Act 0

1.5K 84 10
                                    

"Kenapa kau pergi saat itu? Apakah itu karena aku menyatakan perasaanku?"

Lelaki berambut merah itu hanya terdiam membisu. Menggigit bibir bawah dengan perasaan begitu rumit.

"Apakah kau membenciku?"

Lelaki itu menggelengkan kepalanya. Dia tak bisa menjawab.

"Lalu kenapa?"

Air mata mulai mengalir bersamaan dengan matahari yang tenggelam di barat. Langit biru mulai berubah menjadi hitam. Lampu lampu di jalan juga mulai hidup dengan sendirinya.

Kendaraan berlalu lalang di jalan yang terletak tak jauh dari mereka berdua.

Ke depan dan ke belakang, lelaki itu terayun ayun seperti anak kecil. Di sampingnya seorang gadis berambut biru laut duduk di ayunan sambil menangis.

"...maaf Haruka. ... maaf, tidak.  Mungkin minta maaf tidaklah cukup."

Lelaki itu menatap ke atas langit dan melihat bintang yang mulai berkelap kelip.

Pemandangan yang begitu indah, sayang keindahan itu berkebalikan dengan perasaannya saat ini.

"...saat itu.. saat kau menyatakan cinta padaku, ...aku..aku takut."

Mengingat kembali masa itu. Masa di mana dia menjadi yang terburuk.

"..takut?"

"...Takut kalau kita tak akan bisa bersama. Kau tahu kan, satu tahun yang lalu aku pergi ke kota lain karena pekerjaan orang tuaku. Jadi meskipun aku juga mencintaimu, aku tak mungkin bisa menerimanya. "

Dia tahu itu tak cukup untuk sebuah penjelasan, tapi tidak masalah. Ini adalah yang terbaik.

"Tapi kenapa kau tak menjelaskan kalau kau akan pergi? Jika aku tahu. mungkin..mungkin saja.."

"Sayang sekali itu tak mungkin Haruka. Kau tak bisa mencegahku untuk pergi, aku sangat menyayangi ayahku, sejak ibuku meninggal, hanya aku yang dia miliki.."

Gadis itu hanya terdiam ketika mendengar penjelasan lelaki itu.

Pemuda itu mengharapkan sebuah maaf, tapi itu terlalu berlebihan. Dia sadar tak pantas menerima maaf.

"..tapi bukankah sekarang aku sudah kembali?"

"?!"

"Kaulah satu satunya alasan aku kembali ke kota ini. Karena itulah kita bisa memulai kembali."

Pemuda itu tersenyum penuh dengan harapan.

Dia akhirnya bisa bersama dengan orang yang dia cintai. Dan karena mereka saling mencintai, tak ada alasan untuk mereka tak bersama.

Tetapi kenyataan berkata lain.

"..kau sudah terlambat Syo-kun, sekarang aku sudah.."

"..ya, aku tahu."

Meskipun itu sebuah keinginan terbesar saat ini.

"Sekarang kau sudah punya penggantiku. Ku dengar dia adalah lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Aku bisa tenang jika lelaki seperti itu bisa menjadi kekasihmu" ucap lelaki bernama Syo dengan tersenyum.

Sejak awal ia tahu akan menjadi seperti ini. Meskipun begitu Syo tetap ingin menjelaskan alasan ia pergi.

"Apakah kau bahagia Syo-kun?"

Syo tak bisa berbohong tentang perasaannya. Walaupun mulutnya mengatakan ia senang, tapi dalam hati ia merasakan sakit bagaikan tertikam puluhan pisau.

"Tentu saja bahagia. Sudah kubilang kan?"

"..lalu kenapa kau menangis?"

Akhirnya Syo sadar kalau air matanya mengalir dengan deras seperti sungai. Tampaknya hatinya benar benar tak bisa berbohong.

Tapi apa gunanya?

Tetap saja ini tak bisa merubah kenyataan yang ada.

"Begitu rupanya, ternyata aku tetap tak bisa menerima kalau kau sudah punya lelaki lain.."

Syo mengusap air matanya dan tersenyum. Ia mencoba untuk tetap tegar meskipun ini menyakitkan.

"Bukan begitu Syo-kun. Meskipun aku sudah punya pacar, ta-tapi hatiku masih..."

"Sudahlah Haruka. Pada akhirnya.. aku tetap tak bisa memilikimu."

"..."

"Tenang saja, aku adalah lelaki yang tegar, hanya itu saja yang ingin kukatakan."

Ekspresi murung menghiasi wajah Haruka.

Dalam hati, Haruka tetap tak bisa melupakan Syo yang merupakan cinta pertamanya. Meskipun sekarang ia punya pacar baru, tapi dalam hatinya Haruka tahu kalau ia masih mencintai Syo.

"Satu hal lagi Haruka. Aku menyuruh kita bertemu di sini bukan hanya untuk mengenang masa lalu. Ada satu hal lagi yang ingin ku sampaikan"

Syo berdiri dan menatap Haruka dengan serius.

"Mulai besok aku akan pindah ke sekolah yang sama denganmu."

"Heh?!"

Haruka sangat terkejut dengan apa yang Syo katakan.

Melihat Haruka terkejut, Syo kemudian tersenyum. Lalu ia melangkahkan kakinya dan mengambaikan Haruka yang masih terdiam di taman.

Di pintu taman, Syo sekali lagi menatap ke arah langit dan ia mengepalkan tangannya. Dalam hati Syo bertekad. ini adalah awal untuk menepati janjinya kepada seorang yang ia cintai.

"Aku akan menepati janjiku Misa, karena itulah kuharap kau tenang di sana"

The PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang