{1}🌺Hukuman

11.4K 522 188
                                    

Di belakang pohon besar yang rindang, dua gadis tengah bersembunyi mengamati seseorang yang memiliki tatapan meneduhkan dengan irisan bola matanya yang indah serta hidung yang mancung dengan paduan bibir tipis yang kentara memiliki senyuman khas tengah sibuk beraktivitas bersama santri.

Muhammad Syafiq Faizurrahman, Pria yang selalu membuat hati para wanita berdesir begitu lembut karena tingkah lakunya.

Pria yang tak pernah meninggikan suaranya ketika berbicara apalagi berdebat.

Pria yang selalu menundukan kepalanya tatakla bertemu dengan yang bukan mahromnya. Pria yang selalu membuat jantung para wanita berdebar kuat. Dan tentunya, pria yang didambakan para santriwati Al-Ikhlas yang selalu menjadi buah bibir mereka.

Kedua bola mata gadis itu membulat bahagia menatap Syafiq bersama santri yang lain tengah membersihkan rerumputan halaman mesjid. Pria itu terlihat begitu tampan dengan tetesan keringat yang membasahi pelipisnya. Jantung keduanya seakan hampir tak berdetak melihat pergerakan Syafiq yang dengan begitu kuat mengangkat benda besar. Terlihat dengan kaos oblong berwarna hitam berlengan pendek, otot pria tersebut terlihat begitu kekar. Kedua gadis itu memandang takjub karena lebih leluasa memandang pria itu.

"Ya Allah, demi apa Ustadz Syafiq ganteeenggg banget Hasna!" pekik seorang gadis bermata sipit.

"Iyaaa Nind! Ya Allah, Nikmat Tuhan mana lagi kah yang engkau dustakaan."

"Sumpah! Kenapaaa tampan bangettt syiiihhhh.....," pekik gadis itu sekali lagi.

"Allah ciptain yang tampan kek begini, emang buat diliat. Jadi sayang dong disia-sia in yakan Nindy?" tanya gadis berjilbab merah muda dengan mata yang berbinar.

"Shohih anti Hasna!"

Kedua gadis itu—Hasna dan Nindy kembali mengamati aktifitas yang pria itu lakukan. Sesekali Syafiq tersenyum hangat kepada santri di dekatnya membuat mata Hasna membulat bahagia. Jantungnya meloncat-loncat tak beraturan. Sungguh Hasna terpaku dengan lengkungan lebar yang begitu menghangatkan hatinya. Ia merasa nyaman menatap senyuman itu.

"Astaghfirullahaladzim, madza taf'alani huna? "

"Astaghfirullahaladzim, madza taf'alani huna = apa yang sedang kamu kerjakan di sini?"

Sebuah suara berhasil membuat Hasna dan Nindy tereperangah secara bersamaan. Suara yang begitu familiar di telinga keduanya.

Hasna menoleh kepada sang pemilik suara dengan rasa takut, begitupula Nindy.

Wanita paruh baya yang sedang menatap tajam ke arah keduanya dengan sebatang rotan sudah siap di tangannya.

Hasna dan Nindy menggeser tubuhnya—untuk mengikis jarak dari wanita tersebut. Namun pandangan tajam dari wanita itu seakan tak pernah memudar.

"Tanzurani rijala huna? Lailahaillallah!"

"Tanzurani Rijala huna? Laiillahiillallah! :Memandang laki-laki di sini? Laillahillalallah!"

"Afwan Ustadzah," ucap Nindy dengan menundukkan kepala.

"Kalo begitu, antunna ikut ana!" titah Ustazah Habibah kepada keduanya.

Hasna dan Nindy pun mengikuti beliau dengan perasaan gugup. Walau Hasna seberusaha mungkin menyenggol siku Nindy guna mengajak melarikan diri dari Habibah. Akan tetapi Nindy menggeleng pasrah karena takut dengan sosok wanita paruh baya tersebut.

Sosok yang dikenal dengan ketegasannya terhadap santriwati yang berlaku semena-mena. Ustazah yang tak pernah segan-segan untuk menghukum santriwati yang bersalah, entah santri tersebut anak siapa ataupun sekalipun anak Presiden, Ustazah Habibah tak pernah peduli.

Segenggam Harapan Cinta (Pesantren) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang