DREAM #7

562 149 28
                                    

Author Note ♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author Note ♡

Jadi gini ceritanya, aku udah nyimpen draft story ini sampe #13 (otw)
Jadi biar nggak kebanyakan draft, aku putusin untuk publish ini sekarang ><
Sapa tau kalian butuh temen di sabtu malam 🙈
Selamat membaca ♡

**

15 November, Awal Musim Dingin

Kim Donghyun
Atap sekolah, 21.35 (Jumat)

"Aku tidak bisa hari ini, Ayah. Sudah kubilang sebelumnya"

Donghyun berbicara di telepon dengan ayahnya. Ia tampak sedikit kesal.

"Sabtu? Tidak. Aku harus mengurus sesuatu di sekolah," katanya lagi.

"Iya, aku tahu. Tapi bukankah Ayah bisa meminta Kak Bin untuk mengatur rekaman di studio terlebih dahulu? Lagipula dia yang mengaransemen laguku," kata Donghyun lewat telepon.

"Baik, baik. Tidak, Ayah. Aku tak bisa ikut proses rekaman Sabtu siang. Aku akan menyusul dan mengambil alih sisanya malam," ujar Donghyun lagi.

Lelaki itu menutup telepon dan menghela nafas berat. Ia mengikuti waktu belajar mandiri hari ini, tapi ayahnya masih mengejarnya untuk sedikit memperbaiki lagunya dengan cepat dan memproduseri rekaman besok.

Sabtu. Persiapan kegiatan volunteer di sekretariat klub sekolah, pukul sembilan. Kerja Part time pukul satu siang hingga setengah empat sore. Sisanya, ia harus memandu proses rekaman di studio sebagai produser dan composer.

Donghyun menghembuskan nafas perlahan dan mendekap jaket dan mantel yang dikenakannya lebih erat lagi. Ia telah selesai yaja lima belas menit lalu, tepat saat ayahnya menelponnya.

Donghyun terdiam sejenak. Proses pencarian mimpi ini semakin berat dirasanya. Mengapa ia harus mencari impian sebenarnya hingga sedalam ini?

Donghyun memandang lurus ke langit malam musim dingin. Segala urusan mengenai impian ini.. dimulai sejak akhir sekolah menengah pertama.

Ketika ibunya harus pergi mendahuluinya. Ketika sebuah pesan mengenai impian itulah yang diucapkan ibunya di hari-hari terakhirnya.

Impian, sesuatu yang hilang dan meminta untuk ditemukan.

**

2 tahun yang lalu, 20 November

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2 tahun yang lalu, 20 November.

Di rumah sakit, 10.10

"Donghyun. Apakah kau ingat? Saat kecil dahulu, kau pernah bermimpi untuk dapat membantu banyak orang," ucap ibu Donghyun, tersenyum di atas ranjang rumah sakit.

Donghyun yang kala itu berusia lima belas tahun, menggenggam erat tangan sang ibu.

"Benarkah?" tanyanya.

Ibu Donghyun mengangguk sembari tersenyum.

"Saat kau berusia tujuh tahun, itulah yang kau inginkan, Donghyun. Ketika itu, ibu kerap mengajakmu untuk ikut melakukan kegiatan sukarelawan bersama. Ingatkah?" tanya ibu Donghyun.

Donghyun menggeleng.

"Aku tak ingat pernah mengatakan itu," jawab Donghyun.

Ibu Donghyun membelai rambut anak laki-laki satu-satunya itu dengan lembut.

"Saat kau berusia sembilan tahun, kau pernah mengatakan bahwa kau ingin menjadi seorang pemain basket handal. Kala itu, kau sering bermain basket di lapangan dekat rumah dengan teman-temanmu," kata ibu Donghyun.

Donghyun menyimak perkataan ibunya dengan seksama.

"Oh iya, ibu hampir lupa. Saat kau berusia empat tahun, kau pernah berkata pada ibu bahwa kau ingin menjadi presiden. Tahukah kau dengan alasan apa?" tanya ibu Donghyun lagi.

"Dahulu.. aku ingin menjadi presiden?"

Ibu Donghyun mengangguk perlahan.

"Tepat sekali. Saat itu, ibu sedang sakit. Sama seperti saat ini. Kau bilang bahwa jika kau menjadi presiden, kau akan menyuruh semua dokter di Korea untuk mengobati ibu. Ingatkah itu?"

Donghyun tersenyum mendengarnya.

"Aku tak ingat. Tapi mungkin aku akan mengatakan hal yang sama sekarang," ucap Donghyun.

Ibu Donghyun tersenyum kecil dan memegang tangan anaknya lembut.

"Sekarang, ibu mau bertanya padamu. Sebagai Donghyun yang berusia lima belas tahun, apa impianmu?" tanya wanita itu, lembut.

Donghyun terdiam sejenak dan berkata : "Aku.. tak tahu.."

Ibu Donghyun sedikit terkejut mendengarnya.

"Tidak ada satupun?"

Donghyun menggeleng.

"Jika aku berkata bahwa.. aku ingin ibu sembuh, apakah itu juga termasuk impian?" tanya Donghyun.

Menahan airmata yang nyaris jatuh diwajahnya, Ibu Donghyun tersenyum.

"Kau memiliki impian yang jauh lebih besar daripada itu, Donghyun. Ibu bisa melihatnya dari matamu. Kau memiliki potensi yang sangat besar untuk meraih impianmu. Apapun itu.. kau hanya harus menemukannya..."

**

Donghyun memasukkan handphone miliknya kedalam ransel. Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit. Pada sisa hari ini, ia harus memperbaiki sedikit bagian lagunya, untuk digunakan dalam rekaman besok.

Donghyun membalikkan badannya dan bersiap untuk pergi dari atap sekolah. Ia harus tiba di rumah dengan cepat. Setidaknya, sebelum tengah malam.

Lelaki itu melangkahkan kaki mendekati pintu.

Grekk~

Tiba-tiba seseorang membuka pintu dari luar, disaat yang bersamaan lelaki itu memegang tuas pada pintu.

**

Note :

Vote and comment will be reaaaaally appreciate ♡

Sampai ketemu besok ><

dream flakes | k.donghyun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang