Syafiq meraih tangkai cangkir kopi di hadapannya, ia menghirup dengan pelan dan menikmati kopi susu tersebut. Mencoba untuk menetralisir fikiran yang entah pergi melayang ke mana. Kopi memang selalu menjadi andalan yang tepat bagi Syafiq disaat ada sesuatu yang menjanggal dan memporak pondakan hatinya, seperti saat ini. Syafiq menghela nafas panjang dan mengusap kasar wajahnya.
Bayangan gadis masalalunya kembali muncul menghantui fikirannya. Kenapa begitu mudah berpijak dan berlabuh di hati gadis seorang Syabila Anastasya, sedangkan untuk pergi dan mencari dermaga lautan cinta yang lain begitu susah. Ia memijat pangkalnya yang terasa sakit.
Ini sudah hampir dua tahun lamanya sejak kepergian gadis tersebut. Namun, sampai saat ini Syafiq belum menemukan seseorang yang pas untuk mengisi kekosongan hatinya. Ralat, bukan menemukan, hanya saja pria itu Sama sekali tak berusaha untuk menemukan wanita yang akan ia luruskan kelak tulang rusuknya. Hatinya, fikiran serta mulutnya masih saja menyebut nama Syabila Anastasya di dalam sepertiga malamnya.
Gadis yang beberapa menit lalu ia temui, sukses membuat pikirannya menjadi kacau. Sejak gadis itu berjalan menyongsong ke arah Syafiq, ia tak lepas mengamati gadis tersebut. Gadis yang memajukan bibirnya dan berbicara sendiri seperti terlihat kesal semuanya tak luput dari pandangan Syafiq.
Wajahnya memang tak begitu jelas terlihat, namun tetap saja tatapan teduhnya begitu menghangatkan predaran darah seorang Syafiq. Jantungnya berdebar kencang tatkala gadis itu menghampirinya dan meminta maaf—karena telah mengenakan batu kecil tepat di kakinya. Entah harus berbahagia karena setidaknya Allah mempertemukan dirinya dengan duplikat wajah Syabila atau justru merasa sedih karena kembali memikirkan gadis yang begitu berusaha Syafiq kubur dan hapus tentang kenangan bersamanya, Syafiq tak dapat menjelaskan perasaanya yang sukses bersepai tanpa sisa.
"Hoy! Kenapa ente? Mukanya kok galau banget?" suara bariton yang berhasil membuyarkan lamunan Syafiq.
Syafiq terkekeh pelan. "Gapapa, Fiz. Doain aja, semoga Ane selalu dalam lindungan dan petunjuk-Nya."Hafiz mengangguk. "InsyaAllah, doa untuk ente gapernah absen. Doain ane juga ya," ujar Hafiz sambil menepuk pundak Syafiq.
Syafiq tersenyum simpul. Mungkin belum saatnya ia bercerita tentang gadis yang ia temui tadi kepada Hafiz. Laki-laki itu ingin menenangkan hatinya terlebih dahulu. Bagaimanapun, seorang Hafizul Mumin selalu mengetahui semua yang berkaitan dengan Syafiq. Mereka berdua sudah bersahabat sejak lama, dari zaman bersekolah di pondok pesantren Dalwa sampai keduanya meneruskan pendidikan ke negri Mesir, Kairo.
Keduanya sama-sama unggul dalam prestasi. Jika Syafiq ahli dibidang Al-Quran dan kitab, maka Hafiz lebih menguasai bagian Hadits dan kaligrafi. Hafiz sudah menghafal ribuan hadits. Sedangkan Syafiq baru menghafal tiga ratus hadits. Hafiz juga ahli dalam masalah kaligrafi. Bahkan pria itu pernah memenangkan lomba kaligrafi tingkat internasional. Ketampanan dan rupanya pun tak jauh kalah dari Syafiq.
Syafiq tak pernah tertutup mengenai perasaanya terhadap Syabila kepada Hafiz. Bahkan pertemuan awal Syabila dan Syafiq pun, Hafiz juga berada di sana. Awal yang di mana membuat sosok seorang Syafiq tak pernah lupa mengucapkan lafaz Syabila di dalam doa sepertiga malamnya. Hari pertemuan pertama yang sudah membuat jantung Syafiq berdebar kencang.
Dua sejoli yang ingin menikmati masa liburan memilih destinasi Pantai Tangsi, Lombok sebagai objek wisata liburannya kali ini. Melepas rehat kegiatan pondok yang begitu menjenuhkan. Kata Hafiz, berlibur boleh, namun ada batasan yang di mana batasan itu tidak melupakan hak-hak wajib. Belajar dan menggali ilmu tetap jadi prioritas utama bagi keduanya.
Namun saat semuanya terasa panas dan meluap di dalam otak, maka keduanya memilih untuk mencairkan otak dengan memandang ciptaan Allah yang di mana dapat menjadi sarana tafakur diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan Cinta (Pesantren)
Spiritual(WARNING!!! SIAPKAN PASANGAN, KARENA MEMILIKI TINGKAT KEBAPERAN YANG MEMBUAT ANDA INGIN NIKAH ) FOLLOW SEBELUM BACA PRIVATE ACAK Segenggam harapan? Mampukah kau berjuang sendiri, ketika orang yang kita cintai sudah tidak seperti dahulu? Berjuang se...