Sepulang sekolah Ana berlari ke kamar untuk mengganti baju. Ia rapihkan baju lalu berlari lagi ke ruang tamu, yang di temuinya Rasyid, bunda, ayah, dan Rais sedang makan siang
"Bang Rasyid tumben ada di rumah, biasanya pulang sore" Tanya Ana menghampiri kursi kosong sebelah Rasyid
"Gak ada pengayaan hari ini dek" Ucap Rasyid menghentikan kunyahan sebentar lalu melanjutkannya kembali
"Pengayaan itu apa?" Matanya bulat berbinar terus menatap Rasyid kebingungan
"Pengayaan itu semacam latihan atau persiapan untuk ujian, gitu aja gak tau" Rais tiba-tiba menyambar bagai petir, padahal hari ini lagi panas
"Nyambung mulu kaya kabel" Ana memanyunkan bibir mungilnya jauh lebih ke depan dari bebek
"Eh udah-udah dimakan ah, jangan ribut terus" Ucap ayah seraya tersenyum ke arah Ana dan Rais, Rasyid hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan dua adiknya itu
Setelah selesai makan, seperti biasa Ana membantu bundanya mencuci piring, dan Rais tiba-tiba menghampiri bunda di dapur membawa sebuah bola yang ia selipkan di pinggangnya "Bun, Rais mau main ke rumah Farhan ya?" Ibu menoleh ke arah Rais
"Ana ikut bang" Ana langsung antusias mendengar nama Farhan disebutkan
"Gak boleh" Wajah Rais kali ini punuh kekesalan, ia memohon bundanya untuk tidak mengijinkan Ana ikut dengan Rais. Namun Rais salah duga ternyata
"Rais, ajaklah adik kamu main ya?" Bujuk bunda
"Bundaaa, nanti Ana ganggu Rais main. Ana main sama bang Rasyid aja" Rais mencoba membujuk bundanya itu
"Bang Rasyid lagi ujian tahu, lagian Ana mau main sama Mufia wlle" Ana memeletkan lidahnya keluar
"Ajak ya Rais, kasihan adik kamu tuh" Bunda lagi-lagi terus memaksa Rais, dan akhirnya Rais menyetujui permintaan bundanya itu.
Rais pergi keluar membonceng adiknya dengan sepeda, Ana tak henti-hentinya tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Rais sedari tadi hanya dapat mengerutkan wajahnya bagai koran tak terpakai, kusut.
Sangking kesalnya Rais mengayuh sepeda dengan sangat cepat, tak perduli Ana yang terus-terus berteriak, ia ingin segera bermain dengan Farhan, dan membiarkan adiknya itu bermain dengan Mufia "Abang, jangan cepat-cepat tahu. Nanti kena tilang" teriak Ana tepat di sebelah telinga Rais
"Kau pikir kita sedang di jalanan besar, apa kau sedang bermimpi hah? Kau pasti sedang berimajinasi kalau kita mengunakan motor" Rais menepuk keningnya, dan tetap mengendarai sepeda dengan satu tangan
"Kata ayah, banyak kendaraan beroda dua yang kena tilang karena cepat-cepat mengendarai. Apa sepeda bukan kendaraan beroda dua?" Ana menggoyang-goyangkan pinggang Rais dengan kesal
"Hentikan Ana, nanti kita bisa jatuh" Rais tak bisa mengontrol arah lajunya, hingga akhirnya sepeda mereka terjatuh ke arah semak-semak. Rais melihat ke arah adiknya yang sedang menangis kesakitan
"Ana, kau tidak apa-apa sayang?" Tanya Rais khawatir, lalu meraih tangan kanan Ana yang berdarah di sikutnya
"Abang, sakit bang" Ana terus merengek dan mengaliri air matanya deras
"Ayo abang bantu" Rais membantu Ana berdiri, lalu menggandengnya berjalan "kita ke rumah Farhan dulu ya, rumah Farhan sudah dekat dari sini" Ana mengangguk.
Sesampainya di rumah Farhan, umminya terlihat sedang menyirami bunga di halaman rumah, mengenakan gamis hitam panjang dengan hijab yang lebar dan besar seperti orang-orang timur tengah. Mukanya sangat khas orang Aceh "Assalamu'alaikum warahmatullahi w dibarengi abarakatuh ummi" ucap Rais memarkirkan sepedanya sambil menuntun Ana

KAMU SEDANG MEMBACA
FARZANA
EspiritualBagaimana jika seorang gadis cilik bernama Farzana Romeesa Fariza yang bercita-cita menjadi seorang Ibunda Aisyah Binti Abu bakar, menjadi ibunda Fatimah binti Muhammad, menjadi ibunda Asma binti Abu Bakar, dan wanita tangguh penjuang Islam lainnya...