Detik demi detik yang Bella lewati terasa begitu lambat, wajahnya terasa lengket oleh air mata. Bella hendak tertidur saat mendengar suara pintu yang dibuka dengan keras, jantungnya bedetak semakin cepat, ia ingin berteriak tapi tak bisa, tenggorokannya terasa begitu kering.
Ketakutan lagi-lagi menyergapnya, mengelilingi dirinya seperti selimut tebal yang tak mau lepas darinya. Pikiran wanita itu berkelana, membayangkan bahwa yang datang adalah orang yang tadi membawanya kemari dan sekarang hendak mengeksekusinya. Bella semakin takut saat membayangkan hal itu.
Tiba-tiba Bella terkejut saat semua lampu dinyalakan, lampu-lampu kecil yang dipasang di dinding menerangi hampir semua sel yang ada. Selama beberapa saat wanita itu menyesuaikan matanya dengan cahaya yang tiba-tiba menerangi tempat itu, ia berusaha tak menghiraukan semua suara memilukan yang didengarnya.
Ketika matanya sudah bisa melihat dengan lebih jelas, Bella merasa menyesal dengan apa yang ia lihat. Seharusnya wanita itu tetap berada di kegelapan. Isakan mulai keluar dari bibirnya saat melihat di sudut sel yang ia tempati terdapat potongan tangan seseorang, Bella tak mampu menahan rasa mual yang dirasakannya. Ia pun memuntahkan makanan yang ada di perutnya, Bella merasa jijik dengan dirinya sendiri.
Suara-suara di tempat itu membuat kepala Bella semakin pusing, tubuhnya melemah, tapi ia tak kehilangan kesadarannya, ia masih bisa mendengar suara langkah kaki seseorang yang mendekat, dan Bella juga bisa melihat seseorang yang kini telah berada di hadapannya. Bella takut, hanya saja ia tak bisa melakukan apa pun, dirinya terlalu lemah.
Napas Bella tercekat ketika merasakan tubuhnya terangkat, dua tangan kokoh menopang tubuhnya. Tanpa banyak bicara, pria itu membawa Bella keluar dari sel, pegangan pria itu begitu erat seolah takut bahwa Bella akan melepaskan diri.
"Le-lepaskan aku!" pinta Bella. Tak ada tanggapan dari pria berbadan besar itu, ia hanya mengeratkan pelukannya hingga Bella merasa tubuhnya akan remuk sebentar lagi. Bella tahu pria itu bukanlah pria yang membawanya ke tempat menyeramkan ini. Bella tak bisa bergerak atau melawan, sepertinya ketakutan dan keterkejutan masih menguasai dirinya. Bayangan mengenai potongan tangan yang dilihatnya tadi tak mau hilang dari kepalanya.
Bella menggeleng, berusaha mengusir ingatan buruk yang mengganggu pikirannya. Kepalanya masih terasa pusing. Saat melewati sebuah sel, bau busuk dan anyir langsung menyergap indra penciumannya. Spontan Bella menutup mulut dan hidungnya, berusaha menahan muntahan yang mendesak untuk keluar akibat mencium bau tak mengenakkan tadi. Seolah mengerti dengan kondisi Bella, pria yang menggendong wanita itu mempercepat langkahnya membawa Bella keluar dari ruangan penjara itu.
"T—turunkan aku!" Begitu kakinya menginjak tanah, Bella langsung menunduk, mencoba mengeluarkan apa yang tadi ditahannya. Saat ini Bella sudah tak memikirkan rasa malunya, ia tak peduli dengan pria yang melihatnya dalam kondisi muntah seperti sekarang. Kepalanya terlalu pusing untuk memedulikan hal itu.
Mengambil napas dalam, Bella menghirup udara segar di sekitarnya. Tiba-tiba tubuhnya kembali terangkat. Ya, pria itu kembali menggendongnya. Kakinya bergerak cepat membawa Bella ke suatu tempat. Saat ini yang bisa Bella lakukan hanyalah menutup matanya, ia merasa begitu lelah.
***
"King, apa yang terjadi?" Samar, Bella mendengar seseorang yang bertanya. Beberapa saat kemudian tubuhnya terasa menyentuh permukaan lembut. Bella memutuskan untuk membuka matanya. Berbagai alat kesehatan menjadi pemandangan yang dilihat olehnya pertama kali. Kemudian seseorang menyodorkan air minum padanya, tanpa banyak bicara Bella mencoba untuk duduk dan menerima minuman itu.
"Pelan-pelan, Nona," ucap pria yang mengenakan baju putih seperti dokter. Atau mungkin ia memang dokter di tempat ini, pikir Bella.
Saat air itu mengaliri tenggorokannya, Bella merasa begitu lega. Cairan itu membuat kondisinya sedikit membaik.
"Periksa dia, ada sesuatu yang harus aku lakukan," kata pria bertubuh kekar yang tadi membawa Bella. Bella hanya bisa melihat punggung pria itu yang sudah berbalik dan menutup pintu.
"Apa aku akan dibunuh?" tanya Bella pada pria yang kini sudah memegang sebuah stetoskop.
"Aku rasa Anda terlalu berharga untuk terbunuh, Nona." Rasa lega langsung dirasakan oleh Bella saat mendengar jawaban itu, meskipun ia tak mengerti maksud dari kata 'terlalu berharga'. Setidaknya nyawanya bisa selamat, ia masih hidup dan tak mati konyol karena kebodohannya sendiri.
Bella diam saat dokter yang tak ia ketahui namanya itu mulai memeriksa jantung dan nadinya. Sampai saat ini Bella tak tahu ia sedang berada di mana, yang pasti ia berharap bisa pulang dan melupakan semua yang terjadi hari ini. Mungkin selama beberapa malam Bella akan terus teringat mengenai potongan tangan, bau busuk atau tangis dan teriakan yang tadi didengarnya.
"Nona, kau tidak apa-apa?"
Bella menggeleng, berusaha mengusir semua bayangan mengerikan yang ada di kepalanya. "Bisakah aku pulang?" tanyanya.
Sebuah gelengan kepala menjawab pertanyaan Bella. Wajah dokter terlihat sedih saat menatap wanita itu. "Maaf, tapi ada tanggung jawab yang kini harus Anda tanggung. Harapan kami tertumpu pada Anda, Luna."
Bella semakin tak mengerti dengan semuanya, 'Tanggung jawab apa? Kenapa dokter ini memanggilnya luna?' Apa ia hanya salah dengar tadi?
"Aku mohon ... aku harus pulang, bibiku pasti khawatir," pinta Bella kemudian.
Suara pintu yang dibuka dengan keras membuat Bella mengalihkan perhatiannya dari dokter itu. Pria yang tadi membawanya kini sedang berdiri di tengah pintu, pakaian pria itu entah hilang ke mana, hanya menyisakan celana saja. Hal itu otomatis membuat pandangan Bella tak bisa lepas dari dada dan perut sixpack yang terpampang di hadapannya.
Tanpa malu pria itu berjalan ke arah Bella, ia melihat ke arah dokter sebentar sebelum kembali memfokuskan perhatiannya pada satu-satunya wanita yang ada di ruangan itu.
Bella memekik kaget saat merasakan tubuhnya terangkat. "Turunkan aku!"
"Diam." Suaranya begitu lantang dan tegas, hal itu entah kenapa membuat Bella ingin mematuhi setiap apa yang dikatakannya.
"Jika aku ingin memelukmu, aku akan melakukannya ... jika aku ingin kau tetap tinggal di sampingku, maka kau akan tetap bersamaku. Kau milikku. Camkan itu."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
King's Obsession
WerewolfBella tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena menuruti rasa penasarannya. ia hanya ingin tahu rahasia dibalik hutan lebat yang berada di kota barunya. tapi siapa sangka ia justru terjebak dalam takdir yang tak pernah disangkanya. "Jangan...