9. Disillusioned

464 33 3
                                    

SELAMAT MEMBACA.

Guyuran air masih setia membanjiri tubuh lunglai itu. Sepeninggal El, Yuki terlalu banyak membiarkan dirinya berdiam dibawah pancuran shower terlalu lama hingga ketika ia mencoba berdiri, kakinya gemetar goyah. Bibir itu telah memucat saking lamanya terguyur.

Yuki menggenggam pinggiran besi yang membantunya mengangkat tubuh. Pancuran telah berhenti dan Yuki berjalan keluar dari shower.

Menggigit bibir Yuki tidak dapat menahan dirinya yang menyedihkan ini. Tubuhnya hampir telanjang sempurna jika saja celana dalam tipisnya tidak disana. Kedua mata Yuki memerah, tubuhnya sedikit mengkerut karena dingin, rambut acak-acakan dan basah.

Yuki tidak bisa memandangi dirinya terlalu lama dalam cermin. Gadis itu mengambil bathrobe terdekat dan menalikannya erat. Pakaian yang dikenakannya tadi telah mengembung tertelan air dan Yuki tidak sempat menyelamatkannya.

Kedua matanya terasa panas dan mengganjal namun tidak membuat ia lagi-lagi mengeluarkan air mata. Hatinya telah kebas dan kelu untuk merasakan apapun lagi. Bahkan rasa sakitpun kini tak tahu lagi apa jika lebih dari ini. Yuki ingin menyerah jika dirinya bisa membuat pilihannya sendiri. Tapi entahlah, Yuki menggeleng lemah.

Ketika ia memutuskan untuk keluar, Yuki berharap tidak mendapati lelaki itu di dalam kamar.

.........

Nafas itu memburu panas, tubuhnya kini telah setengah telanjang menyisakan jeans tua yang menggantung pinggul. El menatap dirinya frustasi didalam cermin.

"Aku hampir melakukannya, Julian!" rahang El mengeras saat berucap.

Mata hitam gagaknya menusuk keberadaan Julian dibalik punggungnya. Julian hanya diam sembari membawa kemeja tuannya yang telah dikeringkan sebelumnya.

Sepeninggalnya El dari kamar itu, El meminta Julian memesankan satu kamar lagi untuk menenangkan dirinya. Tentunya hanya untuk mandi dan meminum obat pengendali hormon yang didapatnya dari Julian.

El terlalu frustasi untuk memcoba berdamai dengan dirinya. Tidak bisa! Ia tidak bisa memaafkan dirinya ketika tahu ia hampir saja melakukannya. El mengacak rambutnya frustasi sebelum menggebrak meja meninggalkan cermin. Tatapannya menajam menangkap Julian didepannya.

Sesungguhnya El hanya memikirkan bagaimana perasaan wanita itu sekarang. El hanya terlalu marah saat itu. Jika saja teman-temannya tidak mengajaknya ke club itu, mungkin El masih bisa mengendalikan wanita itu untuk menyelamatkan harga diri wanitanya. El memahami bagaimana hancurnya wanita itu sekarang.

Sekilas El mendapati Julian mengangkat ponselnya tanpa ucap. Wajah Julian nampak dingin saat mendengar si penelpon.

"Nona Yuki baru saja keluar dari kamarnya" suara dingin Julian membuat rahang lelaki itu semakin mengeras.

El bergegas keluar kamar. Melewati Julian yang tengah mengulurkan kemeja tuannya. Namun tak ayal mendapat gubrisan El.

Yuki menggeram marah, saat ia mencoba keluar dari kamarnya tiga orang bersetelan hitam mencegatnya disana. Tepat diujung lorong sebelum berbelok kekiri arah lift berada.

"Menyingkirlah! Aku sudah selesai, jangan menghalangiku!"

Yuki mendorong-dorong kecil tubuh kekar salah satu orang-orang itu. Namun ketiganya tidak melakukan apapun selain diam tanpa penjelasan dan mencegah gerakan Yuki yang berusaha lari.

"Apa yang kau lakukan!" suara kasar itu menghentikan gerak memberontak Yuki.

Yuki berbalik cepat, tahu pasti siapa orang itu. Sungguh Yuki sedang tidak ingin bicara dengan lelaki ini. Dan apa tadi dia bilang? Apa yang kau lakukan?

El ArchardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang