Nara meletakkan mangkuk berisi popcorn di atas pahanya. Kakinya ia letakkan di atas meja, sembari tubuhnya yang bersandar nyaman di punggung sofa.
Hari ini hari Minggu. Tidak ada lagi kewajiban bangun pagi, mandi secepat kilat, atau buru-buru berangkat hanya sekedar untuk datang ke kampus.
"Jung Nara—astaga!"
Pekikan yang terasa tajam dan nyaring mampu membuat Nara terkesiap dan menoleh ke samping. Ia melihat Ibunya sudah melotot marah dengan sebuah sapu di tangannya.
"Lihat dirimu! berantakan, kusam, dan jorok! Bagaimana bisa aku memiliki anak gadis sepertimu?!"
Nara berdecak malas dan terus mengunyah popcorn manis di dalam mulutnya. Matanya tak luput memperhatikan acara tv yang mengundang tawa.
"Nara, kau dengar Ibu bicara?!"
"Ayolah, Bu! Ini hari Minggu, semua orang bebas untuk bermalas-malasan!" Nara mulai merengek dan menggapai lengan Ibunya.
"Lekas mandi dan gosok gigimu, sebelum aku menendangmu keluar dari rumah ini!"
Nara memperhatikan punggung Ibunya yang menghilang di balik tembok dapur dengan pandangan tak terima. Tentu saja ia merasa begitu, semua orang tau di mana hari Minggu adalah hari untuk bermalas-malasan. Setidaknya, itu wajar sebelum ia kembali sibuk menjalani aktivitas di hari Senin.
...
"Bu, aku pulang!" kebiasaan Nara sejak kecil adalah berteriak memanggil Ibunya ketika sampai di rumah, ia bahkan tidak peduli sekalipun Ibunya sering mengomel karena teriakan Nara yang berlebihan.
Hari ini Nara terpaksa pulang cepat, ia bahkan rela membatalkan janjinya untuk pergi ke pusat perbelanjaan bersama beberapa temannya. Ini semua karena Ibu yang mendadak meneleponnya untuk segera pulang, entah karena apa.
Setelah berhasil melepas sepatu di depan pintu, Nara melangkah menuju ruang tamu untuk sekedar mencari keberadaan Ibunya. Baru saja ia ingin bersuara, mulutnya mendadak bungkam ketika melihat dua orang asing yang sedang duduk di sofa-asik mengobrol dengan Ibunya.
"Oh, Nara sudah pulang." Ibu mengayunkan tangannya, memberi isyarat agar Nara mendekat.
Nara membungkuk sopan kepada tamu tersebut—seorang wanita paruh baya dengan pria tampan yang seumuran dengannya. "Selamat malam."
"Nara, kenalkan ini Nyonya Kim dan ini putranya, Kim Taehyung."
Dingin. Nara rasa, satu kata itu paling tepat untuk mendeskripsikan Kim Taehyung. Entahlah, hanya saja Nara merasa bahwa pria itu terlampau dingin dan menutup diri. Pria itu bahkan sama sekali tidak berniat untuk sekedar tersenyum padanya. Tidak. Nara tidak bermaksud ingin diperlakukan manis. Tapi, hey—bersikap ramah pada orang lain itu bukan sesuatu yang salah, kan?
"Menurutmu, Kim Taehyung itu bagaimana?" Nara menatap Ibunya dengan setengah terkejut, saat gadis itu tengah sibuk merapihkan peralatan dapur.
Nyonya Kim dan putranya itu baru saja berpamitan sekitar setengah jam yang lalu, tapi Ibunya sudah mulai kembali membahasnya.
"Apanya yang bagaimana?" Nara berusaha untuk tidak terpancing ke dalam topik yang Ibunya ciptakan. Nara tau, topik ini akan berhubungan dengan satu hal. Menikah.
"Dia tampan, kan? Apa kau mulai tertarik padanya?"
Nara menghela napas tak habis pikir. "Bu, jangan konyol. Aku bahkan baru bertemu dengannya hari ini, bagaimana mungkin aku punya rasa tertarik padanya?"—lagi pula siapa yang sudi tertarik pada pria dingin yang menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FELT LIKE HOME
Fiksi Penggemar[FULL VERSION TERSEDIA DALAM BENTUK E-BOOK] Sekali ini saja, Jung Nara ingin mengutuk pertemuannya dengan Jeon Jungkook; karena pertemuan itu membuatnya harus masuk ke dalam sebuah perjanjian konyol dan terpaksa terikat dengan Kim Taehyung, pria din...