—Trying to rekindle us, only to lose yourself
But I won't let me lose you and I won't let us just fade away
After all that we've been through~❃~
Jimin memandang ke langit, air matanya mengalir di pipinya. Sang Malaikat Tertinggi jatuh, dan di pelukannya, ia menggendong sesosok tubuh yang sangat dikenalinya itu.
"Jungkook... tidak, kau tidak boleh melakukan ini," bisik Jimin, saking marahnya sampai ia tidak dapat menyusun kata-kata. Ia langsung berlari ke tempat ini dengan busur di tangan begitu segalanya mulai tak terkendali, tahu Jungkook pasti membutuhkannya.
Hanbin muncul beberapa menit kemudian, pistol dalam genggamannya. Tapi pertarungan itu berlangsung terlalu tinggi di atas sehingga mereka berdua tidak dapat membantu.
Dan sekarang Taehyung jatuh dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Rasanya seperti menyaksikan berbagai hal dalam gerak lambat, menyaksikan teman baiknya terbaring dalam pelukan seorang malaikat tertinggi, sayap-sayap yang mengagumkan itu hancur, tak terselamatkan lagi.
Tidak ada waktu untuk menyiapkan pendaratan yang mulus, reruntuhan di bawah mereka dipenuhi dengan pecahan-pecahan kaca tajam yang dapat menyayat dan menghancurkan –batu bara hancur, pipa patah, bahkan kapak rusak, mata kapaknya dibengkokkan oleh puing-puing yang berjatuhan. Sudut-sudut yang tajam. Kemana pun Jimin memandang, selalu ada yang tajam. Terlalu berbahaya.
Jimin terisak dalam pelukan kaku Hanbin, menangis untuk mereka berdua karena ia tahu Hanbin lebih memilih amarah daripada kepedihan akibat kehilangan.
Pandangannya kabur, dan selama sedetik, ia mengira sedang membayangkan sayap-sayap memenuhi pandangannya. Sayap-sayap itu mengelilingi Taehyung, bayangan yang gelap dan lembut di kegelapan malam yang sudah menyelimuti Manhattan.
"Mereka naik!" Jimin menyentak jaket Hanbin, memandang. "Mereka naik!"
Taehyung dan Jungkook hilang di antara sayap-sayap tadi, tapi Jimin tidak peduli. Yang penting hanyalah fakta bahwa mereka tidak jatuh ke bumi, tidak hancur menjadi ribuan kepingan sementara ia menyaksikan, tidak berdaya.
"Jungkook masih hidup."
Hanbin tidak menyanggah pendapat Jimin, walaupun mereka sama-sama tahu tubuh hancur Jungkook tidak mungkin bisa dipulihkan. Hanbin hanya memeluk Jimin dan membiarkannya berpura-pura bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Setidaknya untuk sesaat lagi.
~❃~
Seminggu kemudian, Jimin membanting telepon di kantornya dan menatap Hanbin sementara Yoongi berdiri di sebelahnya, keberadaannya yang kokoh dan tak tergoyahkan. Suaminya. Batu karangnya. "Mereka menolak untuk menyampaikan informasi apa pun mengenai Taehyung maupun Jungkook"
Bibir Hanbin menegang. "Kenapa?"
"Malaikat tidak harus memberi alasan." Bibir Jimin berkedut, kesedihan begitu mendalam dan kuat dalam dirinya sehingga ia tidak tahu bagaimana ia bisa bertahan. "Malam itu, kita semua mendapat pelajaran nyata mengenai fakta bahwa malaikat tertinggi bisa mati. Mungkin Taehyung sudah tiada dan kita berurusan dengan manajemen baru."
"Mereka tidak berhak menyembunyikan Jungkook dari kita!" Kehilangan ketenangan yang berhasil di pertahankan sampai saat itu, Hanbin meninju lengan kursinya dengan tangan yang terkepal. "Kita ini keluarganya." Ia membeku. "Apa mereka menyerahkan Jungkook kepada bajingan itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel's Blood [kth + jjk]
FanfictionSetiap mitos mengandung setitik kebenaran. "-tapi menurut legenda, ambrosia hanya muncul saat..." Dunia berhenti berputar. Partikel-partikel udara seolah membeku, molekul-molekulnya menggantung ketika ia melihat pria luar biasa yang sedang mendeka...