Anak laki-laki itu duduk bersantai di atas rofftop sembari menikmati teh hijau miliknya.
Teh hijau selalu menemaninya dalam keadaan apapun.
Entah dilanda rasa bahagia ataupun kesedihan, teh hijau selalu pilihan utamanya.
Berulang kali ia mengucapkan tahmid dan hamdallah atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.
Menurut anak laki-laki tersebut, selagi dirinya masih bernafas, diberikan kenikmatan mata untuk memandang segala ciptaan-Nya termasuk menatap birunya langit, dan mampu menikmati aroma dan nikmatnya dari segelas teh Hijau, masih membuatnya tak bersyukur? Sungguh drinya termasuk orang yang merugi.
"Hoy, Adek abang kok senyum-senyum sendiri, habis ngapain? Mikirin santriwati yaaaa?"
Raffi terperangah mendengar suara bariton yang menhampirinya. Ia tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak terasa gatal.
"Eh Abang. Hmm, mana ada mikirin santriwati. Haram Bang, gak boleh mikirin yang belum halal," tukas anak laki-laki tersebut.
Pria di samping Raffi itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis. "Bener juga apa yang kamu katakan. Ya Allah, doakan Abang ya Fi," ucapnya sambil mengusap wajahnya kasar.
"Kenapa Bang Syafiq?"
Syafiq tersenyum dan menggeleng lemah.
"Rasanya, Abang ini berilmu tapi seperti tak berilmu. Ibarat gelas yang selalu diisi oleh air, namun gelas tersebut ternyata bocor. Ilmu Abang selama ini ke mana ya Fi? Abang selalu mikirin Syabila. Harusnya Abang gak ginikan? Tapi rasanya berat banget Fi. Abang hanya bisa pasrah dengan ketentuan Allah."
Raffi mengangguk tanda mengerti. Ia tersenyum tipis sambil menepuk pundak Syafiq—tanda memberi kekuatan di sana. "Benar. Abang gak boleh gini terus. Kalo Abang jodoh sama Syabila, ya gak bakal ke mana. Toh, kalo udah dijadikan tulang rusuknya Abang sejauh mana pun pergi, ibarat ke samudra atlantika pun akan kembali. Asal Abang percaya dan terus berdoa. Tapi sebaliknya, jika Abang dan Ka Syabila gak jodoh...ya mau disatuin gimana pun gak bakal bisa. Ingat Bang, semuanya Qadarullah. Ana urid, wa Anta Turid, wallahu yaf'alu ma yurid. ( aku menghendaki dan kamu pun berhendak, tapi Allah menghendaki apa yang ia kehendaki) "
"MasyaAllah, Syukron katsiran Ya Akhi. Ana Uhibbuk wa Yarhamukallah ( terimakasih saudaraku aku mencintamu dan Allah pun menyayangimu."
Raffi terkekeh pelan dan bergidik ngeri."Ini efek ditinggal Syabila jangan sampai Abang suka ama adek sendiri ya?!"
Syafiq tertawa lepas. "Kebiasaan Suudzon. Dimana-mana saudara itu saling menyayangi Fi."Raffi mengangguk dan tersenyum bahagia.
"Wah MasyaAllah, lagi bahas jodoh. Sepertinya Adekmu lebih dewasa dibanding kamu Syafiq," ucap wanita paruh baya yang tiba-tiba datang dan mengambil posisi duduk di hadapan kedua puteranya."Iya Ummi. Harusnya Raffi yang duluan lahir. Bukannya Bang Syafiq yang sama perasaanya sendiri aja masih labil," gurau Raffi yang membuat sang Ummi terkekeh pelan.
"Bisa aja kamu Fi. Jadilah pemimpin yang baik, yang mencontohkan para santri kepada yang benar. Jadi, sekarang bawa gelasmu dan segera ambil wudhu, selepas itu pergi ke mesjid."
"Yah Ummi, padahalkan maghrib satu jam lagi."
"Ummi tadi bilang apa? Contoh yang baikkan. Bersegralah bungsunya Ummi."
Raffi mengerucutkan bibirnya yang sukses membuat Syafiq terkekeh melihatnya. Selepas itu ia beranjak dari posisi duduknya dan mencium punggung tangan sang Ummi dan Syafiq."Fiq," ucap sang Ummi.
"Iya Ummi?"
"Kamu masih berharap dan menunggu Syabila?"
Terdengar hela nafas yang panjang dari putera sulung sang Ummi. Wanita paruh baya tersebut pun ikut mengembuskan nafasnya secara perlahan. "Bukan maksud um—"
"Iya Ummi. Syafiq ngerti. Syafiq juga berusaha untuk membuka hati untuk yang lain, tapi...." pria ituu kembali tertunduk lemas.
"Ummi tidak memaksa kamu Nak. Terserah kamu. Tapi...sepertinya Abi dan ummi sudah tidak muda lagi Nak. Izinkan Abi dan Ummi masih bisa melihat bahkan menyangi mantu kami sendiri. Apalagi, di keluarga ini tidak ada perempuan selain ummi. Hmm, andai Ummi nambah lagi, gak mungkin kan?" wanita itu terkekeh pelan.
Syafiq tersenyum samar. "InsyaAllah Ummi. Syafiq akan muwujdkan kehendak Abi dan Ummi segera." bohong jika rasanya ia akan berusaha membuka hati untuk yang lain.
Jauh dari lubuk hatinya paling dalam, ia masih berharap dengan kembalinya sosok Syabila. Masih berharap, jika Syabila lah wanita kedua yang hadir dalam hidupnya untuk mewarnai dunianya.
Tapi, khayalan memang tak seperti realita. Namun, salahkah ia berharap jika impian itu akan menjadi nyata?
"Ingat Fiq, kamu sudah dewasa dan berilmu. Kamu pasti bisa mengatasi semua masalah perasaanmu. Kamu hanya perlu ikhlas. Ummi tanya sama kamu Fiq, pernah mikir kenapa Syabila pergi di saat kamu ingin mengkhitbahnya? Apalagi kepergiannya tepat di hari kita akan pergi ke rumahnya." Ucapan sang Ummi sukses membuat Syafiq tercengang.
Kenapa ia tak pernah memikirkan hal sekecil itu? Apa artinya, Syabila pergi tepat di hari lamarannya itu adalah jawaban jika gadis itu jelas-jelas menolaknya?
Syafiq menghela nafas panjang. Air bening hampir saja mencelos dari kedua pelopak matanya. Tubuhnya sukses bergetar.
Sang Ummi turut merasakan kesedihan sang sulung dan menepuk pundak puteranya tanda memberikan kekuatan di sana.
"Qadarullah Nak. Sekarang Ummi minta sama kamu untuk bangkit dari keterpurukanmu selama ini. Cari gadis yang memang tulus menerima dirimu apa adanya. Buka hatimu dari sekarang Fiq. Allah pasti akan menyiapkan dari segala yang terbaik. Kamu hanya perlu berdoa dan berharap kepada Allah terlebih dahulu. Jangan meminta dan menuntut makhluk, jika kamu belum mendekatkan diri kepada sang Khalik. Bismillahirrahmanirrahim."
Air mata itu tak dapat lagi ia bendung. Syafiq mengembuskan nafasnya ia tertunduk lemas. "Bismillah."
Hanya perempuan di hadapannya lah kekuatannya saat ini. Ia menghampiri wanita paruh baya tersebut seraya membenamkan wajahnya di dada sang Ummi. Ia dewasa, namun karena cinta, ia menjadi buta dengan segala hal. Hatinya selalu saja memikirkan mengapa gadis itu pergi, tanpa memikirkan apa maksud yang tersirat dari kepergiannya. Bertahun-tahun ia menutup mata dan hati hanya untuk seorang gadis yang pertama kalinya membuatnya jatuh bahkan hampir tak bangkit.
Ia sudah terlampau gila mencintai gadis tersebut. Sampai ia pun tak menyadari, jika dirinya sudah lalai dengan sang Khalik. Sampai melupakan, bagaimana caranya agar ia kembali bangkit dari keterpurukan.
Note author
Maaf ya baru bisa update sekarang
Maaf tulisannya masih berantakan karena aku hanya nyalin naskah yang pernah tersimpan hehe aku kasian karena udah lama gantungin kalian :( entah kenapa aku kehilangaan mood untuk menulis semenjak ada sesuatu. Tapi, kalo ada waktu aku bakal nyalin naskah aku dan lanjut update di sini dan untuk kapan aku bisa nulis rutin kayak dulu lagi keknyaa belum bisa dipastikan hehe...maaf yaa😭Semoga kalian suka.
Ada yang kangen gak sama cerita ini?@Afifahhanafi20
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan Cinta (Pesantren)
Spiritual(WARNING!!! SIAPKAN PASANGAN, KARENA MEMILIKI TINGKAT KEBAPERAN YANG MEMBUAT ANDA INGIN NIKAH ) FOLLOW SEBELUM BACA PRIVATE ACAK Segenggam harapan? Mampukah kau berjuang sendiri, ketika orang yang kita cintai sudah tidak seperti dahulu? Berjuang se...