episode 14

1K 75 6
                                    

Kami masih saja saling pandang ditengah keramaian kota, ditengah macet kota jakarta, ditengah trotoar yang dilalui pengguna jalan, kami terpaku diposisi kami masing-masing, Gio masih menatapku, dia menunggu kelanjutan kalimat yang baru sepenggal ku ucapkan. Aku menghela nafas panjang, berusaha mengontrol fikiran dan hatiku agar saling berkesinambungan, agar aku tidak lagi salah berucap, karena ucapanku mungkin akan menentukan kehidupan seseorang, karena ucapanku mungkin akan menjadi luka dan trauma, atau bahkan akan menjadikan orang lebih memahami arti dari cinta itu sendiri.

"Karena satu-satunya cara menjadikan lo abadi adalah dengan menjadikan lo sahabat gue..." ucapku lembut. Gio mengangguk aku menatapnya dalam, aku melihat Gio mencoba mencerna kalimat terakhir yang ku ucapkan.

"Gue selalu percaya bahwa gak ada yang abadi didunia ini...dan gue pun pengen mengakhiri hubungan kekanak-kanakan yang menyiksa batin gue... mulai hari ini gue bukan lagi sahabat lo Na...gue hanya Gio yang lo kenal...sorry!" Air mataku terjatuh begitu saja, aku tidak bisa mencegahnya, memaksanya untuk tetap bersamaku, aku belajar untuk memahami bahwa tak selamanya apa yang aku inginkan itu bisa menjadi kenyataan...termasuk memiliki Gio sebagai sahabatku, aku tak ingin lagi membuat dia tersiksa dengan keadaan. Ku pandangi punggung Gio yang lenyap seketika menaiki bus yang biasanya kita naiki bersama, aku hanya bisa memandangnya dari jauh tanpa bisa mencegatnya.

Sore itu, hari pertama aku merasa seperti dunia telah meninggalkanku seorang diri...karena bagiku Gio bagaikan dunia yang selalu berputar, dia bisa jadi apapun yang aku butuhkan, dia bisa jadi payung saat hujan, dia bisa jadi topi saat panas, dia bisa jadi pohon saat udara tidak sejuk, dia bisa jadi penghapus untuk goresan pensil diatas kertas...dan kini dia pergi begitu saja meninggalkan aku yang lemah tanpa ampun.

**

***

Latihan berakhir tepat pukul 8 malam, aku yang sibuk mengikat sepatu siap berdiri untuk menuju rumah sakit, namun belum saja aku beranjak Fira sudah berada diambang pintu, dia melambai hangat padaku, ku hampiri ia dan kupeluk Fira, yah hanya dia satu-satunya yang ku miliki setelah hari gelapku.

"Guess, who is she???" Aku terdiam bingung, namun Fira menepuk kedua tangannya, dan Kharisa muncul dibalik pintu. Aku tertawa dan turut memeluk keduanya. Betapa senang rasanya bisa melihat orang-orang yang peduli disaat kamu terpuruk.

"So glad to see u guys...!!!" Teriakku, Kharisa tersipu.

"Hari ini kita mau nemenin lo nemuin Elang." Ungkap Fira.

"Iya gue belum tengok dia, dan belum minta maaf juga..." tambah Kharisa ku rangkul mereka berdua dan memabawa mereka berjalan beriringan menuju keluar.

"Lets go!!! Elang pasti seneng banget!"

Kami banyak bercerita di mobil Fira, dengan suara musik yang asik, ditambah sedikt goyangan, kami menikamati perjalanan singkat kami dari tempat latihanku menuju rumah sakit. Ternyata banyak hal yang belum ku tahui tentang Kahrisa, tentang betapa asiknya dia bercerita, tentang betapa konyolnya ia dan tentang betapa besar pedulinya terhadap orang lain. Kami menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama.

**

***

Rumah sakit....

Kami yang gembira menuju rumah sakit untuk bercerita banyak pada Elang tiba-tiba terhenti ketika berpapasan dengan Ali dan yang lain di lorong menuju ruangan Elang.

"Hai ko udah balik lagi si?" Tanyaku, Wajah Ali tampak sedih dan ragu.

"Iya Elangnya udah gak ada..." jawabnya, aku tertegun, kami saling pandang bingung harus berkata apa. "Dia jam 7 tadi udah dipindahin ke rumah sakit di singapur...katanya mau oprasi." Aku tersentak tak bisa berkata apapun lagi, aku hanya memandang kosong lorong yang tadi pagi ku lewati. "Dokter bilang ginjalnya rusak, Elang harus segera dioprasi...nyokapnya udah bersedia donorin ginjalnya cuman nyokapnya gak mau Elang dioprasi disini..."jelas Ali. "Oh iya, tadi suster yang jagain Elang nyariin lo...mungkin Elang ada nitipin apa gitu."

Masa Sekolah (Broken Home)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang