Nara memencet password apartemen Jimin dan bergegas masuk. Ini hal yang memang biasa dilakukan Nara apabila mengunjungi Jimin di apartemennya, pria itu sendiri yang memberi password apartemennya agar Nara bisa bebas bertemu Jimin kapan saja.
"Kelasmu baru selesai hari ini?" Nara menemukan Jimin yang tengah duduk di sofa—sibuk menonton acara drama favoritnya.
Nara mengangguk dan langsung ikut menjatuhkan bokongnya di sofa. Tiba-tiba saja Jimin menariknya ke dalam pelukan, mengusap lembut rambut Nara dan memberinya sebuah kecupan singkat di puncak kepala gadis itu. "Aku merindukanmu."
"Maaf, akhir-akhir ini jadwalku sangat padat di rumah sakit. Maaf juga, hari ini aku tidak bisa menjemputmu."
"Tidak masalah, Ji. Aku mengerti." Nara melingkarkan tangannya di pinggang Jimin dan memilih memejamkan matanya sesaat.
Menjadi seorang dokter, tentu bukan hal yang mudah bagi Jimin untuk bisa menghabiskan banyak waktu dengan Nara. Kerap kali terjadi pertengkaran kecil di antara mereka, yang biasanya akan diakhiri dengan bujukan Jimin yang selalu mampu meluluhkan hati Nara. Tapi, meski terkadang Nara merasa kesepian dengan segala kesibukan kekasihnya, baginya Park Jimin adalah satu-satunya laki-laki yang berhasil memberikan kenyamanan tersendiri untuk Nara. Sejak awal bertemu di SMA, ia menyukai sosok Jimin. Senyumnya, bagaimana ia tertawa, sikapnya—segalanya yang dimiliki Park Jimin benar-benar Nara sukai.
"Ji," panggil Nara dengan lembut.
"Hm?" Jimin mengangkat alisnya saat menoleh ke arah Nara.
"Kau betul-betul harus pergi, ya?" Jimin sempat terdiam beberapa saat ketika mendengar pertanyaan Nara. Tapi, kemudian ia mengulas senyumnya.
"Kenapa? Kau mengkhawatirkanku?"
Nara menganggukan kepalanya, jemarinya ia gunakan untuk menarik ujung kaus yang Jimin kenakan. "Tentu saja. Kau akan pergi jauh dalam jangka waktu yang lama, menjadi relawan bagi para korban peperangan. Apa menurutmu aku bisa bersikap tenang?"
Jimin menghela napas dan masih setia memberikan senyumnya untuk kekasihnya. Kemudian, ia mengambil tangan Nara dan mengusapnya beberapa kali. "Percaya padaku, maka semuanya akan baik-baik saja. Oke?"
"Ji, aku takut. Kau tau, banyak hal yang bisa terjadi di luar dugaan kita. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu."
Jimin mendekatkan wajahnya pada Nara dan memberi gadis itu satu kecupan hangat di keningnya. "Aku mencintaimu, dan aku pasti akan kembali. Aku janji."
...
Jungkook berdiri tepat di depan rak tinggi yang meletakkan berbagai macam makanan ringan. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, bingung memilih yang mana.
Kang Sewool—calon istrinya—entah kenapa malam-malam begini meminta dibelikan camilan manis. Ia merajuk, memaksa Jungkook untuk membelikan camilan manis yang ada di minimarket.
Jungkook akhirnya mengambil sepuluh bungkus camilan manis dari berbagai merk. Terserah nanti Sewool mau yang mana, pikirnya. Setelah pergi ke kasir dan membayar seluruh barang belanjaannya, Jungkook memutuskan untuk membeli kopi kaleng.
Jungkook nyaris benar-benar melangkah meninggalkan minimarket setelah mendapatkan kopi kalengnya. Tetapi, mendadak perhatiannya terfokus pada gadis berambut sebahu yang tengah duduk sendirian di kursi panjang.
Jungkook memperhatikan wajah gadis itu dengan seksama, lalu dengan segenap kepercayaan diri, ia memutuskan menghampiri gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FELT LIKE HOME
Fanfiction[FULL VERSION TERSEDIA DALAM BENTUK E-BOOK] Sekali ini saja, Jung Nara ingin mengutuk pertemuannya dengan Jeon Jungkook; karena pertemuan itu membuatnya harus masuk ke dalam sebuah perjanjian konyol dan terpaksa terikat dengan Kim Taehyung, pria din...