{5}🌺Sepucuk surat (2)

4.9K 367 33
                                    

Laki-laki itu masih saja berdiri mematung seraya melihat sang teman yang masih saja berdiri di hadapan kaca jendela yang besar. Mungkin, ada pantulan bayangan dirinnya yang muncul dari kaca tersebut, walau terlihat samar. Sesekali ia merapikan baju koko-nya yang berwarna putih dan membenarkan rambutnya yang sekarang sudah tertutup peci.

"Udah, Cup ganteng ko. " tegurnya.

Yang disapa malah Acuh, masih sibuk dengan urusannya sendiri.

"Yaudah Cup! Ana duluan aja yah," ucapnya lalu melangkahkan kaki meninggalkan laki-laki yang bernama "Ucup" tersebut.

"Eh tungguin Ana!" sergah si Ucup.

Laki-laki tersebut pun menghentikan langkah kakinya, seraya membalikkan badannya kepada sang pemilik suara.

"Ente Raf, mau nyosor ninggalin Ana begitu saja," ujarnya lalu menepuk bahu laki-laki tersebut.

"Habisnya Ente, kayak Santri Putri aja suka cermin-cerminan nggak jelas. Padahal cuman mau ke mesjid. "

"Ye! Bagaimanapun Raf, kalo mau menghadap sang pencipta itu kudu harus Rapi dan bersih. Masa iya, ketemu cewek doang ala rapi-rapian eh aslinya mah berantakan. "

"Shohih kamu Cup, tapi Ana ini lebih tau sama isi hati Ente Cup, mau dilirik sama santri puteri kan? Secara Mesjidkan kawasan yang bergabung dengan santriwati."

Mesijd pondok yang berada di tengah-tengah perbatasan pemisah gerbang santri dan santriwati adalah kawasan yang diperbolehkan bercampur. Akan tetapi, pintu utama masuk santriwati  dan santri jelas dipisah. Jika di shof lantai dua yang mengisi adalah santriwati maka pintu utama ada di sebelah kanan, sedangkan shof di lantai bawah santri putra, pintu utama berada di sebelah kiri.

Di seberang mesjid, juga ada Kantin. Kawasan tersebut juga diperbolehkan bergabung.

Selama masih dalam batasan yang wajar, Ustaz dan Ustazah staff pengajar pondok pesantren Al-Ikhlas memaklumi hal itu, dikarnakan tanah yang tak terlalu luas. Sehingga untuk membangun bangunan baru, terasa sulit.

"Astaghfirullah. Ente udah seudhzon sama Ana! Dosa Raf."

Raffi hanya terkekeh pelan melihat tingkah sahabatnya tersebut.

Raffi dan Ucup pun menuju Mesjid, sesekali terdengar suara merdu Rafi yang mengulangi hafalan Muroja'ah-nya. Kata Raffi mengulang-ngulangkan hafalan itu bisa di mana saja dan kapan saja asalkan liat dalam Situasi dan Kondisi. Bukan dalam artian di mana saja itu juga boleh di dalam "Toilet" karena, Al-quran itu suci. Jadi kita harus cerdas dan cermat dalam memilih Situasi dan Keadaan.

Tiba-tiba langkah mereka terhenti.

"Ente, kenapa Raf? " tegur si Ucup karena melihat Raffi terdiam seperti memperhatikan seseorang diseberang sana.

"Raf.... " tegurnya sekali lagi.

"Eh, Cup.. Kenapa? "

"Yaelah, nanya Ana kenapa! Harusya Ana yang nanya sama Ente, Ente kenapa? " ujarnya lalu mengikuti arah pandangan Raffi.

"Oohh, liatin tuh cewe yah! Yaelah, katanya ngatain Ana, kalo ke mesjid ngelirik santri puteri, tau-tau nya Ente Raf.. "

"Bukan gitu Cup.."

"Oalah, ngebela diri Ente. "

"Dia itu, Hasna anak Ustadz Ibrahim."

Raffi tersenyum pelan.

"Wah, sejak kapan Ente suka sama santri puteri ngga bilang-bilang sama Ana?"

"Astaghfirullah cup, siapa yang suka?"

"Yah mungkin aja, kalo Ente suka sama dia. Ente tau darimana? Kalo dia anak Ustadz Ibrahim? "

"Jadi gini, Ana, Abi, ka Syafiq pernah kerumah Ustadz Ibrahim sewaktu liburan, dan kebetulan Ana liat putri beliau si Hasna. "

"Ooh gitu toh."

Raffi hanya tersenyum pelan.

"Wah, Ana punya ide nih. Sini Raf, Ana pinjem pulpen Ente. "

Raffi pun menyerahkan Pulpen bertintakan Hitam kepada Ucup.

Entah apa yang dilakukan Ucup, ia merobek bagian tengah buku lalu menulis di atas kertas berwarna putih tersebut. Entah apa yang ia tulis, yang jelas dilihat dari wajahnya pun tak mampu menilai apa yang sedang ia lakukan.

Hap!

Betapa terkejutnya Raffi, ternyata Ucup melempar kertas putih tersebut kehadapan muka Hasna, sesudah digepalnya kertas berwarna putih tersebut.

"Ngapain Ente Cup?? "

"Ya, kasih surat lah," ucapnya santai.

"Surat? Astaghfirullah, ente kenapa cup? Ente suka sama dia?? "

"Bisa jadi. " ucapnya singkat.

"Astaghfirullah cup, Ente baru liat dia, udah bilang suka? Masyallah emang benar yah kata pepatah, Cinta itu dari mata turun ke hati. " ucapnya sambil menepuk pelan wajahnya sendiri, heran dengan sang teman.

"Hmm," ujarnya singkat.
Raffi menggeleng lalu bergegas meninggalkn Ucup. Anak laki-laki itu terkekeh melihat tingkah sahabatnya yang tiba-tiba terlihat kesal. Apa Raffi cemburu? Pikir anak laki-laki tersebut. Ia kembali terkikik mengingat aksinya beberapa menit yang lalu, padahal di ujung kertas tadi tertulis nama Raffi di sana—seakan Raffi lah pengirim suratnya.
Ucup pun berlari kecil menyusul langkah Raffi yang tak jauh dari hadapannya.

——

Follow instagram @Afifahhanafi20Untuk info lebih lanjut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Follow instagram @Afifahhanafi20
Untuk info lebih lanjut.

صلى الله على سيدنا محمد

09 juli 2018 versi revisi.

Segenggam Harapan Cinta (Pesantren) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang