episode 12

1K 68 2
                                    

Aku terpaku, tertegun tak tau harus bertindak seperti apa. Aku hanya bisa melihat dengan kedua mataku saat pak Arya di bawa oleh polisi-polisi itu. Hanya kalimat terakhir dari pak Arya seolah menjadi beban bagiku. Beberapa menit setelah ia mengecup kening Elang sebelum pergi dia menatapku penuh luka.

"Bapa titip Elang ya Na...bapa tidak tau ini bisa menebus dosa bapa atau tidak yang pasti mulai saat ini bapa ingin menebus segala kesalahan bapa sama Elang..." kenangku seraya menatap punggung pak Arya yang perlahan lenyap ditelan pintu bersama ke tiga polisi tadi. Meski mereka bilang hanya untuk memeriksa pak Arya tapi entah kenapa perasaanku mengatakan pak Arya tidak akan keluar dalam  waktu dekat dari kantor polisi. Aku membuang fikiranku seketika dan ku tatap sedih Elang dibalik pintu kaca ruang ICU, lama aku berdiri dengan fikiran kosong dan melayang-layang...entahlah, aku hanya bingung bagaimana cara terbaik dalam menghadapi Elang setelah ini? Bagaimana cara supaya Elang bisa baik-baik saja dengan kenyataan pahit yang tak henti-hentinya menimpa Elang belakangan ini.

Sebuah tangan mengelus pundakku, aku yang tengah melamun ditengah sepinya malam tentu saja kaget. Aku menoleh ragu hingga aku bisa lega karena yang kudapati Gio dan Fira.

"Fungsinya hape apaan si??? Heran gue!" Omel Gio sambil memindahkan kedua tangannya pinggang. Aku tersenyum lega seraya memeriksa hpku.

17 misscall

Aku menghela nafas, menyadari betapa bodohnya aku, selalu begitu...selalu asik sendiri dan selalu tidak menyadari ada banyak orang yang khawatir padaku. Segera Fira memelukku erat.

"Long time no see...sekalinya ketemu ko disini sih..." ungkapnya sambil mengelus lembut punggungku. Ku lihat Gio di balik tubuh Fira, dia menatapku penuh khawatir dan melengos begitu ku balas tatapannya, dia menatap Elang dari balik pintu ruang ICU. Ku lepas pelukan Fira dan menatapnya, Fira membelai pipiku yang mungkin terlihat lelah, karena entah mengapa aku amat terpukul dengan kejadian ini...lebih terpukul dari pada saat aku dikeluarkan dari sekolah, lebih terpukul dari pada menerima kenyataan aku diabaikan oleh ayahku sendiri...lebih. "Lo tenang aja...Elang cowok yang kuat ko..."

"Lagian ko lo bisa terlibat sih Na...?" Gio tampak kesal, dia duduk di kursi depan ruang ICU. Ku hampiri ia dan berdiri dihadapannya.

"Obat itu yang buat gue terlibat sama Elang...gak ada yang namanya kebetulan Gi...yang gue sesali adalah kenapa gue gak pernah sadar kalo dia pake obat kayak gitu!!!" Jawabku lantang, seolah menantang...kenapa aku bisa sekesal ini? Padahal aku yakim Gio hanya khawatir padaku.

"Kalo lo sadar lo mau ngapain?" Bentaknya seraya berdiri hingga kami saling berhadapan.

"Apa lagi yang harus gue lakuin selain berusaha menghentikan Elang Gi???" Balasku kesal.

"Kenapa lo harus repot-repot?" Tanya Gio menatapku tegas. "Siapa dia? Dia cuma orang asing yang baru lo kenal beberapa bulan Nha!!!" Tambahnya, hatiku perih rasanya, Gio menampar aku dengan kata-katanya, siapa aku? Siapa dia? Apa hubungan kita? Apa hakku? Tapi entah mengapa aku merasa aku adalah orang yang paling bertanggung jawab atas diri Elang.

"Apa salah kalo kita pengen mencegah orang asing berbuat buruk?" Tanyaku, suaraku gemetar ada tanda-tanda duka didalamnya, ada tanda-tanda air mata akan terjatuh lagi dari sudut mataku, belakangan aku memang sangat sensitif, entah PMS atau memang karena perasaanku tadi yang merasa paling bertanggung jawab atas Elang.

"Udah...udah!!! Kalian tuh kenapa si?" Bentak Fira. "Yok duduk!!!" Fira menarikku hingga aku duduk disebelah Gio yang tampak masih gondok padaku. Dia mengasongkan sekantung makanan dengan kasar.

"Noh!!!" Gio menatapku kesal, tapi perhatiannya memang tidak kalah dari siapapun, ku ambil makanan itu dan ia kembali menyimpan sebuah jaket diatasnya. "Pake jaketnya!" Katanya ketus.

Masa Sekolah (Broken Home)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang