.
"He's a good boy but
With me, he being bad as fuck."
.Jungkook menjerit... dan jatuh terduduk dengan keras, kedua tangannya menopang tubuhnya di ubin mahal yang kasar.
"Sial." Mengumpat dalam hati saking terkejutnya, ia duduk di lantai, berusaha bernapas. Taehyung menjulang di hadapannya, bagaikan lukisan yang mencermikan surga dan neraka. Sekaligus. Keduanya. Ia mengerti mengapa nenek moyangnya menganggap kaum Taehyung dewa, tapi ia tidak yakin pria itu bukan iblis. "Ini bukan Asosiasi," ia berhasil bicara setelah beberapa saat.
"Aku memutuskan lebih baik kita berbicara di sini." Taehyung mengulurkan sebelah tangannya.
Mengabaikannya, Jungkook berdiri sendiri, setengah mati menahan dorongan untuk menggosok tulang ekornya yang memar. "Kau selalu menjatuhkan penumpangmu?" gumamnya. "Sama sekali tidak elegan."
"Kaulah manusia pertama yang kugendong selama berabad-abad," timpal Taehyung. "Aku lupa betapa rapuhnya kalian. Wajahmu berdarah."
"Apa?" Jungkook mengangkat sebelah tangan ke bagian yang terasa nyeri di pipinya. Lukanya begitu tipis sehingga ia nyaris tidak merasakannya. "Bagaimana bisa?"
Membalikkan badan, Taehyung mulai berjalan ke kurungan kaca. "Sekalah kecuali kalau kau mau menawarkan minuman pengantar tidur bagi para vampir Tower."
Jungkook menyekanya dengan lengan kemejanya, kemudian mengepalkan tangan, menatap tajam ke arah punggung Taehyung yang menjauh. "Kalau kau pikir aku akan mengikutimu seperti anak anjing..."
Taehyung menoleh ke balik bahunya. "Aku bisa membuatmu merangkak, Jungkook." Tidak ada tanda-tanda kemanusiaan di wajahnya, hanya ada sinar kekuasaan yang membuat Jungkook ingin berteduh. Dibutuhkan perjuangan untuk tidak mundur terhuyung-huyung. "Apa kau benar-benar mau aku memaksamu merangkak dengan tangan dan kakimu?"
Pada detik itu juga, Jungkook tahu Taehyung akan melakukannya. Sesuatu yang ia katakan atau lakukan telah mendesak Taehyung sampai ke batas pengendalian diri pria itu.
Kalau ia mau hidup dengan jiwa yang masih utuh, ia harus mengesampingkan harga dirinya... atau Taehyung akan meremukkannya. Kesadaran itu terasa bagiakan api yang membara dan batu karang yang teguh di perutnya.
"Tidak," sahutnya, tahu bahwa kalau ia mendapat kesempatan, ia akan menghujamkan belati ke leher pria itu karena sudah menginjak-injak harga dirinya.
Taehyung memandangi Jungkook selama beberapa menit dengan tatapan angkuh dan dingin yang membuat darahnya berubah menjadi es.
Di sekelilingnya terdapat jutaan lampu kota, tapi di atap ini, hanya ada kegelapan -kecuali cahaya yang memancar dari diri Taehyung.
Jungkook pernah mendengar desas-desus mengenai fonomena ini, tapi tidak pernah menyangka bisa menyaksikan sendiri. Karena ketika seorang malaikat bercahaya, ia menjadi makhluk dengan kekuasaan mutlak, kekuasaan yang biasanya digunakan untuk membunuh atau menghancurkan.
Malaikat bercahaya tepat sebelum malaikat itu mencabik tubuhmu sampai berkeping-keping.
Jungkook balas menatap Taehyung, tidak mau -tidak bisa- menyerah. Ia sudah sampai sejauh ini. Ia tidak mau merangkak demi apa pun juga.
Berlutut dan memohonlah, dan mungkin aku akan mempertimbangkannya.
Jungkook tidak melakukannya waktu itu, dan ia tidak akan melakukannya sekarang. Apa pun resikonya.
Tepat ketika Jungkook menyangka semuanya sudah berakhir, Taehyung membalikkan badan dan kembali berjalan ke lift.
Cahaya sudah memudar di sela-sela dua tarikan napas. Jungkook menyusul, merasa jijik ketika merasakan keringat di punggungnya, mengecap ketakutan di lidahnya. Tapi di balik semua itu, ada marah yang sangat mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel's Blood [kth + jjk]
FanfictionSetiap mitos mengandung setitik kebenaran. "-tapi menurut legenda, ambrosia hanya muncul saat..." Dunia berhenti berputar. Partikel-partikel udara seolah membeku, molekul-molekulnya menggantung ketika ia melihat pria luar biasa yang sedang mendeka...