Twenty Four

5.9K 1K 136
                                    

Sehun berjalan kaki mengelilingi pekarangan Yanghwajin setelah memarkirkan motornya secara bar-bar, segitu niatnya hanya untuk mengobati rasa penasaran apakah Shegi memang ada ditempat yang dia pikir ada, sesuai intuisi liarnya.

Namun rasa lelah membuatnya harus berhenti sejenak di bawah pohon rindang yang menghadapkannya pada hamparan hijau luas. Matanya menyipit memandang ke kejauhan karena silau, tapi yang dia cari masih juga tidak ada.

"Haus, anak muda?" Jujur saja Sehun hampir terjimprat ketika seorang laki-laki tua menyodorkannya air mineral, padahal dia yakin daritadi tidak mendengar ada suara langkah mendekat. Bahkan kehadirannya pun tidak Sehun deteksi.

Hantu macam apa muncul siang hari begini? Pikirnya.

"Terima kasih, ahjusshi." Sehun pun mengambil minuman yang masih terulur di depannya. Baiklah, dia memang betulan haus. Dan melihat tidak ada yang berjualan disekitar sini, jadi dia ambil saja. Tidak terlalu mempedulikan penampilan ahjusshi itu yang sangat lusuh.

Ahjusshi itu pun ikut duduk di sebelah Sehun. Mengeluarkan kotak kaleng kecil berisi kacang-kacangan yang juga dia tawarkan. Namun kali ini Sehun menolak. "Hahaha. Cemilanku memang tidak sesuai selera anak muda." Ujarnya setelah tangannya yang kapalan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya. "Lalu, siapa yang meninggal?"

"Apa?" Sehun menoleh.

"Apakah keluargamu ada yang meninggal, atau kau sedang wisata saja disini?" Duga ahjusshi itu. "Tapi melihat dari waktunya, kalau wisata tidak mungkin saat terik begini."

Tidak terlalu menghiraukan, Sehun malah bertanya balik. "Apa yang ahjusshi sedang lakukan disini?"

"Ini rumah keduaku, anak muda." Jawabnya. "Dan pada akhirnya kita semua akan berkumpul di tempat seperti ini."

"....."

"Aku akan ada disaat orang-orang mati. Menyaksikan air mata dari balik kacamata hitam mereka, tidak jarang ada para tamu yang bertingkah seperti kesurupan karena menyesal tidak bisa berbuat baik saat orang itu masih hidup."

Sehun jadi  memegangi tengkuknya. Ahjusshi di sebelahnya ini berbicara seperti malaikat pencabut nyawa.

"Hanya disini, kau bisa menyadari bahwa penyesalan jauh lebih kuat dari rasa syukur.

Dan menurutku, bagian terberat dari kehilangan seseorang bukan mengucapkan selamat tinggal. Tapi belajar bagaimana menjalani hidup tanpa orang itu.

Jadi.....ketahuilah anak muda, kematian memang akhir dari hidup, tapi itu bukanlah akhir dari sebuah hubungan. Selamanya mereka akan tetap jadi ayahmu, ibumu, istrimu atau anakmu, meskipun mereka sudah tiada." Kali ini ahjusshi itu menoleh pada Sehun, menyunggingkan senyum dan beberapa giginya yang sudah ompong. "Aku harap kau bisa bersikap lebih dewasa ketika kematian menyapa keluarga atau orang yang kau cinta."

Sehun juga jadi sedikit tersenyum, berterima kasih karena dia diberikan makna dari kematian secara cuma-cuma. Walau saat ini dia tidak sedang berhadapan dengan kematian itu, tapi beberapa hal membantunya untuk memahami pikiran orang lain yang pernah menghadapi atau bahkan kehilangan akibat dari kematian. "Baiklah ahjusshi, kurasa aku harus pergi."

"Hm...buru-buru sekali. Apakah aku membuatmu muak karena terlalu banyak bicara?"

"Oh, tentu tidak. Aku hanya sedang mencari sesuatu." Sanggah Sehun sembari mengibas-ibaskan tangannya. "Tadi memang niatnya hanya istirahat sebentar."

Ahjusshi memakan butir-butir terakhir kacang yang masih tersisa. Melihat kotak kalengnya sudah kosong, dia pun memasukkannya lagi ke tas yang sama lusuhnya dengan pakaian yang sedang dia kenakan. Ahjusshi itu beranjak sembari memanggul cangkulnya. "Sering-seringlah main kesini. Aku bosan berbicara dengan batu nisan atau pun mereka yang sudah mati."

LEADER (Oh Sehun) - NEW VERSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang