📌Lembaran Baru | Satu

860 62 58
                                    

Keenan; seorang pria tulen nakal berambut hitam, berhidung mancung, mata bermiopi besar, dan bibir tipis kemerahan yang sangat menawan bila pemiliknya mengeluarkan senyum andalan.

Dengan parasnya yang seperti itu, tentu saja Keenan menjadi idaman para wanita. Sikapnya yang dingin, mampu membuat lawan jenisnya tertarik. Bagi sebagian orang yang baru mengenal Keenan, mungkin beranggapan bahwa pria itu tipe laki-laki sombong yang enggan bergaul. Namun, tanggapan itu salah besar. Keenan bisa saja menjadi gila seketika saat bersama dengan sahabat-sahabat sejalannya. Mereka adalah Mike, Raka, Ari, Alvin, Nick, dan Aldo.

Kemarin adalah malam purnama yang tidak akan bisa mereka lupakan. Ya, kepergian Keenan ke luar kota. Jelas, itu menjadi kejutan yang tak dapat diterima oleh para sahabatnya, termasuk Syra.

Bagaimana tidak? Keenan mengabarkan bahwa ia ingin pergi ke luar kota, saat detik-detik sebelum keberangkatannya.

Ke-enam sahabatnya datang malam itu, dengan hati yang sama-sama riuh, sama-sama tak ingin ditinggalkan.

Mike sampai lebih dulu, disusul dengan Raka, Nick, dan yang lain. Wajahnya mereka pias, tak percaya. "Lo serius?" tanya Mike.

Semua terlihat penasaran menunggu jawaban Keenan, di halaman. Keenan tersenyum, dan menaikkan kedua alis tebalnya. Matanya berkaca-kaca memandangi segala penjuru rumahnya.

"Sialan lo! Kenapa harus dadakan?" tukas Raka, memukul pelan dada bidang milik Keenan.

Keenan mendengus, tersenyum hiperbolis. "Gue gatau, bokap juga ngasih tau dadakan."

Keenan merundukkan kepalanya, ia menatap setitik air yang terhempas ke lantai yang ia pijak. Keenan sadar itu berasal dari indra penglihatannya sendiri. Sontak Keenan merangkul pundak Mike dan Raka, yang lain ikut serta.

"Jangan lupain gue," ucap Keenan.

"Pasti."

Malam itu tidak hanya dipenuhi haru, tetapi juga lagu yang mereka nyanyikan, dan diiringi alunan gitar yang Keenan petik. Udara malam merangkak, membelai lembut tubuh Keenan dan yang lain. Semua mata disana berlinang, menahan pedihnya kenyataan.

Kehilangan satu seorang sahabat, bukan hal yang menyenangkan bukan?

Mesin mobil sudah dinyalakan, seluruh barang sudah disiapkan. Keenan membuka pintu mobil bagian kanan belakang, namun Keenan tidak langsung memasuki mobil, alih-alih memandang sahabat-sahabatnya terlebih dulu. "Gue bakal kesini lagi nanti, doain gue baik-baik aja, jaga diri lo pada baik baik," pesannya.

Mereka mengangguk membalas perkataan Keenan.

"Hati-hati, Nan."

"Kita nunggu kepulangan lo," ucap Mike yang air matanya masih saja menetes.

"Kalo ada cewe cantik, boleh lah kenalin, gue bosen jomblo mulu," ucap Ari, mencoba mengembalikan suasana. Walaupun sama sekali tidak lucu, tetapi mereka semua tetap tertawa, walau disertai tangis.

Menyudahi, Keenan mulai masuk dan duduk di dalam mobil. Ditutupnya pintu mobil, dan dibukanya kaca jendela.
"Titip Syra."

Mereka mengangguk tanpa suara. Keenan menutup kembali jendela mobil, bersamaan dengan jalannya mobil tersebut. Meninggalkan rumah lamanya juga sahabat-sahabatnya yang terus melambaikan tangannya meski jauh.

Malam itu, Keenan pergi.

***

"Keenan...."

"Keenan...."

"Bangun, sekolah kan?" tanya nenek, sedikit menepuk betis Keenan, yang setengah tubuhnya masih tertutup selimut hijau tosca miliknya.

ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang