{11}Hasna Amelia Putri

4.2K 292 73
                                    

Syafiq menjadi salah tingkah. Ia menggerutuki dirinya sendiri karena telah lancang mengatakan hal seperti itu. Dengan mudahnya ia mengucapkan jika saat ini, dadanya begitu berdebar.Jujur, hatinya tidak menyangkal apa yang ia katakan. Semua memang benar adanya.
Namun, rasanya tidak patut jika harus ia tuturkan secara blak-blakan. Takutnya akan ada kesalah pahaman yang berujung fitnah.

"Maaf, bukan gitu, maksud saya...saya tiba-tiba–" belum saja Syafiq meneruskan pembeciraanya Hasna sudah terlebih dahulu memotong pembicaraanya.

"Gapapa Ustaz, saya ngerti kok," ucap Hasna sembari mengalihkan pandangannya dari Syafiq.

Syafiq bernafas lega. Syukurlah gadis itu tidak menanyakan lebih lanjut dan tak terbawa perasaan sebagaimana wanita pada umumnya. Bukan Syafiq merasa sempurna jika setiap wanita selalu menyukainya. Namun itulah kenyataanya. Syafiq mengetahui hal itu dari Aisya sepupunya, jika banyak santriwati yang mengidolakannya. Bahkan tak jarang adapula santriwati yang berterus terang prihal perasaanya kepada Syafiq. Namun apalah daya, hati Syafiq masih tertombak pada hati Syabila. Syabila yang Syafiq pun tak tau di mana keberadaanya.

Hasna tidak mengharapkan apa-apa dari Syafiq. Dia berfikir Syafiq hanyalah ustaz Idolanya. Toh iya mengerti jika maksud kata 'berdebar' yang diucapkan oleh Syafiq adalah, karena ketidak terbiasanya, Syafiq berduaan dengan mahromnya seperti ini.

Ia jadi meyakini pula, jika saat ini, Hasna pun berdebar karena tidak terbiasanya ia berduaan dengan bukan mahromnya.

"Hujan sudah reda, mari kita pulang," ajak Syafiq.

Hasna duduk di kursi belakang mobil. Tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Hujan kembali turun. Hasna memandangi jalanan yang terlihat sepi tak seperti biasanya. Syafiq pun begitu pula. Ia fokus menyetir.

Sesampainya di pondok, Adzan Dzuhur telah berkumandang. Belum sempat Hasna berterimakasih, Syafiq sudah bergegas menuju mesjid.

Hasna menghela napas, ia pun berniat untuk menuju asrama.

Sesampainya di asrama, bukannya bergegas menuju mesjid untuk melaksanakan zuhur, Hasna lebih memilih untuk merebahkan diri di atas kasur. Rasa lelah mengalahkan dirinya untuk melaksankan sembahyang. Hasna tau tentang hukum melalaikan sholat. Namun, hawa nafsu lebih condong terhadap dirinya saaat ini.

"Ya ampun, Ustaz Syafiq ternyata jauh lebih tampan dari yang aku kira," gumamnya pelan ketika mengingat momen ketika mereka berteduh di pohon area taman tadi. Ia kembali tersenyum ketika Syafiq melontarkan jika hatinya berdebar, ketika Hasna terang-terangan memandangi wajahnya.

"Loh, katanya mau sampai malam? Kok udah pulang?" Tanya Nindy sembari merapikan mukenanya. Nindy baru saja selepas dari mesjid.

Lamunan Hasna pecah seketika. "Abi ada urusan mendadak," jawabnya singkat.

Tanpa banyak bertanya Nindy hanya mengangguk tanda mengiyakan.

Nindy menyipitkan kedua matanya. Tidak seperti biasanya, Hasna seperti ini. Terlihat jelas jika wajah Hasna berseri. Nindy menjadi kepo kemana saja tadi Hasna pergi dengan Ustaz Ibrahim. "Kayaknya seneng banget ni, habis dari mana?"

"Kamu tau gak Nind?" Kata Hasna dengan antusias.

"Tadi aku jalannya sama Abi dan Ustaz Syafiq. Ustaz idola...," ucapnya dengan histeris.

Nindy membulatkan kedua matanya. "Kok bisa?"

"Udah nanti aja deh ceritanya. Aku ngantuk mau tidur dulu."

Segenggam Harapan Cinta (Pesantren) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang