📌Hujan Syahira (Lagi) | Tiga belas

229 19 10
                                    

"Habis gelap terbitlah terang" ungkap salah satu pahlawan bangsa ini. Aroma tempat ini sudah tidak asing lagi bagi siswa-siswi yang fisiknya sering terganggu di sekolah. Ruangan ini luasnya sekitar 12 meter persegi, serta dipenuhi banyak fasilitas kesehatan.

Perlahan-lahan kelopak mata itu terbuka, lantas kembali seperti normalnya. Berkedip, layaknya indra penglihatan manusia pada umumnya. Perban putih yang tengah membalut luka di dahinya itu terlihat cukup ketat. Hingga membuatnya refleks menyentuh bagian yang sempat koyak itu, dan sadar telah terobati.

"Lo kenapa?" tanya Nate.

Nate. Nathan Prasetya, Siswa berkacamata di kelas X. IPA 4, Bertubuh tegap, berkulit hitam manis. tinggi badannya sering diidamkan kaum hawa, apalagi senyumnya yang bisa bertanding dengan gula sukrosa. Karena kacamatanya selalu melekat pada kedua matanya, dulu Nathan sering dipandang nerd. Dan semua berubah, setelah ia menghabisi Ronny; Mantan penguasa kelas 12.

Sayup-sayup Keenan menatap bingung cowok asing (Nathan) yang berdiri di samping ranjangnya. Pasti anak PMR nih, batinnya.

Sekarang bahkan tiba satu cowok asing lagi yang datang menghampiri ranjangnya. "Nih," cowok asing itu membawa segelas air bening untuk Keenan. Namanya Rakel.

Rakel. Rakel Agustian, teman sebangku Nate, rambutnya hitam klasik, pecinta syair, paling benci adanya konflik, apalagi sampai terjadi baku pukul. Rakel adalah sahabat dekat Nate, namun sifat mereka sangat jauh berbeda. Ibarat bumi dan langit, terlalu jauh.

Salah satu sifat utama Rakel adalah terlalu serius dalam menghadapi masalah. Dan salah satu sifat utama Nate adalah, selalu melakukan hal yang tidak disukai Rakel.

Keenan mulai bangkit dari tidurnya, dan meraih gelas yang Rakel berikan.
"Makasih," desah Keenan. Rakel mengangguk sambil tersenyum simpul.

"Nama gue Nate." Nate menyodorkan tangannya pelan. Tanpa basa-basi Keenan langsung menyambutnya.

"Gue Keenan," Keenan tersenyum, dingin.

"Rakel," sambung Rakel. Percis dengan apa yang dilakukan Nate. Keenan juga menyambutnya dengan santun.

"Keenan." Bibir Keenan mengukir senyum itu lagi.

"Anak PMR ya?" timpal Keenan. Penasaran.

Rakel dan Nate melepas tawa. "Kita nggak suka ikut-ikut organisasi," ungkap Nate sambil menelan sisa tawanya.

Searah. Keenan membatin.

"By the way, makasih udah nolongin gue," Keenan baru tersadar ia sama sekali belum mengucap terima kasih.

"Berantem?" tanya Rakel sinis. Sebenernya ia tak sudi menanyakan hal ini. Hal yang tak pernah ia sukai.

"Lo anak baru kan?" Nate ikut bertanya. "Nekat bener?" tambahnya.

Keenan tersenyum. Lantas tertawa sumbang, menertawai dirinya sendiri.
"Pertama. Itu hobi gue," ungkapnya. "Kedua. Gue gak akan berantem, kalo gak ada yang mulai." Nate tertawa geli, sementara Rakel terlihat acuh.

"Dia nggak suka baku pukul Nan," jelas Nate dengan wajah yang sedikit mengejek.

Hampir saja Keenan membantin untuk menganggap remeh seorang Rakel, namun setelah Rakel tersenyum dan berkata, "nggak suka, bukan berarti nggak bisa." Keenan menghembus napas lega.

"Yaudah, kita tinggal dulu ya. Kapan-kapan main bareng lah," tambah Rakel. Nate mengangguk sepakat.

"Pasti lah," sahut Keenan dengan senyumnya yang nampak memulai persahabatan mereka. Nate dan Rakel membalas senyumnya lalu pergi meninggalkan ruang UKS dan Keenan.

ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang