Chapter 18

17.7K 2.2K 158
                                    

Pagi ini tepat sudah menginjak pekan kedua di bulan September, sekaligus tepat menginjak hari keempat belas sejak pertemuan Nara dengan Taehyung di hari itu.

Beberapa orang pernah mengatakan, di setiap pertemuan akan ada perpisahan. Memang benar adanya, berawal dari pertemuan yang begitu tidak diinginkan justru akhirnya menjadi sebuah perpisahan yang begitu berat dilakukan.

Beberapa orang juga pernah mengatakan, bahwa di dalam setiap kehidupan kita akan selalu dipertemukan oleh seseorang, namun tidak selalu akan dipersatukan.

Dari sekian banyak pertanyaan yang tidak bisa ia temukan jawabannya seorang diri, Nara hanya selalu berusaha meyakinkan diri—bahwa perpisahan di antara ia dan Taehyung merupakan jalan yang terbaik.

...

"Mingyu idiot, kenapa dia bisa ceroboh meninggalkan mantelnya di dalam kamarku?"

Nara menoleh, memperhatikan Jihyo yang sibuk menggerutu sembari menyebut nama kekasihnya. "Ada apa, Ji?"

"Di luar sedang sangat dingin. Aku tau dia hanya punya satu mantel yang pas di tubuhnya, dan sekarang dia begitu ceroboh meninggalkan mantelnya di dalam kamarku."

"Kalau begitu, kenapa kau tidak antarkan saja ke apartemennya? Dia pasti senang kau datang. Kau juga bisa meminta bantuanku untuk membuat makanan kesukaan Mingyu."

Jihyo berdecak sebal sembari melipat mantel milik Mingyu. "Aish, aku tidak mengerti kenapa aku bisa begitu mencintai laki-laki ceroboh seperti dia. Menyebalkan."

"Bagaimana kalau kau kutemani pergi mengantar mantel Mingyu? Kebetulan, aku juga harus keluar untuk membeli sesuatu."

Jihyo nampak berpikir sesaat, sementara Nara terus menatap ke arah Jihyo—menunggu jawaban sahabatnya tersebut. Sedetik kemudian, Jihyo mengangguk setuju.

"Baiklah. Aku tidak punya pilihan lain dan tega membiarkan Mingyu kedinginan tanpa mantelnya saat bepergian."

...

"Kau yakin tidak ingin ikut ke atas?" Jihyo menatap ke arah Nara dengan cemas. "Di luar sedang dingin, lebih baik kau ikut aku ke atas. Jangan khawatir, Mingyu laki-laki yang ramah."

Nara tersenyum lembut dan menggeleng perlahan. "Tidak perlu. Kalian seharusnya menghabiskan waktu berdua, jadi aku akan menghangatkan diri di kafe saja."

"Aish, dasar keras kepala." Jihyo berdecak gemas. "Baiklah, aku akan kembali setengah jam lagi. Tunggu di sana dan jangan pergi tanpa sepengetahuanku. Oke?"

Nara tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Jihyo yang sudah berjalan menjauh. Setelah memastikan bahwa Jihyo sudah tidak lagi di dalam jangkauan penglihatannya, Nara memutuskan untuk mengunjungi kafe yang terletak di sebelah apartemen.

Lonceng yang terletak di atas pintu kafe berdenting lembut ketika Nara membuka dan memasuki pintu kafe. Kedua bola matanya bergerak memperhatikan setiap sudut kafe yang di dominasi dengan warna cokelat.

Beruntung hari ini kafe yang ia kunjungi sedang tidak terlalu ramai, sehingga Nara tidak sampai kehabisan tempat di bagian sudut.

Nara memilih untuk mengantri di bagian kasir untuk memesan minuman. Setelah menunggu dua orang di depannya, ia pun langsung menyebutkan pesanan yang diinginkannya.

FELT LIKE HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang