6. AyT-Duka

112 9 0
                                    

"Kak..."

Sayup-sayup kudengar suara Riki memanggil. Perlahan tapi pasti cahaya menyeruak ke lingkup pandanganku.

Kulihat Riki, Rangga dan Kak Dini memasang wajah cemas.

Aku berusaha bangkit, dibantu oleh Riki. Kak Dini menyodorkan segelas air putih. Aku langsung mengambil dan menegaknya hingga tandas. Kerongkonganku benar-benar kering rasanya.

"Kakak kenapa? Pusing yang kemarin masih kerasa?" tanya Riki cemas.

Tiba-tiba aku teringat percakapanku dengan Bu Ratih. Sontak aku kembali menangis. Riki memelukku.

"Hiks hiks Bunda hiks Bunda dek hiks Bunda" Ucapku disela-sela isakan.

"Bunda kenapa Kak?" tanya Riki cemas.

"Hiks hiks Bunda hiks" aku masih menangis.

"Kamu tenang dulu Nad. Ayo tarik nafas. Terus buang. Ayo!" seru Rangga memberi instruksi seperti pada ibu-ibu yang akan melahirkan.

"Bunda hiks Bun-hiks-da kecelakaan" ujarku akhirnya.

Riki, Rangga dan Kak Nadia terkejut. Mata mereka membelalak sempurna.

"Bunda hiks sekarang ada di hiks hiks di Rumah Sakit Asri hiks" ujarku lagi.

"Kita ke Jakarta sekarang" putus Rangga. Dan diangguki oleh kami semua.

***

Aku dan Riki berlarian di sepanjang koridor Rumah Sakit. Sementara Rangga bilang akan mengantar Kak Dini lebih dulu.

Jadi aku dan Rangga langsung berlari setelah berpamitan dengan Rangga.

Lalu kulihat disana sudah ada Bu Ratih. Di depan Ruangan bertuliskan UGD. Kami pun menghampirinya.

"Assalamualaikum Bu, gimana keadaan Bunda?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Wa'alaikum salam neng. Ibu masih di dalem neng. Dari tadi belum keluar" jawabnya.

Bu Ratih menuntunku dan Riki untuk duduk di kursi tunggu.

"Bu, ko bisa Bunda sampe kecelakaan kayak gitu?" kini Riki yang bertanya lirih. Meski tak menangis tapi suaranya begitu lirih pertanda ia sedang menahan tangisannya.

"Tadi sehabis nyiapin barang bawaan buat pindahan. Ibu maksa ke pasar. Padahal biasanya ibu selalu saya temenin den. Tapi ibu hari ini maksa buat berangkat sendiri. Saya malah disuruh bantu-bantu di butik. Ya saya berangkat saja ke butik. Sehabis dari butik sekitar jam 11an saya pulang lagi kerumah. Ibu masih belum pulang. Saya khawatir. Saya coba telpon ponselnya gak aktif. Pas abis adzan dzuhur ada polisi kerumah den, neng. Mereka bilang ibu jadi salah satu korban kecelakaan dan sedang di Rumah sakit Asri buat ditangani. Begitu neng. Kalau kronologis kecelakaannya saya juga ndak tau. Maafin saya Den Riki. Neng Nadia. Saya gak jagain ibu dengan bener" ujar Bu Ratih dengan penuh penyesalan.

Beliau menundukan kepalanya. Air mata menetes perlahan dari kedua mata Bu Ratih. Aku merengkuh Bu Ratih dalam pelukan. Mengusap pelan punggung rapuhnya.

"Ibu gak salah. Siapa yang tau qada dan qadarnya Allah bu. Ibu gak usah minta maaf" aku berusaha menenangkan Bu Ratih. Meyakinkan ia bahwa semua bukan salahnya. Karena yang membuat Bunda kecelakaan juga kan bukan Bu Ratih.

***

Setelah menghabiskan hampir lima jam di UGD, alhamdulillah kondisi Bunda ada perkembangan meskipun sedikit.

Kini Bunda sudah dipindahkan ke ruang ICCU. Para medis bilang Bunda mengalami tusukan besi yang mengenai jantungnya meskipun hanya sedikit.

Hingga kini Bunda masih belum sadar.

Asa Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang