Change

1.5K 157 0
                                    

"Bundaaaaaaaaa Ana berdarah." Ucapnya berteriak kencang sambil menghampiri bundanya yang sedang memasak di dapur

"Aduh apa sih Ana, jangan teriak-teriak sayang." Bunda Rukayyah menghentikan aktifitasnya, lalu menghampiri Ana

"Ana takut." Rengek Ana sambil menghentakan kakinya manja

"Kamu itu subur Ana, sebentar lagi masuk SMP jadi wajar." bunda Rukayyah mengelus pipi Ana pelan.

"Ada apa sih kesayangan ayah ribut terus?" Tanya ayah yang baru saja keluar dari kamar mandi, dan kebetulan hari ini ayahnya itu sedang tidak terlalu sibuk

"Putri kesayangannya ayah sudah dewasa ini." Ucap bunda membuat pipi Ana merona kali ini

"Subhanallah, gimana nak mau lanjut SMP mana?" Tanya ayah memghampiri Ana

"Ana mau sekolah sama bang Rasyid, Ana mau belajar bela diri sama bang Rasyid di Banten ayah." Jawabnya membujuk ayahnya itu

"Ana, nanti siapa yang bakal jaga kamu? Bang Rasyid pasti sibuk ngurusin tugas kuliahnya yang mau habis semester D3." Ayah Ana terus membujuk Ana agar Ana tidak bersekolah di Banten

"Tidak ayah, kan di sana ada tante Indah. Ayolah ayah, Ana mau bisa bela diri. Perempuan harus belajar bela diri." Ana malah semakin membujuk ayahnya itu

"Cewek feminim kaya Ana mau belajar bela diri?" Pertanyaan Rais kali ini membuat Ana geram, selalu saja kakaknya itu tiba-tiba muncul, dan menimpali jawaban yang membuat kepala Ana berasap

"Liat aja nanti, bang Rais pasti tercengang liat Ana berubah. Ayah dengarkan Ana, dijaman seperti ini harus pintar-pintar bela diri, bela diri itu wajib untuk setiap muslim khususnya muslimah karena terbilang rentan ayah. Ana juga sudah bertekad untuk tidak berdandan feminim lagi, Ana mau dandan seperti wanita pemberani dan tanpa mengurangi identitas muslimah sejati agar tidak menjadi sasaran laki-laki kurang ajar." ucap Ana panjang lebar membuat ayahnya itu manggut-manggut

"Ok ayah ijinkan, tapi kamu harus benar-benar berlatih." Ana mengacungkan dua jempolnya ke atas kepala

"Ok ayah, Jazakallah khoir." Ana menubruk ayahnya, sambil ayahnya mengelus pundak Ana lembut penuh kasih sayang

"Waiyyaki sayang"

"Rais mau kuliah di Jakarta aja ya ayah?" Tanya Rais sambil berlagak sok kegantengan

"Jangan ijinkan ayah, bang Rais hanya mau cari cewek cantik aja." Timpal Ana menjulurkan lidahnya

"Bunda bakal kirim kamu ke pondok pasanteren aja." Ucap bunda menyilangkan dua tangannya di depan dada

"Yah, jangan bunda. Rais kan mau jadi manajer perusahaan masa masuknya ke pesantren." timpal Rais sambil memanyunkan bibirnya ke depan

"Ayah bakal ijinkan kamu ke Jakarta tapi dengan satu syarat." Kali ini ayah angkat bicara

"Apa ayah?" Tanya Rais menyeritkan halisnya

"Dengan beasiswa, kamu kejar beasiswa." mendapati pernyataan ayah tersebut, Rais membelakan matanya

"Gimana caranya ayah?" Rais menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia geram. Ayahnya sangat keterlaluan, kenapa tidak dengan biaya sendiri saja? Ayah pasti mampu.

"Nilai kamu selama ini bagus, di atas rata-rata. Ayah yakin kamu bisa kejar beasiswa." Ucap ayah sebelum menggandeng bunda untuk pergi ke ruang tamu membawa masakan yang baru saja selesai.

"Hahaaha." tawa Ana pecah melihat kakaknya terus menekuk wajahnya

"Pantas Farhan pergi, mana tahan dia dengan sikap Ana." Pernyataan Rais sebelum ia pergi meninggalkan Ana, lagi lagi kakaknya itu membuat Ana kesal. Langsung saja Ana mengejar Rais, dan menjewer telinganya

FARZANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang