episode 6

1.3K 75 0
                                    

Elang kembali meraih tanganku yang sedikit gemetar, ia menyerdku lembut kami kembali berjalan berdampingan.

"Thanks udah neminin gue di hari terberat ini." Cetusnya, entah kenapa rasanya ingin sekali menggenggam tangan Elang lebih erat lagi...aku meremas tangannya dan benar saja batinku damai rasanya. "Gue bahkan gak pernah tau rasanya diperjuangkan oleh seorang ibu...gue iri." Tambahnya.

"Gue juga...gue bahkan gak pernah denger ayah panggil nama gue...sekalipun." jawabku. Elang menatapku. "Gue terlahir dalam keluarga yang tidak lengkap...dalam hidup gue, yang gue lihat cuman ibu...ibu dan ibu." Tambahku, Elang tersenyum.

"Gue fikir...cuman gue yang hidup begitu...dalam kondisi mengerikan, dimana cuman ada 'elo' dan 'single parent'...dan selalu gue jadikan alasan broken home sebagai jalan untuk lari dari kenyataan...untuk buat masalah...untuk menyalahkan keadaan." Matanya berkaca-kaca, aku terhenti dan berdiri dihadapannya, Elang segera menutup kedua matanya dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih menggenggam tanganku. "Dan gue lelah dengan semua ini...gue lelah tiap kali gue harus coba memahami bokap gue, gue lelah tiap kali denger hal buruk nyokap gue...gue lelah berdiri sendiri tanpa ada yang peduli...gue lelah selalu terbayang-bayang masa lalu..." tambahnya. Ku peluk ia, tubuhnya yang tinggi hanya membuat aku bersandar didadanya, tidak...tidak ada maksud lain aku hanya ingin ia tahu bahwa ia tak lagi sendiri.

"Gue pernah ada diposisi lo...cara orang memperjuangkan seseorang pasti beda-beda...dan gue yakin entah itu bokap lo atau nyokap lo...mereka pasti ingin lo bahagia." Bisikku dibalik dadanya yang hangat. Aku merasakan air matanya berderai jatuh dibahuku. Dia menangis, anak yang ceria, resek dan nyebelin menutupi semua luka dalam dirinya dengan karakter palsu yang dia ciptakan sendiri.

"Kenapa lo seyakin itu?" Tanya dia.

"Karena gue yakin segala sesuatu itu terjadi dengan alasan...jangan berharap seseorang memahami Lang...cobalah berbesar hati untuk memahami. Gue tau lo orang baik." Dia tak membalas ucapanku, dia hanya memelukku erat dan menyusupkan kepalanya di bahuku yang pendek. Cukup lama kami berpelukan di pinggir jalan. Merasakan hangatnya tubuh kami satu salama lain diantara semilir angin. Saling mengisi, saling menguatkan...karena kami berada di posisi yang sama.

"kalian lagi pada ngapain?" Suara familiar itu mengagetkan kami hingga seketika kami saling melepaskan diri.

"G...Gio?" Kataku. Gio seketika berdiri ditengah-tengah kami.

"Lo ngapain peluk-peluk Hana???" Bentaknya pada Elang.

"Siapa yang peluk siapa..." timpasnya. Gio melipat lengan kaosnya yang panjang.

"Wahhhh...lo kurang ajar lo!!!" Ku Halangi Gio yang hendak menyered Elang.

"Gue ko yang salah...lagian lo ngapain kesini?" Tanyaku.

"Gue? Gue...gue mau beli ketopraklah...mau ngapain lagi," jawabnya terbata-bata.

"Ketoprak? Lha di pinggir rumah lo kan ada mang Salim kang ketoprak." Jawabku.

"Wah modus lo mudus..." timpas Elang.

"Apaan si lo..." jawab Gio. "Mang Salim lagi diare...gak jualan!"

"Gue kasih tau ya Na...gak ada namanya sahabat antara cowok sama cewek..." ledek Elang. Wajah Gio memerah aku tau betul Gio mudah tersipu tapi kali ini aku bingung apa yang membuatnya tersipu. Seketika Gio meraih tanganku dan menarikknya.

"Ayo kita balik!", namun di sisi lain Elang malah menarik tasku.

"Apaan, dia kan lagi sama gue..." katanya.

"Heh...ini udah mau magrib, mau dibawa kemana temen gue!" Bentak Gio yang selalu protective.

"Terserah gue, lo emaknya apa!!!"  Jawab Elang kembali menarik tasku. Ku lepas kedua tangan mereka.

Masa Sekolah (Broken Home)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang