Ana sudah tiba di Subang bersama tantenya, dan Ana tak henti-hentinya tersenyum bahagia. Mungkin karena kemarin dirinya dikhitbah?
Rukkayah membuka pintu, dan langsung memeluk Ana.
"Ana sudah besar ya?" Rukkayah menempelkan jari telunjuknya pada hidung Ana.
"Bunda seperti tidak bertemu Ana berapa tahun saja, padahalkan Ana pulang setiap semester." Rukkayah tersenyum mendapati jawaban Ana.
"Ah iya ayo Indah, Ana masuk dulu." Mereka semua berjalan ke dalam. Namun tantenya itu memilih untuk tidur di kamar karena lelah.
Ana masih di ruang tamu bersama bundanya, "Ayah kemana bun?" Tanya Ana celingukan.
"Ayahmu masih kerja sayang." Ucap bunda tersenyum ke arah Ana.
"Bunda, kak Farhan ingin menikahi Ana setelah lulus S2." Rukkayah tersenyum dan mengelus hijab Ana.
"Bunda tahu, dan Farhan sudah bicara kepada ayah." Perjelas Rukayyah sambil tersenyum menggoda.
"Bunda setuju?" Tanya Ana antusias melihat bundanya dengan lekat.
"Sebenarnya bunda ingin kamu kuliah dulu Na sampai lulus S2, tapi jika keputusanmu menikahpun tak apa-apa. Farhan baik, sholeh, bunda yakin Farhan bisa menafkahimu nanti." Ucap Rukayaah dengan penuh keyakinan.
"Terima kasih bunda." Ana memeluk bundanya manja layaknya masih kanak-kanak, padahal Ana sudah lulus SMA tapi masih saja manja.
"Sudah kamu tidur sana, nanti kalau masakannya sudah selesai bunda bangunkan." Ana menatap jam pukul 2 siang, Anapun sudah menguap. Akhirnya Ana pergi ke kamar untuk istirahat.
Kamar yang tidak pernah berubah, masih sama ketika Ana masih kecil dulu.
Jika dipikir-pikit kenapa kedua abangnya tidak pulang ya? Kemana Rais dan Rasyid?
Anapun memilih untuk tidur sejenak.***
"Bangunnnnnnn bangunnnnn." Hidungnya nampak perih, Ana membuka matanya perlahan, dan yang pertama dilihatnya adalah jam dinding.Pukul 16:00 WIB
Ana beranjak, ia melirik Rais di sebelahnya.
"Dasar kebo dibangunin dari tadi tidak bangun-bangun." Rais berdiri, ia pergi ke luar kamar Ana."Aku belum sholat ashar." Ana segera pergi ke kamar mandi untuk mandi dan berwudhu.
Ia melaksanakan sholat ashar, setelahnya Ana merapihkan alat-alat sholatnya. Ia berjalan ke luar menghampiri Rasyid, Rais, bunda, dan ayahnya yang berkumpul di ruang tamu.
"Bang Rasyid Ana kangen." Ana langsung menubruk Rasyid yang sudah gagah dengan jas dokternya.
"Kamu ini dek masih manja terus," Rasyid mengelus-elus kepala Ana yang terbalut hijab.
"Biarin," Ana kali ini menggoyang-goyangkan hidung mancung Rasyid.
"Na, abangmu ini mau lamaran malam ini." Ucap ayah tiba-tiba dan membuat Ana menghentikan aktifitasnya, ia mulai menyimak.
"Teh Hamidah?" Tanya Ana antusias.
Hamidah itu dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit tempat Rasyid bekerja. Dan Rasyid juga suka bercerita tentang Hamidah kepada ayah dan bundanya. Ya maklum, dari kecil Ana selalu ingin tahu. Ia sering kali sengaja mendengarkan percakapan mereka dan membuat Ana senyum-senyum sendiri.
Rasyid mengangguk, "Malam ini?" Tanya Ana.
Lagi-lagi Rasyid mengangguk, "Sekarang hari liburan Ana, rencana lamaran besok. Tapi kita berangkat malam ini karena pasti macet." Perjelas Rais.

KAMU SEDANG MEMBACA
FARZANA
EspiritualBagaimana jika seorang gadis cilik bernama Farzana Romeesa Fariza yang bercita-cita menjadi seorang Ibunda Aisyah Binti Abu bakar, menjadi ibunda Fatimah binti Muhammad, menjadi ibunda Asma binti Abu Bakar, dan wanita tangguh penjuang Islam lainnya...