📌Hari Kegagalan Vano | Empat

391 40 84
                                    

Matahari sore ini sedang kikir, pancaran sinarnya untuk Bumi berkurang drastis. Awan putih dan awan hitam mulai berdemonstrasi atas keangkuhan sang mentari, di hadapan cakrawala. Matahari sudah terkepung oleh kumpulan awan. Tidak hanya itu, awan hitam juga mengajak guntur untuk menimbulkan rasa takut pada matahari.

"Udah mau hujan nih!" kata Freya.

"Nenek gue juga tau," tukas Keenan, seraya menaikki motornya, serta mengenakan helm seperti biasa.

Freya mendengus, sebal.

Kemudian, untuk yang kesekian kali, mereka saling tatap.

Sekarang, Keenan yang memutar bola matanya.

"NAIK!" tukas Keenan, gemas.

Sontak membuat Freya sibuk mengatur posisi duduknya di motor Keenan. Ih! Pengen banget gue nyolok idungnya pake pensil, batin Freya

Awan gelap sudah tak tahan menahan bebannya. Tetes demi tetes mendarat mulus di lengan Freya dan juga Keenan.

Baru seberapa jalan mereka tempuh, Keenan menghentikan motornya, di persimpangan jalan sekolah.

"Kok berhenti?" tanya Freya.

"Udah sampe," jawab Keenan, sambil menstandarkan motornya ditepian. Keenan turun dari motornya, penumpangnya pun ikut serta.

Dahi Freya mengernyit. "Rumah gue kan masih jauh," ujar Freya dengan tatapan jengkel.

Bukannya menjawab, alih-alih Keenan malah menggaruk dahinya dengan jari telunjuk.

"Dasar manusia es!" Freya mengumpat pelan.

Keenan mendengar itu, namun tidak ia persulit. Daripada berdebat dengan cewek rewel ini, Keenan lebih memilih untuk maju satu langkah ke tengah jalan, dan menghentikan sebuah taksi yang sedang menempuh jalan, dengan sedikit gerakan oleh tangan kanannya. "Taksi!" teriaknya.

Supir mobil sedan komersil yang melihat isyarat dari Keenan itu pun menghentikan mobilnya, tepat di hadapan sepasang remaja berseragam ini.

"Kok naik taksi sih?" Freya menggerutu, sambil mencubit kasar lengan Keenan.

Tak peduli sakitnya, Keenan membuka pintu mobil. "cepetan masuk!" Kata Keenan.

Freya menggeleng berat, sedikit memanyunkan bibir tipisnya.

"Gue bayarin."

"..." Freya menundukkan kepalanya, sebal dengan tingkah Keenan yang seperti itu.

Keenan menghela nafas panjang.

"Rey, ini hujan. Dan gue enggak mau lo sakit," ucap Keenan, sembari mengusap tengkuk nya yang tak gatal.

Pipi milik perempuan itu memerah. Freya mengukir senyum manis andalannya dengan begitu percaya diri dihadapan Keenan.

"Apaansih? Gausah blushing-blushing gitu, lo kan anak baru, yekali besok gamasuk cuma gara-gara kehujanan," terang Keenan (sambil mengeles). Matanya melirik ke langit-langit.

Merasa malu. Freya segera menutupi pipinya, (yang sedang blushing) dengan kedua tangannya. "Ohiya, galucu nanti," kata Freya.

"Udah, cepet masuk!"

Freya mengangguk. Lantas, masuk ke dalam taksi yang sedari tadi sedang menunggunya. Ditutupnya pintu mobil dengan hati-hati. Keenan masih tegak berdiri, menunggu mobil sedan komersil itu menjauh.

Tiba-tiba, cewek yang berada di dalam taksi itu, teringat sesuatu. Dibukanya kaca mobil, lalu mengeluarkan kepalanya, dan menoleh ke arah Keenan yang sedang berdiri menatapnya. "NAMA LO SIAPA?" teriak Freya, dari kejauhan.

ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang