kamu ini. Yaudah gih kamu istirahat aja"

Sesampainya dikamar, kurebahkan tubuh lelah ini. Kecewa. Itulah yang aku rasakan. Hingga tanpa sadar mataku mulai menutup.

****

Tok tok tok

"Nad, bangun nak, udah adzan. Kamu gak ada halangan kan?"

Sayup-sayup kudengar suara Bunda. Perlahan, aku buka kedua mataku.
Mengumpulkan sisa kesadaran yang mungkin masih mengawang di alam mimpi.

"Nad, sayang bangun"

Kembali kudengar suara Bunda memanggilku. Ah rupanya sudah subuh. Kini kesadaranku hampir sepenuhnya kembali. Akupun langsung bangun dan duduk di tempat tidur. Selalu seperti ini setiap bangun. Aku tak tergesa untuk bangkit. Sengaja memang.

"Iya Bunda, Nadia udah bangun." Setengah berteriak, supaya Bunda mendengar suaraku.

Selepas aktivitas pagiku, kini aku dan Bunda duduk di ruang makan. Saat ini kami memang hanya tinggal berdua. Ayahku sudah meninggal saat usiaku 17 tahun. Dan adik laki-lakiku kini sedang mengenyang pendidikan di Pesantren Ulul Azmi yang ada di Tasikmalaya. Usia kami terpaut 4 tahun. Riki Gunawan namanya. Dulu ia ikut tes masuk di Pesantren tersebut dan mendapatkan hasil yang sangat baik, sehingga ia malah mendapatkan beasiswa penuh disana. Hebat memang dia.

Jadinya kini yang tersisa hanya aku dan Bunda di rumah. Sepi. Itulah rumah kami. Apalagi Bunda memiliki kesibukannya sendiri di butik, akupun harus kuliah. Rumah ini memang akan selalu sepi saat siang hari.

Asa Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang