12

35 3 0
                                    


Selesai menjenguk mamah di rumah sakit, gue langsung pergi ke apartemen sesuai perintah kak Kevin. Gue ke sana naik taksi karena gue gak bawa mobil. Gue benar – benar sendiri, tapi gak masalah karena gue kan memang kenal kak Endi, kita juga dekat.

Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, khirnya gue sampai di apartemen kak Kevin. Dengan keberanian yang ada dalam diri, gue langsung masuk tanpa memikirkan apapun. Baru gue masuk, apartemen kakak gue terlihat sangat berantakan dan bau alkohol tercium kuat.

Gue melihat sekeliling dengan waspada. Walaupun gue berani, gue juga punya rasa waspada karena gue pernah liat orang mabuk di TV dan gue liat orang mabuk sangat kacau. Gue gak mau seribet yang gue liat di TV.

Gue liat kak Endi terbaring di lantai dengan keadaan yang err... kacau dan aneh

"Kak Endi?" Ucap gue dengan waspada.

Dengan langkah kecil dan pelan gue mendekat ke arah kak Endi.

"Kak?" Ucap gue lagi.

Kak Endi tiba – tiba bergerak dan berdiri.

"Natasha?" Ucap kak Endi sambil jalan mendekat dengan berjalan sempoyongan.

Kak Endi mabuk berat. Gue tau itu jelas karena kelakuan dia sekarang yang bisa dibilang kelewat anehnya, gila.

"Kak, ayo Natasha antar pulang. Kak Kevin gak bisa antar kakak karena ada urusan." Jelas gue mengajak kak Endi untuk pulang.

Kak Endi jalan mendekat lagi, gue jadi sedikit takut. Santai Natasha....Santai....

"Pulang ya kak?" Ucap gue mencoba mengajak lagi.

Tepat setelah gue ngomong gitu, kak Endi malah pingsan di depan gue. Seketika gue bingung harus ngapain.

"Kak bangun dulu dong, rumah kakak dimana? Gue gak tau rumah lo kak! Bangun!" Ucap gue sambil menggoyangkan tubuhnya dengan kencang.

Kak Endi gak bangun, gue frustasi parah. Pertama, gue terpaksa seret kak Endi sampai lobby. Kedua, sialnya hp gue mati. Ketiga, lebih sialnya gue gak tau harus antar kak Endi kemana, gue gak tau rumahnya.

Lengkap sudah penderitaan gue malam ini.

"Kak bangun dong, masa gue harus ngangkat kakak sampai lobby." Ucap gue mengeluh.

Karena gak ada respon apapun dari kak Endi, akhirnya gue dengan sangat – sangat terpaksa mengangkat badan kak Endi dan menyeretnya sedikit – sedikit hingga lift dan lobby. Sumpah, kak Endi berat banget. Bayangin aja gue yang cewek ngangkat tubuh kekar kak Endi yang jelas – jelas lebih tinggi dan besar dari gue. Untungnya dari lobby sampai taksi dibantu oleh satpam.

Gue memutuskan untuk bawa kak Endi ke rumah gue, lebih tepatnya ke rumah papah sementara sampai kak Kevin bisa jemput dia. Setelah membayar taksi, gue turun dengan kak Endi yang diangkat oleh pak satpam dan pak supir taksi.

Langkah gue seketika terhenti saat gue lihat seseorang yang sedang berdiri tepat di halaman depan rumah.

"Dari mana?" Ucapnya dengan nada menahan emosi.

Dengan cepat gue melangkah masuk rumah, tapi sayangnya cowok ini malah menahan tangan gue. Vino menggenggam tangan gue dengan kencang membuat gue kesakitan.

"Apaan sih Vin? Gue mau istirahat, gue capek." Ucap gue sambil berusaha melepaskan genggaman dia.

Bukannya lepas, genggamannya malah terasa lebih mengerat di tangan gue. Jujur, gue kesel banget kalau Vino kaya gini. Dia harusnya ngertiin gue yang baru aja sampai rumah, capek, pengen tidur meluk guling. Ini malah bertingkah gak jelas.

"Lo dari mana?" Ucap Vino dingin.

"Gue gak dari mana – mana, Vin. Udah ah lepasin." Ucap gue dengan gugup.

"Bisa gak lo ngomong sambil tatap mata lawan bicara lo?" Ucap Vino.

Dengan ragu gue natap mata dia yang tajam menatap gue, dia benar - benar lagi emosi, gue jadi bingung harus gimana. Gue gak bohong, Vino benar – benar seram.

"Dari mana?" Tanya Vino lagi sedikit merendahkan suaranya.

"Lo gak liat gue sama siapa? Gue sama kak Endi kan? Ngapain nanya lagi." Jelas gue.

Ah sial, genggaman dia malah lebih mengerat.

"Gue tanya lo habis dari mana?!!" .

Seketika gue tersentak, ini beneran Vino bentak gue? Ya Tuhan, Vino bentak gue? Seumur - umur sahabat gue Fasya yang lebih deket aja gak pernah bentak gue kayak gini, Vino kayaknya gampang banget bentak gue. Emosi gue jadi naik.

"Santai aja dong, gak udah bentak – bentak. Lepasin tangan gue! Lo pikir ini gak sakit, hah?!" Ucap gue dengan sedikit membentak.

Perlahan gue merasa genggaman Vino pada tangan gue melonggar. Emosi gue terlalu banyak untuk terus gue tahan. 

"Lo pikir gimana perasaan gue saat tau cewek gue belum pulang, gak bisa di hubungi dan cewek gue malah pulang bawa cowok lain yang sedang dalam keadaan mabuk? Gue khawatir, Nat."

Gue sadar malam ini gue memang salah.

Daripada menilai sesuatu hanya dengan melihat, lebih baik mengenal sesuatu itu terlebih dahulu dengan berbagai cara. Kata - kata itu membuat gue sadar, apa yang ada di pikiran gue gak semuanya selalu benar.

-TO BE CONTINUED-

Halo semua ~

Jangan lupa vote dan komentarnya~
Terimakasih :)

Don't GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang