24. Epiloug

132 6 4
                                    

 "قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيـْجَهَا بِالْمَهْرِالْمَذْكُوْرِ نَـقْدًا
(Qobiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa bilmahrin madzkuuri naqdan) "

Suara yang sangat terdengar jelas dan tegas saat mengucapkannya begitu merdu ditelingaku. Lalu terdengar suara lain mengucap syukur dan do'a.

"Ayo Neng kita turun. Temui suamimu"

Deg

Jantungku bertalu-talu begitu heboh. Aku mengangguk. Perlahan aku berjalan keluar kamar. Kebaya yang ku kenakan rasanya begitu berat saat ini. Kakiku lemas karena senang.

Lalu mataku menangkap sosok yang saat ini sudah sah menjadi suamiku, mukhrimku, imam masa depanku dan ayah untuk anakku kelak.

Dan lelaki itu bernama Rangga Purnama Rhamadan.

Senyum tulus dan air mata bahagia terpampang jelas di paras tampannya. Hal itu menular padaku. Saat aku tepat didepannya kucium punggung tanganya. Lalu dia mencium keningku penuh kasih sayang.

Riuh tepuk tangan orang-orang yang hadir dalam pernikahan kami terdengar.

Lalu Riki memelukku dan Rangga dengan begitu bahagia.

***

"Selamat ya Nad, Ga. Akhirnya kalian resmi juga"

Arka menjabat tangan kami bergantian. Setelah melakukan beberapa tradisi pernikahan. Saat ini kami sedang menjalani resepsi, dimana banyak tamu undangan mengucapkan selamat padaku dan Rangga.

Sedangkan Riki juga tak kalah sibuk menyambut para tamu bersama yang lain.

Sesekali aku dan Rangga saling melempar pandangan. Lalu kami tertawa tanpa sebab. Aku merasa lucu saja, tak kusangka aku akan berakhir di pelaminan bersama orang ini.

"Nadia" suara yang begitu familiar menyapa inderaku. Aku menoleh dan mendapati Dimas yang duduk di kursi roda dengan Jessica setia dsampingnya.

"Selamat ya" ucapnya saat sudah didhadapanku.

Aku menghambur kepelukannya. "Makasih Di. Makasih"

"Hey hey udah jangan kelamaan pelukannya. Aku cemburu nih" interupsi Rangga. Sontak aku melepaskan dekapanku pada tubuh Dimas.

Rangga memang masih belum berubah ternyata.

"Ahh elo gitu aja marah Ga. Padahal gue lagi asyik peluk bini orang haha" canda Dimas.

Alhamdulillah. Dimas sudah bisa bercanda sekarang. Lalu kurasakan seseorang memelukku.

"Kak Nadia... selamat ya" kini giliran Jessica yang memberi ucapan selamat padaku. Kubalas pelukannya. "Makasih Jess"

"Ga selamat ya. Jagain adek gue. Lecet dikit aja abis lo sama gue"

"Tenang aja Mas. Gue bakalan jagain dia tanpa elo minta. Bahkan dengan taruhan nyawa gue. Lecet dibibir gapapa kali ya" Rangga berujar dengan pasti. "Lecet bibir dikit aja gapapa kali ya. Toh kita kan udah resmi" candanya kemudian, seraya mengedipkan sebelah matanya kearahku.

Aku mencubit gemas perut Rangga. Dia meringis kesakitan.

"Kalian kapan nyusul?"

"ah itu... itu.. Kak Rangga kenapa nanya gitu sihhh" protes Jessica menyembunyikan rona merah dipipinya.

"Ahahahaha secepatnya Ga" Dimas menyahuti dengan pasti. "Yaudah kita mau kesana dulu ya. Yang mau nyelametin kalian dah ngantri tuh" pamit Dimas. Kami mengangguk.

Tak berselang lama setelah Dimas menjauh, Kak Nathan menghampiriku dengan menggandvng seorang gadis mungil yang aku tau pasti siapa dia.

"Sintaaaaa" ujarku tak percaya. Sinta tersenyum canggung.

"Teteh selamer ya hehehe. Maaf aku gak datang sama rombongan kedai aku-"

"Aku yang maksa dia buat datang kesini bareng aku" potong Kak Nathan cepat.

Sinta tergagap salah tingkah.

Aku dan Rangga tertawa.

"Kalian sejak kapan?" tanya Rangga.

"itu... itu" Sinta masih gugup.

"Kamu jangan godain sinta kayak gitu dong Ga" protesku. "Kak Nathan, jagain Sinta. Awas ya jangan digigit" pesanku setengah bercanda.

Kak Nathan mengangguk pasti. "Pasti Nad. btw, selamet ya Nad, Ga. Sudah kuduga kalian ada apa-apanya" lanjut Kak Nathan.

Kami tersenyum kikuk.

Acara terus berlanjut. Banyak orang-orang berdatangan memberi selamat.

Hari ini begitu melelahkan, sekaligus menyenangkan.

Alhamdulillah. Terima kasih Ya Allah.

***

Setelah resepsi yang begitu melelahkan. Kini aku dan Rangga sedang berada di kamar kami. Ya 'kamar kami'. Aku gugup begitu menyadari pikiranku barusan.

"Nad, kamu jangan tegang gitu. Aku gak bakalan makan kamu ko. Gak doyan aku dagingmu" canda Rangga mencairkan suasana.

Aku tertawa garing.

Hening melanda kami.

"Makasih ya Ga" ujarku.

Bukan jawaban yang aku dapatkan. Melainkan sebuah pelukan yang begitu erat.

"Harusnya aku yang bilang makasih" seru Rangga.

"Hey Nad...." panggil Rangga lembut.

"Hmm?" jawabku.

"aku gak nyangka Nathan bakalan ganteng karyawanmu sebagai pasanganya ke acara kita"

"Hmm" aku masih menggumam.

Rasanya aku sukar mengeluarkan kata-kata. Saking nyamannya pelukan Rangga. Hingga tak terpikirkan yang lain selain semakin mengeratkan pelukanku padanya.

Ya Allah. Jika bukan karena takdir dan kehendak-Mu, aku mungkin takkan mempercayai akhir yang bahagia itu ada. Terima kasih Ya Allah.

Ayah... Bunda... sekarang Nadia udah bahagia... Alhamdulillah


***

Alhamdulillah 😇😇

Thank you sekali lagi ya 😘😘

See u in the my next story 😉

Asa Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang