15. None

224 23 2
                                    

Sepanjang Yuki menutup matanya dan selama ia membaringkan tubuhnya, Yuki tidak merasa sedikitpun terlelap. Rasanya otak dalam kepalanya masih menginginkan terjaga, walau tidak dapat memungkiri kali ini tidak hanya tubuhnya saja yang lelah namun juga pikirannya.

Apa yang membuat isi kepala Yuki seolah terus terjaga adalah mengapa ia memaafkan lelaki itu. Ya, mengapa? Setelah apa yang dilakukan lelaki itu bila diingat lagi.

Lelaki yang hampir melecehkanmu selepas di kelap malam itu, lelaki yang mempermalukannya dipesta milik lelaki itu dan apalagi, apalagi Yuki? Haruskah kepalamu harus terjaga untuk menghitung betapa sakitnya kau pada lelaki itu sampai kewaktu dulu?

Yuki membuka matanya, gelap dan sunyi seolah memerangkap pandangan. Tubuhnya terbaring tengkurap diranjang putih kamarnya.

Nafasnya berhembus pelan. Lelah, lagi-lagi mengeluhkan lelah. Yuki mengangkat tubuhnya duduk, merapikan rambut pendeknya kebelakang sebelum mengambil segelas air mineral yang biasa disiapkan sebelum tidur.

Setelah mereka berdamai beberapa jam lalu, Yuki memutuskan pulang. Tentunya tanpa repot-repot membuat lelaki itu mengantarnya pulang. Itu cukup berhasil jika saja Yuki tidak mengacam akan mengubah pikirannya tentang berteman.

Ini konyol.

Yuki menelan sisa air putihnya hingga tandas. Suara jam weker yang telah diatur tiap pukul 05.30 pagi berbunyi nyaring. Menandakan bahwa aktivitas paginya mulai datang.

'Aku tidak percaya bahwa kita berdamai, Sampai rasanya membuatku sulit untuk percaya'

Archard-

El mengiriminya pesan singkat. Pernyataan yang terasa excited jika dicerna lagi.

Pandangan Yuki lurus disepanjang pemandangan dibalik jendela. Tumpukan salju memenuhi dimana-mana, tidak lagi ada deburan salju deras yang turun seperti semalam. Pagi ini terasa hening tanpa suara.

Ya, aku memaafkanmu. Mempercayai untuk memaafkan hanya untuk menenangkan diriku. Tidak untuk dekat denganmu. Hanya saja untuk membebaskan diriku untuk setiap gangguanmu, seperti kemarin.

Yuki membalikkan tubuhnya. Menuju arah pintu keluar ruang kamarnya. Paginya telah menanti, kehidupan telah menunggu dan kebahagiaan akan lebih baik jika datang bersegera.

-#-

Pagi ini Yuki kembali pada rutinitasnya di kantor. Tubuhnya nampak segar sekarang, mungkin lebih tepatnya tidak seberat saat bangun subuh tadi. Meski tidak memungkiri kedua matanya terasa berat untuk waktunya yang terjaga mengawasi lelaki itu.

Yuki membuka pintu ruang kerjanya. Diujung kiri ia menemukam Stephanie yang duduk di kursinya. Tengah menggoreskan penanya pada lembar putih diatas meja.

"Pagi Step..." sapa Yuki lebih dulu.

"Oh hay Yuki. Senang melihatmu lagi"

Yuki tersenyum tipis, ya suara Stephanie selalu terdengar ceria dipagi hari. Mungkin Yuki harus mencoba menjadi gadis bersemangat seperti Step.

Belum lama pintu Yuki tertutup. Pintu ruangannya kembali terbuka, terdengar lebih kasar saat seseorang bergerak cepat masuk ke dalam ruangannya.

Petter.

Lelaki yang mungkin masih belum menerima langkahnya menemui Archard sekali lagi. Yuki duduk dikursinya tenang, tanpa menggubris raut tak sabar Petter.

El ArchardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang