episode 9

1K 65 1
                                    

Elang's VO

Sepanjang jalan aku bisa merasakan kalau Hana tidak baik-baik saja, tidak satupun kata yang terucap dari mulutnya dia hanya memandang jauh ke luar jendela mobil.

"Hidup itu emang gak adil! Sangat..." umpatku, Hana menoleh dan memandangku seolah ia menunggu ucapanku selanjutnya. "Kadang lo harus menghadapi hukuman yang seharusnya bukan buat lo." Tambahku. "Gue juga sama, gue merasakan hukuman yang dilakukan orang tua gue...mereka berantem, mereka bercerai, mereka saling menghakimi, dan gue yang sakit hati." Hana memandangku tanpa ekpresi apapun. "Belakangan ini gue banyak belajar dari lo..." matanya membesar seolah dia ingin aku meneruskan perkataanku. "Don't give up! I'm here for u..." matanya berair, aku tau persis, bagaimana sakitnya dihianati dan aku bisa membaca itu dari matanya. Senyumnya akhirnya mengembang dan ia mengangguk.

"Mana bisa gue nyerah sementara gue punya kalian semua di hidup gue..." jawabnya santai sambil menyender. Aku lega, aku merasa luar bisa bisa berada disamping gadis kuat yang bahkan bisa tenang menyikapi keadaan sulit ini. sekali lagi jantungku berdegup kencang, dia semakin hari semakin cantik dimataku, dari berbagai sisi, tidak hanya fisiknya, hati dan fikirannya...

   Apa ini cinta? Aku tak pernah sekalipun merasakan hal tersebut, bahkan rasanya sulit bagiku menyatu dengan perempuan sejak mama meninggalkanku, bagiku perempuan tak lebih dari manusia yang menyebalkan tapi sudut pandangku berubah segera setelah aku mengenal Hana lebih dalam. Dia wanita yang luar biasa yang membuat mata dan hatiku terbuka lebar, dia wanita pertama yang membuat jiwa dan ragaku terasa hidup dan hangat.

"Gue turun disini aja..." ujarnya sembari membuka sit belt.

"Kenapa? Rumah lo masih jauh..." tanyaku.

"Gue mau ke kantor ibu dulu...gue gak bisa simpen sampe nanti ibu pulang Lang..." jawabnya pelan, ku hentikan laju mobil.

"Gue anterin sampe depan kantor nyokap lo deh." Dia tertawa memandangku aneh.

"Kenapa si...gue baik-baik aja Lang, gue gak sejompo itu lah..." katanya. Aku tersenyum dan menggeleng segera.

"Please!!!" Timpasku. Akhirnya dia mengangguk seraya mengeluarkan senyum yang kembali membuat jantungku tak karuan bunyinya. Kami turun dari mobil dan menyebrang jalan. Tepat disebrang bank tempat ibunya Hana bekerja. Cukup 10 menit kami menunggu didepan sesosok wanita kira-kira berusia 37 tahun mendekati kami, wanita itu secantik Hana, dan wajahnya sehangat ibu-ibu lainnya, dengan senyum ramah ia berlari menuju Hana. Mereka saling berpelukan, entahlah rasanya bermacam-macam, antara bahagia melihat Hana memeluk ibunya dan iri karena bahkan aku lupa rasanya dipeluk seorang ibu.

"Assalamu'alaikum... cantiknya ibu!!!" Serunya.

"Wa'alaikumssalam..." suara Hana tak sesedih tadi, seperti ada energi ketika ia bertemu dengan ibunya. Hana melepas pelukannya. "Ini temen aku, Elang..." aku segera menghampiri dan mencium tangannya.

"Oh yang suka Hana ceritain ke ibu..." ujarnya disusul dengan kedipan cepat dari Hana, segera ibunya menyusulnya dengan tawa. "Apa kabar nak?"

"Baik tante..." jawabku segera. "Hmmm saya permisi dulu tan..." kataku namun tangan ibu yang hangat itu kembali menarik tanganku.

"Jangan...kita makan dulu yuk, udah jam makan siang nih." Katanya lembut. Hana mengheleng cepat tanda ia tak setuju. "Ayo...didepan ada cafe yang enak banget tempatnya. Please!" Tak enak aku menolak permintaanya dan akhirnya aku mengangguk setuju.

Kami berjalan kira-kira 50 meter dari tempat ibunya Hana bekerja, dan masuk ke cafe lalu duduk setelah menemukan meja yang kosong. Setelah memesan beberapa makanan kami mulai mengobrol, ibunya Hana sangat hangat ia bahkan bisa membuat aku yang sulit membuka diri merasa diakui.

Masa Sekolah (Broken Home)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang