Malam ini sunyi, hanya rintik hujanlah yang dapat terdengar, dan terkadang pula suara gemuruh menyeruak menyelimuti ketakutan Ana saat ini. Ana terus menangis di pelukan bundanya, mengingat ayahnya masih di tempat kerja, Ana benar-benar khawatir saat ini.
"Ana sayang jangan nangis terus ya, ayah baik-baik saja di sana" ucap bundanya sambil mengelus rambut Ana
"Ana takut bunda" Ana benar-benar tak mau berhenti menangis. Ya, begitulah sosok Farzana Romeesa Fariza meski usianya masih sangat kecil. Namun ia punya rasa perduli yang tinggi, entah itu perduli kebersihan, perduli masalah sosial, perduli masalah ekonomi ataupun yang lainnya.
Ana merupakan gadis kecil yang banyak tanya, dan akan sangat kecewa apabila pertanyaannya tak mendapat jawaban. Maka dari itu sebelum jawaban dapat ia raih, ia akan terus bertanya tanpa kenal lelah.
"Bunda ceritain kisah tentang seorang pemuda yang sangat percaya dan yakin bahwa Allah itu ada, suatu hari dia ingin menunjukan keyakinannya itu tidak salah. Akhirnya dengan keyakinan yang kuat ia mencoba berjalan di atas air, menurut Ana pemuda itu bisa gak jalan di atas air?" Tanya bunda sambil menghapus air mata Ana yang sepertinya sudah tertarik pada topik cerita bunda.
Ana menggeleng "Mana bisa bun?" Tanya Ana bingung
"Bisa dong, atas kekuasaan Allah pemuda itu mampu berjalan di atas air" Bunda tersenyum menatap wajah Ana yang masih kebingungan
"Kenapa dia bisa jalan di atas air bun?"
"Karena dia percaya Allah itu ada, akhirnya dia berdoa dan meminta kepada Allah untuk dapat berjalan di atas air, dan dengan kekuasaan Allah pemuda itu dapat berjalan di atas air" Ana mengangguk paham "Dari kisah ini kita bisa belajar, kita harus percaya bahwa Allah itu maha segalanya, dan Ana gak perlu khawatir, selagi Ana percaya sama Allah, ayah tidak akan kenapa-kenapa, yang penting Ana berdoa kepada Allah agar ayah diberi keselamatan" bunda mencium kening Ana.
Tak lama suara ketukan pintu kamar terdengar, dengan sigap Ana membuka pintu tersebut.
"Ayaah" teriak Ana memeluk ayahnya dengan manja "Ayah gak kehujanan, ayah gak kena petirkan?" Beberapa pertanyaan langsung saja Ana berikan pada ayahnya yang baru datang tersebut.
"Kan hujannya sudah reda sayang, ayah juga pakai mobil jadi gak kehujanan" Ayah Fariza itu mencium kening putri kecilnya dengan sayang
"Wah wah yang dimanja Ana doang nih, Rasyid enggak?" Ayah dan Ana langsung menoleh kebelakang tepat di mana Rasyid berdiri, sedangkan bunda menghampiri Rasyid.
"Bang Rasyid udah besar, malu sama pacar" Ucap Ana asal
"Pacar, semacam takjil kah?" Rasyid menjawab pertanyaan adiknya itu dengan asal juga, ia memang termasuk tipe pria yang acuh pada hal tersebut. Meski biasanya usia remaja 15 tahun sedang masanya percintaan, tapi tidak dengan Rasyid. Baginya tak ada pasangan sebelum menikah kecuali pasangan kakak adik kandung.
"Abang Ana yang satu ini tuh pacarnya buku sama pulpen tau" Bunda memeluk Rasyid jagoan anak laki-laki pertamanya itu dengan penuh kasih sayang
"Betul-betul beda banget sama bang Rais bun, bang Rais itu suka genit sama cewek-cewek. Sama Mufia juga, katanya Mufia itu kaya boneka salju yang kaku tapi cantik" Celoteh Ana membuat Rais yang sedari tadi berada di kamar keluar dari kendangnya, dan kebetulan kamarnya dekat dengan kamar bunda
"Ku kira Ana tak mendengar ucapanku tentang Mufia itu" Rais menepuk keningnya, dan mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat
"Ana kaya ember bocor" Ucap Rais, yang sepertinya habis bangun tidur "Yah, Ana juga genit sama Farhan tuh" kali ini Rais yang bocor seperti ember

KAMU SEDANG MEMBACA
FARZANA
SpiritualBagaimana jika seorang gadis cilik bernama Farzana Romeesa Fariza yang bercita-cita menjadi seorang Ibunda Aisyah Binti Abu bakar, menjadi ibunda Fatimah binti Muhammad, menjadi ibunda Asma binti Abu Bakar, dan wanita tangguh penjuang Islam lainnya...