sebelas

2.1K 489 73
                                    

Sekitar jam dua belas malam, Bomin terbangun dari tidurnya, lalu melirik Jinyoung yang masih tidur.

Bomin mengutuk dirinya sendiri karen kebelet di jam segini. Meskipun Bomin itu cowok, tap tetep aja, tinggal di lingkungan yang ada pembunuhnya itu menyeramkan.

Dengan langkah gontai, Bomin masuk ke kamar mandi.

"Sial."

Pemuda Choi itu langsung menutup pintu kamar mandi yang terisi oleh Eunbin, lalu berlari menuju Bae Jinyoung.

"Bae fucking Jinyoung bangun anjing." kata Bomin sambil terus menggubris Jinyoung yang masih larut dalam mimpinya.

"Kenapa?" tanya Jinyoung.

"Eunbin, di kamar mandi."

Jinyoung langsung bangun, matanya membulat, menatap Bomin dengan sungguh sungguh.

Belum sempat Bomin membuka mulutnya untuk berbicara, Jinyoung udah lebih dulu lari dan mendapati Eunbin yang penuh dengan darah.

"Nggak," kata Jinyoung sambil mengusap darah di wajah sang kekasih. "Ini Nancy."

"ANJING. JINYOUNG, LO SADAR DONG. BISA JADI JUGA NANCY YANG HABIS INI KENA, KITA NGGAK TAU. BISA LO, NANCY, ATAU BAHKAN GUA!"

Jinyoung menggeleng.

"INI NANCY. BOMIN, LO HARUS PERCAYA, INI NANCY!"

Bomin hampir melayangkan tinjunya untuk Jinyoung kalau saja Nancy Jewel Mcdonie itu tidak muncul dibelakangnya dan menahan Bomin.

"Ngaku lo, anjing." kata Jinyoung dingin.

Nancy terisak melihat Eunbin, tak menyangka kalau gadis yang selama ini ada buatnya sekarang sudah menjadi seonggok daging tanpa denyut nadi.

"B-bukan gue, gue nggak mungkin ngelakuin ini ke Eunbin."

"Cih. Siapa yang tau hati lo busuk sebenernya, Nan?"

Tangan Bomin mengepal, "nggak usah sok tau lo anjing."

"Bae Jinyoung, mikir." kata Nancy.

"Lo kira gue bakal bunuh cewek yang selama ini selalu ada disamping gue walaupun gue salah? Yang tetep nemenin gue dihukum walaupun dia nggak ngelakuin apa apa? Yang mau gue telponin tengah malem cuma buat curhat hal yang itu itu aja?"

Bomin menatap Nancy yang mengeluarkan air mata dengan derasnya. Selama dia mengenal Nancy, gadis itu tidak pernah menangis sebanyak ini. Kecuali saat Eunbin sakit usus buntu dan harus dioperasi.

Iya juga, Nancy terlalu dekat dengan Eunbin. Nggak mungkin ngelakuin ini.

Kecuali, kalau Nancy gila.

Bae Jinyoung diam, menatap Eunbin sambil mengepalkan tangan.

Gadisnya tidak lemah, harusnya Eunbin nggak ngelewatin hal-hal kayak gini sekarang. Banyak yang belum Jinyoung lakuin buat Eunbin.

"Hina," kata Bomin "Hina mana?"





















***

Nancy masih menangis, bahkan setelah mayat Hina dan Eunbin sudah dibersihkan. Padahal, sebelumnya dia tak menangis selama ini.

Entahlah, mungkin Nancy merasa bersalah?

Gadis itu mengurung diri di kamar yang terakhir kali digunakan oleh Eunbin. Menangis sebanyak-banyaknya.

Persetan dengan Bomin yang mengetuk pintu kamar tersebut terus-menerus, Nancy lelah.

Sekarang jam tiga pagi, dan Nancy masih belum berhenti menangis. Artinya, dia menangis sudah lebih dari tiga jam. Gadis itu membuka pintu kamarnya, diluar sangat dingin.

Nancy benar benar rindu Eunbin.

"Nan,"

Gadis itu menoleh, terlihat Bomin, Jinyoung, dan segelas kopi yang masih panas berdiri dibelakangnya.

Jujur, perasaan mereka bertiga kini sama. Walaupun berdiri berhadapan, pemikiran mereka bertiga sama.

Pembunuhnya, salah satu dari dua orang yang berdiri didepan gue sekarang.

"Kita tidur aja." kata Jinyoung ke dua temennya itu.

Nancy ngangguk, Bomin juga.

Mereka bertiga masuk ke kamar yang berbeda, entah karena perasaan masing-masing yang tidak enak, atau karena memang pengen sendiri.















***









Jam sepuluh pagi, Nancy terbangun dengan mata bengkak. Perutnya keroncongan, dia butuh makanan.

Karena itu, tanpa membangunkan siapapun, Nancy berjalan menuju dapur dan mulai membuat dua bungkus mie, walaupun sambil menangis.

Selesai dengan masakannya, Nancy membawa mangkuk besar itu masuk ke dalam rumah. Biar Bomin dan Jinyoung sarapan sekalian.

Nancy mengetuk pintu kamar yang dibawah, tempatnya Bomin.

"Min bangun, sarapan dulu." katanya.

Bomin masih setengah sadar, pria itu tersenyum melihat Nancy, bahagia karena gadis itu masih ada disini. Bahkan membuat sarapan.

"Temenin aku bangunin Jinyoung," kata Nancy "Takutnya dia masih marah."

Yang laki-laki mengangguk, lalu berdiri dan memimpin jalan ke arah Jinyoung.

"Bae Jinyoung, bangun." kata Bomin dari luar kamar. Tapi tak ada jawaban.

"Nggak denger kali."

Sekarang Bomin membuka kenop pintunya,

"Shit."

Bae Jinyoung tertidur di kasurnya dengan tangan kiri berlumur darah dan tangan kanan memegang pisau Nancy.

Jinyoung bunuh diri.





( A/N )

Hehe.

blood.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang