Jam tangan

1.3K 165 0
                                    

FARHAN POV

Satu hari satu malam aku menginap di dalam pesawat, dan Alhamdulillah hari ini aku sampai di daerah kelahiranku, Aceh.
Di sana aku di sambut oleh banyak saudaraku, beberapa temanku juga datang untuk melihatku.

Ku tatap gadis kecil itu, gadis cantik kebanggaanku, dia Mufia. Meski rambutnya sudah mulai menipis, wajahnya sudah pucat pasi, Mufia juga sudah tidak mampu berjalan. Tapi dialah anugrah terindah yang pernah aku miliki.
Mufia mendorong kursi rodanya semangat ke arahku "Kak Farhan." ucapnya. Segera aku berjalan menghampiri Mufia, lalu memeluknya.

"Bagaimana keadaan mu dek?" Tanyaku mengelus rambut Mufia yang rontok menempel di tangan kananku

"Alhamdulillah Mufia baik kak Farhan." Anak ini memang tegar. Meski penyakit kanker darahnya sudah sangat parah, namun Mufia tak pernah menyerah.

"Bagaimana Ana di sana?" Tanyanya kembali antusias

"Farzana kangen deh kayanya sama Mufia, soalnya dia ke rumah terus nanyain Mufia." Jawabku tersenyum ke arah Mufia, lalu membisikan sesuatu ke telinga Mufia "Kak Rais juga kayanya kangen deh sama Mufia." Senyumnya mengembang, Mufia tersenyum malu kali ini.

"Mufia, kak Farhan ke kamar dulu ya. Kak Farhan mau tidur dulu, nanti kita cerita-cerita lagi ok?" Mufia mengangguk sambil tersenyum, langsung saja aku berjalan ke arah kamarku. Kamar kesayanganku yang sudah lama aku tinggalkan.

Paling-paling jika liburan semester aku pulang ke Aceh. Aku rindu sekali dengan kamar ini, langsung saja ku rebahkan tubuhku. Baru saja aku akan memejamkan mataku, namun ku urungkan.

Aku teringat kotak kecil pemberian Farzana, lalu segera ku raih tas gendongku. Ku ambil kotak itu, di dalamnya berisi sebuah jam hitam, tasbih, dan jilbab merah jambu. Aku menyeritkan halisku bingung untuk hadiah yang terakhir itu.

Ku temui secarik surat putih itu. Ku buka, dan ku baca isinya.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Kak Farhan 😊
Bingung kenapa Ana kasih semua itu ya?
Untung ada bunda yang kasih saran itu semua. Jadi, jam itu fungsinya untuk mengingat waktu sholat, biar kak Farhan gak pernah lupa sholat, tasbih itu agar kak Farhan selalu berdzikir dan mengingat Allah, kalau masalah jilbab gak usah buat kak Farhan juga😂 Ana beli buat Mufia kak. Ohya, salam ya buat Mufia. Mudah-mudahan persahabatan kita semua bisa jadi syafa'at dihari kiamat.
Aamiin Ya Rabbal'alamin
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Setelah membaca surat dari Farzana, tiba-tiba mataku tak bisa berkompromi. Aku pejamkan mataku sambil menggenggam sepucuk surat itu.

Farzana si kecil berambut panjang yang cerewet, yang baik hati, dan perduli.

"Kak Farhan bangun, kita sholat maghrib berjama'ah." Ucap Mufia menggoyangkan tubuhku pelan, ku buka mataku perlahan. Waktu menunjukan pukul lima sore.

"Iya dek kakak mandi dulu ya?" Aku berjalan menuju kamar mandi, namun langkahku terhenti. Aku ingat sesuatu.

Ku balikan tubuhku menuju Mufia yang masih duduk di kursi rodanya menatap Farhan "Kenapa balik lagi kak?" Tanya Mufia

Ku raih kotak itu, sebuah kotak pemberian Farzana "Dari Farzana dek." Ku ulurkan sebuah jilbab panjang berwarna merah jambu itu.

"Terima kasih." Ucapnya memeluk jilbab pemberian Farzana. Setelah memberikan jilbab tersebut, ku langkahkan lagi kakiku menuju kamar mandi.

Selesai mandi, ku kenakan pakaian rapih untuk melaksanakan sholat berjama'ah bersama abi, ummi, dan Mufia.

Mufia tidak ikut sholat di lantai, ia masih terduduk di kursi rodanya, karena kanker darah yang semakin parah, ia kini tak kuat menghentakan kakinya ke bumi. Aku sendiri sedih melihat Mufia, ia lah wanita kedua yang paling aku sayangi setelah ibu. Mufia anak yang penurut, feminim, dan tertutup. Aku rindu masa-masa Mufia belum separah ini, ketika aku liburan ke Aceh, ku tatap Mufia sedang mengayuh sepeda roda empat dengan gembiranya bersama Tioria, teman Mufia.

Selesai berdoa, ku balikan tubuhku ke belakang, ku tatap tubuh Mufia. Aku refleks dan langsung menggoyang-goyangkan tubuh ummi dan abi yang masih khusuk berdoa, kemudian ummi dan abi menoleh ke arahku.

"Ada apa Farhan?" Tanya ummi setelah mengusapkan telapak tangannya ke wajah

"Mufia" Seketika ummi menoleh ke arah Mufia, diikuti abi yang baru saja mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah. Ummi langsung memeluk tubuh Mufia, tubuh yang sudah hampir dingin, wajahnya pucat. Ia juga menutup matanya rapat, sambil membentuk lekukan bulan sabit di bibirnya.

"Dek bangun dek" ucapku sambil sedikit menggoyangkan tangan kanan Mufia yang lemas

Abi segera meraih tangan Mufia lembut sambil memegang nadinya pelan "Innaillahi wa innalillahi roji'un" aku membelakan mata sempurna, kali ini ku dekap tubuh Mufia erat sambil menangis. Ada sesuatu yang menusuk hatiku, aku sangat menyayanginya, aku butuh Mufia sebagai penyemangatku "Mufia jangan tinggalin kak Farhan Mufia, Mufia bangun" Ku tepuk pipi mulusnya pelan.

Abi segera menggenggam tanganku, ia menarik tubuhku menjauh dari Mufia "Adikmu sedang kesakitan Farhan, kalian tidak boleh menyentuhnya karena orang yang baru saja dicabut nyawanya itu akan merasakan sangat sakit" Aku menunduk, benar kata abi.

Abi langsung merebahkan tubuh Mufia di lantai berselimut Springbed, saudaraku mulai berdatangan untuk ta'ziah. Ku tatap wajah itu, wajah polos seorang Mufia.

Aku tak kuasa, ku berlari ke arah kamar Mufia. Kamar yang masih tercium bau tubuh Mufia. Ku tatap jilbab merah jambu itu, jilbab pemberian Farzana yang sama sekali belum sempat Mufia pakai. Ku raih sebuah bingkai foto keluarga, ada aku, Mufia, ummi, dan abi sedang tersenyum bahagia.

Ku usap kaca tersebut dengan halus tepat di wajah Mufia. Aku tersadar dengan sahabatku, Rais. Ku raih handphoneku di saku celana, ku cari kontak nama Rais.

AUTHOR POV

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Rais?" Suaranya sendu

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, ada apa Han?" Tanya Rais dengan suara yang penuh kekhawatiran,

"Mufia, meninggal."Jawabnya singkat

"Innalillahi wa innaillahi roji'un, maaf Han saya tidak bisa taziah ke sana."

"Tidak apa-apa Rais, saya hanya ingin mengabarkan saja. Ya sudah, saya tutup dulu teleponnya salam untuk Farzana, dan semuanya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," Tutup Farhan

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Setelah menerima telepon dari Farhan, Rais berlari ke ruang tamu untuk memberitahukan bundanya, dan Ana.

"Bunda?" Ucap Rais menghampiri bundanya yang sedang mengajari Ana membaca.

"Kenapa sayang?" Bunda menghentikan aktifitasnya,

"Mufia meninggal dunia." Rais tak kuasa, ia pernah jatuh hati pada wanita itu. Mufia yang pendiam, lemah lembut, dan penuh misteri. Meski hanya cinta monyet.

"Innalillahi wa innaillahi roji'un." Ucap bunda, dan Ana berbarengan.

"Kak Farhan ninggalin Ana, tapi kenapa Mufia harus meninggalkan Ana selamanya?" Ana menangis, karena Mufialah hatinya cemburu, karena Mufialah hatinya terpacu mengenakan hijab.

"Mufia tidak pergi untuk selamanya, nanti Ana akan bertemu kembali dengan Mufia di surga." Bundanya memeluk Ana sambil membelai rambutnya lembut.

"Ana sayang Mufia."

😪😪😪

Maaf sudah lama tidak update, habis menyelesaikan cerita Karena Imam dan Iman.
Sebenarnya ini cerita udah aku tulis beberapa bulan lalu, karena wattpad ini terhubung sama Facebook. Dan Fb aku ada yang hack, setelah dikembalikan. Tulisannya hilang separt, jadi aku tulis ulang.

Lanjut terus, cerita ini masih lanjut.
Don't miss it guys😚
#PrayForPalestine

FARZANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang